Kesempatan Kedua

40 14 4
                                    

Hari ini semua perwakilan olimpiade sains belajar sesuai dengan bidang yang mereka kuasai. Rani harus bisa belajar tanpa Arsen. Dia mencermati beberapa materi kimia yang dijelaskan Bu Nikel. Hatinya ingin sekali Arsen ada disini, pasti Rani sangat bahagia dan bersemangat.

"Kamu kerjakan soal di papan tulis. Nanti Ibu kasih flashdisk buat belajar di rumah," ujar Bu Nikel kepada Rani.

"Iya Bu," jawab Rani kemudian menuliskan jawabannya pada buku khusus untuk olimpiade.

"Sekarang cuma kamu harapan satu-satunya sekolah kita untuk memenangkan olimpiade kimia. Ibu harap kamu bisa mendapat medali emas," kata Bu Nikel yang sangat khawatir kalau tahun ini mereka akan kalah.

"Mudah-mudahan Bu." Sebenarnya Rani belum yakin sepenuhnya bisa membawa pulang medali emas. Tetapi, dia sudah bekerja keras hingga sampai di titik ini.

Setelah selesai mengerjakan beberapa soal dan diperiksa Bu Nikel. Rani boleh pulang karena sudah satu jam belajar. Tidak lupa Bu Nikel memberikan flashdisk yang sempat ia janjikan.

Tinggallah Rani seorang diri di kelas, dia membereskan semua buku. Yang tak perlu dibawa Rani masukkan ke dalam lokernya. Pangeran dan yang lain belum selesai belajar. Sebelum pulang Rani menyempatkan diri ke perpustakaan untuk meminjam novel terbaru.

"Kak Rani," panggil Nina dari kejauhan.

Rani menoleh mendapati Nina sedang berlari ke arahnya,"Kenapa?"

"Kak Rani mau nggak jadi guru privat," kata Nina dengan semangat.

Rani kaget ketika Nina mengatakan itu,"Hah? Lo seriusan Nin. Soalnya gue nggak pinter-pinter amat."

"Bohong, buktinya Kak Rani bisa ikut olimpiade. Gue mohon ya Kak," ujar Nina memelas.

"Lo udah pinter, ngapain minta gue jadi guru privat." Rani bersikeras menolak tawaran Nina.

"Bukan gue yang Kakak ajar, tapi anak-anak di panti asuhan," jawab Nina yang ternyata sudah satu tahun mengajar di panti asuhan Logaritma."Tapi bayarannya nggak mahal Kak."

"Bukan masalah bayarannya Nin, tapi waktu gue terbatas." Rani masih mempertimbangkan tawaran Nina.

"Kalau habis olimpiade gimana? Kakak punya waktu nggak?" tanya Nina dengan harapan Rani meluangkan sedikit waktu untuk menemaninya.

"Nanti gue kabarin," putus Rani.

Nina tersenyum bahagia," Makasih ya Kak, gue duluan."

Rani tersenyum tipis menatap punggung Nina. Dia tidak tahu harus menerima atau menolak tawaran dari adik kelasnya itu. Sekarang Rani hanya fokus kepada Arsen dan olimpiade kimia. Bukannya egois, karena kalau terlalu lelah tubuhnya akan melemah hingga tak sadarkan diri.

Tiba-tiba Pangeran telah berdiri di samping Rani dan berkata,"Gue mau ngomong sama lo."

Rani spontan menoleh Pangeran, bau parfum lelaki ini sangat menyengat. Tetapi wanginya lebih kalem daripada punya Arsen,"Ngomong apa? Tentang olimpiade?"

"Arsen," jawab Pangeran seketika membuat Rani menatap lelaki itu bingung.

"Kenapa Arsen?" tanya Rani cemas.

Pangeran Mahardika ✅ [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang