Saat ini Amora maupun Deza, mereka sudah kembali ke apartemen milik Amora. Tadinya Deza ingin membawa Amora ke rumahnya saja, tapi Amora bersikeras ingin tetap tinggal di apartemennya.
"Kak," Panggil Amora.
"Hm? Kenapa sayang?" Jawab Deza lembut.
"Kak aku mau nanya boleh? Tapi janji kakak harus jawab jujur."
Deza mengeryit bingung, tapi setelahnya ia tetap mengangguk.
"Boleh, mau tanya apa emangnya?" Tanya Deza sambil mengelus puncak kepala Amora yang berada di dadanya.
"Kak, apa yang di bilang Bang Varo waktu itu bener gak?"
Deza lagi-lagi di buat tak mengerti oleh perkataan Amora.
"Perkataan Varo? Perkataan yang mana sayang?" Tanya Deza tak mengerti.
"Yang itu loh, yang katanya kakak di keluarin dari sekolah kakak yang dulu gara-gara sebuah kasus," Ucap Amora sambil memilin ujung bajunya karena merasa gugup dan takut akan respon Deza.
Deza berfikir apakah ia harus jujur? Tapi bagaimana jika Amora kecewa? Bagaimana jika Amora membencinya? Deza menghembuskan nafasnya pelan. Bagaimanapun juga Amora harus tau tentang masa lalunya itu.
"Sayang dengerin kakak ya, kakak mau jujur sama kamu tentang masa lalu kakak. Dan, kakak yakin kamu pasti kecewa karena kakak gak jujur sebelumnya." Ucap Deza.
"Yang di bilang Alvaro itu bener, kakak emang di keluarin dari sekolah karena kasus itu."
Deg!
Amora bagun dari duduknya. Ia kaget, sungguh ia benar-benar kaget mendengar ucapan Deza.
"J-jadi selama ini kakak bohongin aku?" Tanya Amora tidak percaya.
"Hey hey, sayang dengerin kakak dulu," Deza menarik tangan Amora hingga kini Amora kembali duduk di pangkuan Deza.
"Yaudah lanjut!" Ucapnya ketus.
"Dulu, kakak kalang kabut. Kakak sangat terpukul karena kepergian seseorang sangat kakak cintai yaitu calon tunangan kakak." Deza tampak menghela nafasnya sebentar lalu lanjut bercerita.
"Kakak menghabiskan waktu seharian di bar. Kakak mabuk berat hingga tak sadar jika saat itu ada seseorang yang membawa kakak ke sebuah kamar yang ada di bar itu. Kakak tidak tau apa yang terjadi saat itu hingga kakak bangun di pagi hari dan menemukan seseorang yang tertidur di samping kakak dan orang itu adalah Lusi adik kelas sekaligus orang yang sangat terobsesi pada kakak." Deza menceritakan semua yang terjadi pada Amora tanpa di kurangi sedikitpun.
"Dan, dia benar-benar hamil?" Tanya Amora.
"Ya dia hamil,"
Deg!
"Tapi dia bukan hamil anak kakak. Dia mengandung anak dari kekasihnya sendiri." Lanjutnya. Amora merasa lega setelah mendengar kelanjutan cerita dari Deza.
"Bagaimana kakak tau kalau itu bukan anak kakak?" Tanya Amora penasaran.
"Kakak mendesaknya agar berbicara jujur. Kakak bilang jika sampai ia tidak jujur, kerja sama bisnis antara perusahaan kakak dengan perusahaan orang tuanya akan di batalkan. Hal itu jelas membuatnya ketar ketir karena sesungguhnya ia tidak bisa hidup tanpa kemewahan. Akhirnya dia berbicara jujur kalau anak yang ia kandung itu bukan anak kakak." Jelas Deza panjang lebar.
"Eum tapi, darimana kakak tau kalau itu anak dari kekasihnya sendiri?"
"Kakak tidak sebodoh untuk tidak mengetahui semua itu sayang," Ucap Deza sambil memeluk Amora gemas. Amora hanya menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia sudah mengerti.
Amora membalikkan badannya menjadi berhadapan dengan Deza. Ia mengalungkan tangannya pada leher Deza dan sedetik kemudian Amora mengecup bibir Deza singkat.
"Makasih udah mau jujur sama aku kak. Aku sayang kakak," Ucap Amora sambil memeluk Deza erat.
"Sama-sama sayang. Kakak juga sayang sama kalian," Ucapnya.
"Huh? Kalian?" Tanya Amora.
"Iya, kakak sayang kamu sama baby." Ucap Deza sambil mengelus lembut perut Amora.
Blush
Amora merasa jika pipinya sangat panas. Ia juga merasa ada ribuan kupu-kupu di dalam perutnya. Amora sangat bahagia, sungguh. Amora yang merasa salah tingkah itu kemudian memeluk Deza semakin erat. Sedangkan Deza yang melihat hal itu hanya terkekeh gemas, lantas ia membalas pelukan Amora tak kalah erat.
.
."Halo Put,"
"Halo bang, ada apa?"
"Eum, i-itu,"
"Apaan anjir bang cepetan gue udah ngantuk!"
"GuebolehmintanohpSisilgak?" Ucap Alvaro sangat cepat.
Sedangkan di sebrang sana Putri mengeryit bingung tidak mengerti dengan apa yang baru saja abang sepupunya itu katakan.
"Apaan sih gak jelas banget lo! Ngomong yang bener napa."
Alvaro menghela nafasnya pelan lalu ia kembali berbicara tapi dengan intonasi yang jelas tidak sepeti tadi.
"Gue, gue minta nomor Hpnya Sisil dong," Ucap Alvaro.
"HAHH?!" Di sebrang sana Putri tidak sengaja berteriak karena terkejut.
"Berisik anjeng!" Ucap Varo sambil mendengus sebal. Telinganya sakit karena teriakan Putri barusan.
"Lah kok ngegas?! Santai aja dong." Ucap Putri.
'Padahal dirinya sendiri yang ngegas ƪ(˘⌣˘)ʃ'
"Yaudah sih, bacot bener. Mana gue minta no Hpnya Sisil buruan."
"Hm, tapi gak gratis ya." Ucap Putri sambil terkekeh.
Lagi-lagi Alvaro mendengus sebal. Sepertinya ia berbicara pada orang yang salah.
"Yaudah, gue traktir lo di kantin selama satu minggu." Ucap Varo.
"Sip! Thank you abang ganteng,"
Tuttt
Telpon dimatikan secara sepihak oleh Putri dan tak lama kemudian sebuah notifikasi muncul di ponselnya Varo dan ternyata itu pesan dari Putri.
Putri🐒
21.57
Sisil cantik🐼
08xxxxxxxxxx21.58
Noh udah, jan lupa
traktirannya<321.58
Thanks21.59
Bacot bener lo.
Untung lo sepupu gue
Kalo bukan udah gue
tendangan lo ke pluto_-22.01
Ehee(◍•ᴗ•◍)Read
Varo mendengus sebal. Sepupunya yang satu ini benar-benar membuatnya kesal. Varo menyimpan terlebih dahulu kontak dengan nama Sisil itu. Ia bingung, haruskah ia mengirim pesan pada Sisil? Tapi jika tidak untuk apa ia repot-repot meminta nomor Sisil pada Putri. Akhirnya dengan ragu Varo pun mengirim sebuah pesan pada Sisil.
Sisil
22.06
HaiiNomor Sisil online, tapi tidak ada balasan dari Sisil untuk pesannya. Varo berniat untuk menghapus kembali pesan yang ia kirim pada Sisil. Baru saja ia ingin menekan fitur delete, namun tiba-tiba ponselnya bergetar dan sebuah notifikasi pun muncul.
Sisil
22.06
Haii22.09
Hai, siapa?✧༺Amora༻✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora [End]
Teen FictionAmora Putri Devano. Seorang remaja berusia 17 tahun yang dengan berat hati harus merelakan masa mudanya demi menanggung kesalahan di masalalu yang berimbas pada kehidupannya di masa depan. Ia tidak mengerti mengapa takdir mempermainkan nya seperti...