Setelah pertemuan dengan Anastasya, Cakra langsung kembali ke rumah untuk memastikan kondisi Widya. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah mobil yang ia kenal, berhenti tepat di depan gerbang. Seorang laki-laki bertubuh tinggi keluar dari mobil dan menuju pintu belakang lalu membukakan pintu mobil untuk atasannya.
Ibu Widya, tamu tak diundang yang Cakra tidak harapkan kedatangannya. Bukan karena ada masalah, melainkan ia tidak siap jika harus menjelaskan kondisi Widya yang kemungkinan besar belum juga sadar. Ibu melambaikan tangan ke arah Cakra dan tersenyum pada pemuda itu.
Cakra dengan canggung mendekati Ibu dan menyalami. "Ibu, kok, nggak ngasih tau mau ke sini?"
Ibu tersenyum. Cakra merasakan ketulusan dari tatapan mertuanya itu. Sama seperti saat ia bertemu pertama kali dengan Ibu Widya pertama kali di kehidupan sebelumnya. Hal itu membuat Cakra bertanya-tanya, "apakah kehidupannya kembali seperti semula?"
"Kamu dari mana? Udah sehat, Nak?"
Cakra mengangguk dan tersenyum. "Tadi ada kerjaan penting, Bu. Ini udah mendingan banget makannya langsung nemuin klien."
Ibu menghela napas. Cakra hanya membalas dengan senyuman dan mengajak Ibu untuk masuk ke dalam rumah. Ia memanggil Ibu panti yang sedang menata makanan di meja makan.
Kedua wanita paruh baya itu saling bersalaman dan bertukar cerita. Sementara itu, Cakra pamit untuk ke kamar dengan alasan ingin membangunkan Widya.
"Dim, gimana?" tanya Cakra dengan wajah panik.
Dimas yang saat itu sedang sibuk dengan laptop untuk mengurus pekerjaannya, langsung kaget dengan kehadiran Cakra. "Kak, ketuk dulu, kek."
Cakra tidak peduli. Ia langsung duduk di tempat tidur dan menatap Widya dengan lekat. "Dim, aku harus gimana sekarang? Di bawah ada Ibu. Pasti dia bakalan nanyain Widya. Kalau Ibu tau kondisi Widya sekarang, dia pasti bakalan marah dan nganggap dugaannya tentang aku itu benar. Aku nggak mau, nanti aku sama Widya bakalan dipaksa pisah, Dim ..."
Dimas tertawa kecil. Beberapa saat kemudian, dengan secara mengejutkan Widya bangun dan langsung tertawa. Hal itu membuat Cakra membulatkan mata karena kaget dan bingung dengan yang terjadi.
"Aku baik-baik aja, Mas," ucap Widya yang berusaha menahan tawa.
"K-kamu dari kapan sadarnya?"
Dimas yang sedari tadi duduk di meja kerja Cakra, berdiri dan duduk di samping Cakra dengan posisi menghadap ke arah pemuda itu. "Tadi juga aku ketipu sama Widya. Aku udah panik pas Ibu panti nyuruh Widya buat turun ke bawah. Tapi pas ke sini, syukurnya dia udah sadar."
Cakra menatap Widya dengan menekuk wajahnya. "Sayang ..."
Widya menyengir. "Heheh .. maaf, ya. Aku nggak bermaksud mau buat kamu khawatir."
Cakra menghela napas lalu memeluk Widya. "Mas khawatir, Sayang. Mas takut kamu kenapa-kenapa."
Dimas berdeham. "Masih ada aku, ya."
Cakra dan Widya langsung melepas pelukan mereka. Widya memperbaiki posisi duduk dan meraih tangan Cakra.
"Tapi, nih ..." ucap Widya menatap Cakra dan Dimas bergantian.
"Aku tadi kenapa? Aku pingsan?"
"Kamu nggak ingat?"
Widya menggeleng dengan wajah bingung. Cakra dan Dimas yang menyadari ada keanehan, saling berpandangan.
"Kamu serius nggak ingat?" tanya Dimas.
"Enggak. Emangnya aku pingsan kenapa?"
Dimas mendekat ke arah Widya. "Tadi kamu mimpi nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [END]
Любовные романы[Naskah ini dikutkan dalam event GMG Writers 2022] Nomor Urut: 066 Tema: Marriege Life Cakra Adiguna yang berbulan-bulan hidup dalam penyesalan, mendapat kesempatan untuk memperbaiki masa lalunya. Meski begitu, tidak semua hal akan berjalan seperti...