43...

113 5 3
                                    

Benar, seperti yang Arin perkirakan. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam. Bahkan ia sedang melamun saat menggosok gigi di depan kaca.

Padahal ia bukan anak remaja yang baru jatuh cinta tapi yang terjadi membuat dirinya percaya kebodohan karena perasaan bisa datang pada siapapun tanpa memandang usia.

Itu baru sekedar ciuman. Bagaimana jika yang lain?
Mungkin ia sudah jadi semakin gila.

Ini hari pertamanya menjadi seorang istri. Wow satu lagi hal baru ia jalani.
Ada panggilan baru, kini ia menjadi sesuatu yang baru tanpa membunuh dirinya yang lama.

"Apa dia sudah bangun?"
Arin keluar dari kamar mandi untuk mengecek.
Ia mengetuk pintu yang terhubung dan memastikan.

Tidak ada jawaban sehingga ia membuka pintu tersebut tanpa izin. Ia cukup terkejut melihat tidak ada siapapun di dalam sana. Kasurnya kosong dan berantakan.

"Dia kemana?"
Arin kemudian membiarkan pintu tersebut terbuka. Apakah ia harus memesan makanan? Ia harus bertanya pada Evans dia ingin makanan hotel atau restoran.

Arin duduk dan meraih ponsel untuk menelpon Evans. Telpon pria itu menyambungkan dan di angkat.

"Ada apa?"
Tanya Evans di telpon.

"Kamu di mana?"

"Di sini"
Evans muncul di pintu sambil berjalan mendekat. Wajahnya terlihat bingung tentang alasan Arin menelponnya.

Arin menatap datar kemudian menutup telpon.

"Habis olahraga?"
Melihat training yang ia pakai dan kaus yang basah karena keringat bisa di tebak pria itu habis lari.

"Hum, aku baru sampai saat kamu menelpon"

Arin hanya diam sambil berpikir.
"Apa yang akan kita lakukan hari ini?"
Tanya Arin, apakah mereka akan bulan madu? Apa yang biasanya pengantin baru lakukan di hari pertama pernikahan mereka.

"Entahlah, ini kali pertama aku menikah dan libur jadi aku tidak tahu harus melakukan apa"

Arin juga tidak tahu, ia akan menggali lagi apa yang ingin ia lakukan saat punya suami.
Apa? Sepertinya Arin lupa menginginkan apa.

Evans kemudian berdiri.
"Bersiaplah, kita habiskan waktu dengan baik"
Kata Evans sebelum pergi ke kamarnya.

Pria itu biasanya memiliki ide romantis. Ia penasaran apa yang suaminya rencanakan.

Evans membawa Arin pergi dengan mobil BMW nya. Ia tidak tahu ini mobil ke berapa yang pria ini punya, melaju di jalan yang lenggang.

"Oh iya, Mr. lee apa dia asli original orang Itali?"

"Iya, Kenapa? Dia jelek kan?"
Kata Evans, pria ini sepertinya cukup pencemburu.

"Yah lumayan lah"

Evans terlihat tidak menyukainya dengan mengerutkan dahi
"Dia memberikan Mansionnya sebagai hadiah pernikahan"

"Apa!"
Arin menghitung jari, dengan bangunan sebesar itu berapa harganya jika ia harus membeli.
"Bangunan 40 Miliyar dia kasih gitu aja?"
Kata Arin terkejut, dia jadi kaya raya karena ini.

"Itu 100 miliyar, seluruh tanah di sekitar sana di berikan juga"

Arin menganga, ia sepertinya tidak perlu bekerja lagi karena ini.

"Harusnya aku menikahi Mr Lee"

"Apa kamu bilang?"

Arin terkekeh.
"Bercanda, bercanda "

"Pasti kau masih mengira aku miskin"

"Enggak, aku tau suamiku kaya, tapi kamu tidak pernah menunjukkannya"

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang