Sebagai pegawai baru, jelas Cakra masih membutuhkan bimbingan dari seniornya. Untung saja, ada Dimas yang dengan sabar dan telaten mengajari Cakra sampai ia bisa mengatasi pekerjaannya sendiri.
Meskipun Cakra bukan introver, tetapi ia butuh beradaptasi dengan lingkungan kerja yang dipenuhi dengan orang-orang individualis. Selain Dimas, Cakra tidak memiliki teman untuk menemaninya makan siang. Kalau Dimas sedang ada pekerjaan dan melewatkan jam makan, terpaksa Cakra akan duduk sendirian di kafe kantor untuk menikmati makanannya seperti saat ini.
Saat sedang asyik memasukkan sendok demi sendok nasi ke dalam mulutnya, seseorang menepuk pundak Cakra. Hal itu membuat ia tersedak dan hampir menumpahkan kembali makanannya. Untung saja, orang yang ternyata adalah Samudra, langsung menyodorkannya air.
"Sorry, aku nggak sengaja," ucap Samudra dengan nada mengejek lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Cakra.
"Nggak sengaja, nggak sengaja. Bilang aja kalau kamu mau iseng, kan?"
Samudra hanya menanggapi dengan tertawa. "Aku gabung di sini karena nggak ada lagi tempat kosong."
Cakra langsung berbalik dan melihat ke sekelilingnya. "Bohong banget. Itu masih banyak yang kosong. Bilang aja, kalau kamu ingin makan denganku, kan?"
"Ya, nggak enak makan sendirian. Boleh, kan?"
Cakra mengangguk dan kembali melanjutkan makannya karena waktu istirahat yang tersisa hanya lima belas menit lagi. Ia tidak memedulikan Samudra yang memanggil pelayan dan memesan makanan.
"Pelan-pelan, makannya. Nanti kalau kamu tersedak kayak tadi, gimana?"
Cakra yang mendengar ucapan Samudra, langsung menatap pemuda itu dengan tatapan menyelidik. "Aku nggak tau, loh, kamu seperhatian ini. Apa jangan-jangan-"
"Jangan-jangan apa? Gila, kamu. Nggak, lah. Aku normal, ya. Kalaupun nggak, ya, seleraku pasti bukan kamu."
"Maksudmu?"
Samudra tertawa melihat ekspresi wajah Cakra yang sangat lucu. Mata pemuda di hadapannya itu membulat karena marah, sementara mulutnya masih setia mengunyah.
"Kenapa ketawa?"
"Nggak pa-pa. Kamu lucu kayak badut Ancol. Matanya bulat, hidungnya besar, dan telinganya lebar."
Cakra langsung meletakkan sendok dan garpunya lalu menatap Samudra yang tertawa lebar. Kalau bukan karena Samudra adalah atasannya, sudah ia ajak berkelahi dari kemarin-kemarin. Cakra masih kesal dengan pekerjaan tidak masuk akan yang Samudra berikan padanya sejak hari pertama bekerja.
Hal itu membuat Cakra, mau tidak mau harus mengambil lembur dan menyusahkan Dimas karena ia masih membutuhkan bimbingan. Belum lagi, rasa cemburu Cakra pada Samudra tentang Widya.
Sejak kejadian beberapa hari lalu, Widya sering datang ke kantor untuk bimbingan. Entah hal apa yang membuat aturan yang sudah Samudra buat untuk semua mahasiswanya, yaitu tidak boleh datang ke rumah atau kantor untuk urusan kuliah, tidak berlaku pada Widya.
Meskipun Cakra senang karena ia bisa lebih sering melihat wanita itu, tetapi ia juga tidak mau Widya lebih banyak berinteraksi dengan Samudra. Cakra memang sudah tahu, ia dan Widya akan berjodoh dimasa depan. Namun, tetap saja ia tidak ikhlas jika ada laki-laki lain yang berhasil memasuki hati Widya, meskipun hanya sekadar singgah.
"Aku udah selesai. Dulan, ya ..." ucap Cakra yang sudah berdiri sambil mengangkat nampan kosong.
"Eh, temenin aku dulu."
"Nggak bisa, Pak Bos. Saya harus bekerja sekarang. Waktu istirahat tinggal sepuluh menit lagi, tiga menit untuk perjalanan ke ruangan, dan sisanya akan saya gunakan untuk mengecek pekerjaan baru," jelas Cakra yang terdengar seperti keluhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [END]
Romance[Naskah ini dikutkan dalam event GMG Writers 2022] Nomor Urut: 066 Tema: Marriege Life Cakra Adiguna yang berbulan-bulan hidup dalam penyesalan, mendapat kesempatan untuk memperbaiki masa lalunya. Meski begitu, tidak semua hal akan berjalan seperti...