Chapter 15

443 43 2
                                    

.

Tes

Tes

Tes


"Aa...."

Darah merembes dari balik bajunya.

Tenn terbelalak melihat siapa yang tertembak.

Bukan Iori yang dia tembak

Dia salah target.

Yaotome Gaku berdiri didepannya.

Dengan peluru yang menembus dada kanan.

"Sejak.... Kapan.." Gaku menyentuh luka di dadanya.

Iori dibelakang memegangi bahunya agar tetap berdiri.

Tanpa diduga Tenn melepaskan Riku dan menghampiri Gaku.

"GAKU!"

Dia langsung menangkap Gaku sebelum tersungkur kelantai.

"Gaku! Kau... Aku akan memanggil ambulans!" Tenn menahan Gaku untuk duduk.

Gaku terbatuk,"Tenn!" Dia menunjuk kebelakang.

Tenn baru sadar dia melepaskan Riku, dia membalikan badannya sambil tetap menahan tubuh Gaku.

"Riku!"

Riku sudah tidak ada disana.

Begitu pun Iori.

Mereka menghilang.

"Tenn.."

Panggil Gaku pelan.

Tenn tersentak, dia langsung mengambil ponselnya lalu menghubungi Anesagi.

"Anesagi! Kirimkan ambulans ke apartemen ku! Gaku tertembak!"

Beruntunglah dia masih memikirkan keadaan leader tim nya.

Pemuda itu mematikannya dan kembali bertanya pada Gaku.

"Kau baik-baik saja? Kau bisa bertahan kan? Hey! Jangan pingsan!!" Tenn mengguncang pelan.

Gaku terbatuk lagi, dia mengatur napasnya walaupun rasa kantuknya mulai datang.

"Jangan pingsan! Dengarkan aku! Gaku! Gaku!" Tenn menepuk-nepuk pipinya.

"Tunggu... Dimana tim yang diminta ikut?!" Tenn baru menyadarinya.

Akan dia tanyakan nanti, untuk sekarang dia harus menyelamatkan Gaku dan mencari Riku.

.



.

Iori memasang ekspresi senang saat bertemu seseorang dilantai dasar.

Seorang lelaki yang tidak terlalu tinggi.

Izumi Mitsuki, kakak lelakinya.

Sambil membawa Nanase Riku yang tidak sadarkan diri dikedua lengannya, Iori berjalan menghampiri.

"Kau membereskan mereka dengan cepat, Nii-san," dia berkata pada lelaki bertubuh sedang itu, dan dibalas tawa kecil darinya.

"Aku hanya senang akhirnya aku akan mendapatkan adik ipar. Wahh- kau memiliki selera yang bagus Iori! Anak ini manis se-"

Sang kakak menggantungkan kalimatnya saat melihat seluruh wajah pemuda yang dibawa adiknya.

Tidak lama dia menghela napas sambil memasang senyum miris. Dia sangat kenal dengan siapa yang dipilih adiknya itu.

"Bahkan sampai saat ini pun kamu masih terpaku padanya,"

Pandangannya berubah sendu, seakan mengingat kembali masa lalu yang sudah dia lewati.

Iori berjalan melewatinya,"aku akan segera mengembalikannya,"

"Sejauh apa kau jatuh padanya Iori?" Mitsuki bertanya.

"Terlalu jauh sampai aku kembali ditenggelamkan oleh kehadirannya," Iori mengeratkan pelukannya.

Mitsuki menghela napas pasrah,"yah! Aku akan mendukung mu!" Dia berjalan mengikuti adiknya.

Lagipula dia senang akhirnya Iori memiliki sesuatu yang bisa dia lindungi.

.


.


Touma memberikan jaket tambahan pada Haruka. Bos nya memberikan pekerjaan baru.

Dan Haruka masih belum percaya apa yang dia lihat kemarin, dan dia juga memaksakan diri untuk ikut lagi.

"Pekerjaan apalagi? Sebegitu inginnya membuatku menjadi orang bodoh ya Touma?" Haruka meniup uap yang keluar dari gelas kopinya, terlalu panas untuk diminum.

"Haru, aku sudah bilang nenek-"

"DIAM TOUMA! DIAM! JANGAN MEMBICARAKAN DIA!" Haruka membentak.

Dia menggigit bibirnya,"hentikan! Lelucon mu mulai terasa memuakkan! Sangat memuakkan sampai aku merasa ingin muntah!"

Touma kembali menjalankan mobilnya, menuju tempat tujuan mereka sambil mendengarkan panggilan dari ponselnya.

Haruka memandangi keluar kaca mobil, dia menyandarkan kepalanya kearah pintu sambil memeluk dirinya sendiri.

'Aku harap yang kau katakan benar-benar hanya omong kosong,'



.






.




Mitsuki menutup kembali portal sihir yang dia buka untuk berpindah tempat.

"Aku akan membawanya ke tempat lain dulu, kalau ingin mengatakan sesuatu besok pagi saja," Iori berjalan meninggalkan Mitsuki.

Mitsuki tidak menjawab apapun, dia memandangi punggung adiknya yang perlahan menjauh.

"Dirumah seluas ini... Agak sedikit sepi karena kita hanya berdua," dia mengangkat kepalanya, memandangi interior 'rumah' nya.

Tidak ada orang lain yang tinggal disana.

Hanya mereka berdua.

"Mengusir pelayan memang hal yang tepat, karena kita tidak tahu siapa yang berkhianat diantara mereka,"

Dia mengambil jalan lain.




.








Nanase Riku terbangun di tempat yang tidak dia kenali.

"Ini... Bukan kamarku," ruangan ini jauh lebih luas dari kamarnya.

Riku memeluk lututnya, dia ingat kalau sebelum pingsan dia berada di apartemennya, bersama Gaku dan Tenn.

"Selamat pagi,"

Bisik seseorang di telinganya

"WAHH-!!" Dia reflek menjauh menyeret tubuhnya.

Iori duduk di pinggir ranjang, dia tidak menyadarinya.

Tangannya menunjuk dengan gemetar,"se... Sejak kapan kau disana?!"

Iori merangkak ke atasnya, mengurung Riku dibawah tubuhnya.

"Bisa..... Menjauh?" Riku mencoba mendorong tubuh pria di atasnya, tapi tidak berhasil.

"Nanase Riku.... Aku sudah memperhatikan mu sejak lama," tangan pucat Iori mengusap pipi pemuda dibawahnya.

Dia mendekatkan wajahnya sampai Riku bisa merasakan napasnya.

Tangan kurus itu terangkat mengusap pipi Iori,"mahluk apa kau sebenarnya?"


Riku takut.

Sangat.

Dia menutup matanya saat pria di atasnya menciumi wajahnya.

"Hentikan.." dia memohon.

"Tidak..." Ingin bicara lagi.


Tapi Iori membungkam bibirnya.











.














.










👀👀

Vampire King's MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang