-52-

26 10 3
                                    

Rasa rindu yang sudah menggebu, membuat Cakra dan Widya enggan melepas pelukan mereka. Namun, mau tidak mau hal itu harus mereka lakukan ketika keduanya sama-sama menyadari bahwa seharusnya mereka tidak bertemu sebelum hari perjanjian berakhir.

Selain itu, Widya baru ingat kalau sebenarnya ia sendiri yang meminta berpisah dari Cakra dengan alasan Anastasya. Jelas menganggap semua baik-baik saja dan langsung menerima pelukan Cakra tanpa canggung, akan membuat Cakra bertanya-tanya.
Meskipun sebenarnya Cakra tidak mungkin seperti itu karena ia tahu alasannya, tetapi Widya merasa perlu untuk berpura-pura tidak senang dengan kehadiran Cakra. Wanita itu lebih dulu melepas pelukan dan melipat kedua tangan di depan dada yang mengisyaratkan ia masih marah.

Cakra yang perilaku Widya yang menurutnya sangat menggemaskan, hanya bisa tertawa. Tawa yang sebenarnya membuat Widya ingin mencubit pipi Cakra yang mulai berisi.

“Apa yang lucu?” tanya Widya dengan nada kesal.

“Ngapain Mas ke sini? Mau pamer kalau sekarang udah sukses?”

Cakra tersenyum dan meletakkan kedua tangan di pipi Widya. Pemuda itu tidak tahan untuk menekan pipi wanita di depannya sehingga bibir Widya yang merah alami membentuk huruf O. Hal itu berhasil membuat Cakra semakin gemas dan tidak sabar ingin mengakhiri masa pura-pura mereka.

“Mas ke sini karena udah kangen sama calon istri. Emang kamu nggak kangen?”

Pipi Widya seketika merona. Wajahnya terasa panas mendengarkan gombalan Cakra yang sudah sangat lama tidak pernah ia dengar. Widya menarik diri dan berpura-pura memasang wajah cemberut.

“Ingat, ya, kita udah putus. Kamu harusnya nggak ke sini. Harusnya urusin aja, tuh, si Anastasya. Cewek cantik, seksi, pintar, mandiri, pokoknya sempurna banget, deh. Ngapain ke sini?”

Senyuman Cakra semakin melebar sampai memperlihatkan barisan giginya yang rapi. Meskipun pipinya lebih berisi dari sebelumnya, tetapi lesung pipi pemuda itu masih sangat kelihatan ketika tersenyum. Hal itu berhasil membuat Widya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Cakra.

Salah satu kebiasaan Widya adalah meletakkan jari telunjuknya tepat di lesung pipi Cakra. Wanita itu sebenarnya memiliki lesung pipi juga, tetapi tidak sedalam Cakra. Widya sering merasa iri dengan lesung pipi milik pemuda di hadapannya karena menurutnya selain lebih bagus, juga membuat penampilan Cakra semakin memesona apalagi ketika tersenyum lebar seperti saat ini.

Untuk mengembalikan kesadarannya, Widya langsung menggelengkan kepala dan mengatur raut wajah supaya Cakra percaya ia masih marah. Namun, Cakra tiba-tiba mengambil satu langkah dan sedikit menunduk yang membuat wajah keduanya sangat dekat.

“K-kamu ngapain?”

“Lihat masa depan aku,” jawab Cakra dengan senyum di akhir kalimatnya.

Widya yang merasa perbuatan Cakra tidak aman untuk jantungnya, langsung mendorong tubuh Cakra. Namun, alih-alih marah Cakra hanya tersenyum.

“Mas udah tau semuanya. Kamu kayak gini supaya Mas menjauh sementara, kan? Tenang aja, besok kita udah bisa sama-sama tanpa harus takut orang lain gangguin.”

“M-mas udah tau alasan aku—“

Cakra tersenyum dan menepuk lembut kepala Widya.
“Mas nggak bisa lama-lama di sini. Takut ada yang lihat dan laporin ke ibumu atau Samudra. Mas tunggu besok di pasar malam, ya. Tempat pertama kita jadian.”

Widya tidak menjawab. Ia benar-benar terkejut mendengar ucapan Cakra. Bahkan ketika pemuda itu sudah menjauh dan masuk ke dalam mobil, Widya masih belum selesai dengan keterkejutannya. Barulah ketika ia mendengar suara klakson dari Cakra, wanita itu mengangguk.

Kali Kedua [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang