"Mora,"
"K-kak Deza,"
"Kamu datang?" Tanya Deza dengan senyum yang tercetak di wajahnya.
"I-iya Kak aku datang. K-kenapa bisa kayak gini? Kak Deza kenapa? Hikss," Ntahlah semenjak kehamilannya itu Amora jadi lebih sensitif.
Deza yang melihat Amora menangis pun sontak terkejut dan langsung saja menegangkan badannya.
"Hey, Kakak gak papa Ra, Udah jangan nangis, Sini!" Titah Deza.
Amora pun langsung berlari menghampiri Deza dan langsung memeluk Deza erat sambil menangis sejadi-jadinya.
"Hey sttt jangan nangis, kasian baby nya." Ucap Deza menenangkan. Alih-alih tenang tangis Amora malah semakin kencang. Deza kelabakan, ia bingung bagaimana cara memenangkan Amora.
Dengan susah payah Deza melepas pelukannya dan menangkup kedua pipi Amora. Ia mengusap lelehan air mata yang turun dengan deras di pipi tembam Amora.
"Heyy jangan nangis, kakak gak suka liat kamu nangis." Ucap Deza. Deza mengecup pelan kening Amora untuk menenangkannya.
"Kak,"
"Maaf." Ucap Deza tiba-tiba.
"Huh? Maaf untuk apa?" Tanya Amora tidak mengerti.
"Maaf untuk segalanya. Dan,"
"Maaf pernah menyakitimu," Ucap Deza sambil menunduk.
"Kakak baru tau, kalau sebenarnya anak yang di kandung kamu itu anak kakak. Maaf Ra, ayo kita rawat dia sama-sama."
Amora tidak tau harus menanggapi seperti apa. Tapi jujur, ia sangat senang saat mendengar ucapan Deza barusan.
"Tapi,"
"Tapi apa Ra? Apa kamu gak mau rawat dia sama kakak?"
"Gak gitu kak, aku cuma takut keluarga kakak gak setuju sama keputusan kakak ini," Cicit Amora.
"Mereka pasti terima keputusan ini apapun yang terjadi." Final Deza. Setelahnya Deza kembali merangkul Amora dan memeluknya erat.
.
.Malam pun tiba, Amora masih setia berada di sisi Deza. Amora merasa begitu nyaman saat berada dalam dekapan Deza. Tiba-tiba ia merasa mual dan perutnya bergejolak. Dengan secepat kilat Amora melepas pelukan Deza dan berlari ke arah toilet.
Di dalam toilet Amora mengeluarkan semua makanan yang sempat ia makan tadi.
Huek!
Huek!
Deza panik bukan main. Ia dengan susah payah menghampiri Amora. Ia memijat tengkuk Amora agar Amora merasa sedikit rileks.
"Sayang are you oke?"
"Umm, aku gak papa." Jawab Amora dengan suara lemahnya.
Amora mencuci mukanya agar terlihat segar kembali. Setelahnya, dengan telaten Deza menuntun Amora untuk keluar dari toilet.
Deza membawa Amora untuk duduk di sofa saja. Amora duduk di pangkuan Deza. Ia bersandar di dada bidang Deza.
"By? Kamu sering muntah-muntah kayak tadi tiap hari?" Tanya Deza sambil mengusap lembut surai coklat Amora.
"Heumm, kata dokter kehamilan di trimester pertama emang gini, sering mual." Jawab Amora.
"Kamu pasti kesulitan banget ya? Maaf ya by, gara-gara kakak kamu jadi kayak gini. Bahkan di usia kamu yang terbilang masih terlalu muda," Deza benar-benar sangat merasa bersalah pada gadis kesayangannya itu.
"Gak papa kak. Ini bukan salah kakak, ini udah takdir." Ucap Amora.
"Tapi-"
Cup
Ucapan Deza terpotong karena dengan tiba-tiba Amora mengecup bibirnya sekilas.
"Stt! Gak usah banyak ngomong, kakak masih sakit." Ucap Amora sambil menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Deza.
"Mulai nakal hm?"
"Eh-"
Amora tidak melanjutkan perkataannya karena saat itu juga Deza mulai menyatukan kembali bibir mereka.
Deza menahan tengkuk Amora agar ciuman itu semakin dalam. Tidak ada nafsu pada ciuman kali ini. Hanya ada rasa rindu yang membuncah bagi keduanya.
Deza mengecup, menjilat dan menyesap bibir Amora secara lembut dan penuh kasih sayang. Saat dirasa pasokan udara mulai menipis Deza pun melepas tautan di antara keduanya.
"Kakak sayang kamu by,"
"Aku juga sayang Kak Deza."
✧༺Amora༻✧
Votment juseyo♥︎
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora [End]
Teen FictionAmora Putri Devano. Seorang remaja berusia 17 tahun yang dengan berat hati harus merelakan masa mudanya demi menanggung kesalahan di masalalu yang berimbas pada kehidupannya di masa depan. Ia tidak mengerti mengapa takdir mempermainkan nya seperti...