Chapter 13

70 23 0
                                    

Amora sudah sampai di rumah. Baru saja beberapa langkah dari pintu masuk, seseorang mencengkram lengannya kuat dan menariknya secara paksa menuju sebuah kamar.

BRAK!

Pintu tertutup secara kasar karena Alvaro membanting pintu itu dengan sangat keras.

"RA UDAH GUE BILANG JANGAN DEKET-DEKET SAMA DEZA!! DIA ITU COWOK BRENGSEK ASAL LO TAU!!" Bentak Alvaro pada Amora. Sungguh saat mendengar apa yang Angga ucapkan, amarah Alvaro sangat menggebu-gebu.

"APA SIH BANG?!! APA MASALAHNYA? ASAL ABANG TAU MORA UDAH PACARAN SAMA KA DEZA!!" Ucap Amora tak kalah keras. Mendengar teriakan adiknya itu kemarahan Alvaro semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa sebab, dia hanya tidak ingin jika adik perempuan satu-satunya itu di rusak oleh cowok brengsek macam Deza. Apalagi saat melihat kissmark di leher Amora, Alvaro semakin menjadi. Ia melampiaskan amarahnya dengan membanting dan melempar apa saja yang ada di kamarnya.

Di bawah, Albara baru saja datang dari kampusnya dan langsung di suguhkan oleh kegaduhan yang dia tebak berasal dari kamar adik laki-lakinya. Tanpa berlama-lama lagi Albara langsung saja melesat menuju lantai dua dimana suara itu berasal. Setelah membuka kamar Alvaro berapa terkejutnya Albara saat melihat ada Amora di dalamnya, apalagi keadaan Alvaro yang mengamuk dan Amora yang menangis sesenggukan sambil menelusup kan kepalanya di antara lutut.

"Ada apa ini?!!" Tanya Albara tidak mengerti dengan keadaan di depannya ini. Amora yang melihat Albara langsung saja berlari dan berhambur kedalam pelukan sang kakak sambil menangis semakin kencang. Untung saja orang tua mereka sedang tidak ada di rumah, kalo ada bisa bahaya.

"Hiks Abanggg, Mora takuttt.." Amora menangis sambil memeluk kakak tertuanya itu dengan erat. Sungguh dia takut dengan Alvaro yang mengamuk itu.

"Varo nanti jelasin sama gue apa yang sebenarnya terjadi." Setelah mengatakan itu Albara berjalan ke luar dari kamar Alvaro menuju kamar Amora.

"Dek, kamu istirahat ya, biar abang yang bicara sama Alvaro. Udah jangan nangis," Ucap Albara sambil mengusap air mata Amora dengan ibu jarinya. Amora hanya mengangguk dan langsung saja merebahkan dirinya untuk istirahat. Setelah merasa yakin jika Amora sudah tertidur, Albara pun keluar dari kamar Amora berjalan menuju kamar Alvaro.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Coba jelasin!"

Alvaro pun menjelaskan semuanya pada Albara, tak terkecuali saat Amora yang pergi ke rumah Deza tadi siang. Albara cukup terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar, dia juga tampak sedikit menggeram menahan amarah. Bukan, bukan marah pada Amora, tapi pada Deza yang berani-beraninya membawa Amora ke rumahnya apalagi saat keadaan rumah sedang sepi.

"Tapi bukan gitu negur Amora. Lo tau sendiri kan kalo Amora paling gak suka di bentak." Ya Alvaro tau akan hal itu, tapi mau bagaimana lagi ia sungguh tersulut emosi tadi.

"Maaf bang," Ucap Alvaro merasa bersalah.

"Dahlah, tapi lain kali gunain cara lain buat negur Amora." Setelah mengatakan itu Albara pun keluar dari kamar adik laki-laki nya itu. Bersamaan dengan keluarnya Albara dari kamar Alvaro, pintu utama pun terbuka dan menampakkan kedua orang tuanya yang baru saja tiba dari perjalanan bisnis mereka.

.
.

Makan malam kali ini cukup berbeda, tak ada lagi pertengkaran kecil yang di sebabkan oleh Alvaro dan Amora. Mereka hanya diam menikmati makan malam mereka dalam diam, tak ada sedikitpun canda gurau malam itu. Sampai Aulia dan Devano pun heran tapi mereka memilih diam.

"Aku selesai." Ucap Amora. Setelah mengatakan itu Amora melenggang pergi menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Albara yang melihat itu hanya menghela nafasnya pelan sedangkan Alvaro terlihat gelisah, sungguh ia merasa sangat bersalah karena telah membentak adiknya itu. Semua gerak gerik ketiga anaknya itu tak luput dari penglihatan Devano selaku kepala keluarga.

"Ada apa ini?" Tanya Devano. Albara terlihat ragu untuk menjawab sampai suara Alvaro pun menjawab rasa penasaran kedua orang tuanya itu.

"Tadi sore Varo berantem sama Mora," Alvaro berbicara sambil menundukkan kepalanya. Ia takut jika ayahnya akan marah.

"Kenapa bisa berantem?" Kali ini bukan Devano yang bertanya, melainkan Aulia bundanya. Alvaro nampak enggan untuk menjawab, pasalnya dia gak mau masalah ini menjadi semakin rumit. Melihat keterdiaman Alvaro, Albara pun menghela nafas dan menjawab.

"Cuman gara-gara hal kecil ko bun, yah, bukan masalah serius. Kalian kayak gak tau aja gimana Mora kalo udah marah." Mendengar itu Aulia dan Devano hanya mengangguk, ada benarnya juga apa yang di katakan oleh Albara, jika sedang kesal Amora memang seperti itu. Alvaro pun menghela nafas lega karena dia tidak perlu berkata yang sebenarnya pada orang tua mereka.

.
.

Tok tok tok!

"Masuk aja!" Ucap Amora. Alvaro langsung saja masuk ke dalam kamar adiknya itu.

"Dek, kamu marah sama abang?? Maafin abang ya karena udah bentak kamu," Alvaro berkata sambil berjalan menghampiri Amora yang sedang duduk di ranjangnya sambil menghadap jendela yang sengaja terbuka lebar di malam yang dingin itu.

"Maaf dek, abang cuma gak mau kamu kenapa-kenapa abang gak mau masa depan kamu hancur. Abang tau jelas gimana sifat dia dek." Alvaro duduk di kursi belajar sambil menghadap Amora yang posisinya sedang membelakanginya. Beberapa detik setelahnya Amora pun berbalik menghadap Alvaro dan berkata.

"Emang apa yang abang tau tentang kak Deza? Coba jelasin sama aku."

"Dek dengerin abang, Deza itu cowok brengsek, dia itu selalu main perempuan. Dan apa kamu tau kenapa Deza pindah ke sekolah kita?" Amora menggeleng.

"Karena dia pernah hamilin salah satu murid di sekolah asalnya. Dia di keluarin karena kasus itu."

Deg

Apa? Deza menghamili? Itu tidak mungkin, Deza tidak mungkin seperti itu. Amora menggeleng, dia tidak ingin mendengar apa yang abangnya katakan. Abangnya pasti berbohong, dia pasti hanya menakuti Amora supaya Amora menjauh dari Deza.

"I-itu gak mungkin bang, Mora gk percaya, abang bohong kan?"

"Abang gk bohong dek, itu emang kenyataannya. Kamu tau kan Angga temen abang?" Amora mengangguk.

"Ya, dia adik kandung Deza, dia yang ngomong semua ini sama abang." Seketika mata Amora membola tidak menyangka jika Angga teman abangnya itu adalah saudara dari Deza. Apakah yang di katakan abangnya itu benar? Apakah Deza se brengsek itu? Tapi itu tidak mungkin, Lamunan Amora seketika buyar saat mendengar kembali suara abangnya itu.

"Itu semua fakta dek, kalo kamu masih ngeyel buat deket sama dia, mungkin kamu bakalan nyesel." Setelah mengatakan itu Alvaro keluar dari kamar adiknya menyisakan Amora yang sedang berkutat dengan fikirannya tentang Deza.

✧༺Amora༻✧

Si Deza brengsek bener kek mantan author')
Emang susah ya sekarang mah cari cowok yang bener² tulus teh, kebanyakan cowok brengsek. Canda brengsek ㅋㅋㅋ
Gimana seru gak? seru dong hahaha jangan lupa votmen guys

Amora [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang