Harapan Yang Telah Sirna

32 9 0
                                    

Selamat membaca

Jangan lupa vote dan komen ya

___♡♡♡♡♡♡♡___

Dua minggu telah berlalu, tetapi Rani masih saja mengurung diri di kamar. Kondisi mentalnya menurun sangat drastis, ia sering tiba-tiba menangis lalu tertawa. Bahkan mengacak-acak tempat tidurnya.

"Aku benci sama kamu, Sen. Kenapa kamu ninggalin aku? Apa ini yang kamu maksud pergi tanpa seorang pun tahu kamu lagi di mana! Sen, kalau waktu bisa diulang, aku pasti langsung nyari kamu dua tahun yang lalu," ucap Rani serak sambil memeluk lututnya.

Rani tak henti-hentinya menangis,"Pertemuan kita memang singkat tetapi begitu melekat!"

Dewi tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk putrinya. Kejadian ini terulang kembali saat Rani duduk di bangku SMP. Tatkala dia dirundung teman sekolah, dipermalukan sampai hampir tenggelam di sungai membuat seluruh tubuhnya kram. Hingga pada akhirnya Rani rentan terhadap cuaca dingin.

Tidak hanya itu, Rani juga pernah dikejar-kejar oleh orang-orang yang merundungnya. Hingga tertabrak motor dan mengalami pendarahan hebat di bagian kepala. Dewi tak kuasa menahan tangis melihat Rani kembali terluka.

"Rani," panggil Dewi lembut lalu menghampiri anak semata wayangnya.

Rani bergeming dengan wajah pucat yang tertunduk. Keadaannya sekarang sangat lusuh, mandi saja tiga hari yang lalu. Dia hanya mengganti pakaian dan menggosok gigi. Sekolah pun tidak ia pedulikan, Rani hanya ingin menenangkan diri.

"Besok kamu sekolah ya," kata Dewi seraya mengelus kepala Rani."Ibu, nggak mau kalau kamu terus-terusan mengurung diri di kamar."

"Rani nggak mau sekolah, Bu. Rani benci sama mereka!" kata Rani dengan badan gemetar.

"Siapa? Kamu benci sama teman-teman kamu di sekolah? Mereka nggak bakal nyakitin kamu. Disana ada Rey sama Selasa yang akan jaga kamu, Nak." Dewi membujuk Rani supaya besok mau sekolah.

"Nggak! Arsen nggak ada di sekolah, Bu. Selama ini yang bikin Rani semangat itu Arsen. Rani suka kimia karena Arsen." Rani memang sangat keras kepala dan Dewi selalu sabar menghadapinya.

"Ada Rey, Nak. Selama ini yang jagain kamu itu Rey. Ikhlasin Arsen, kalau Arsen tahu kamu begini pasti dia sedih." Dewi merengkuh tubuh Rani dengan erat.

"Kenapa Rani nggak pernah bahagia, Bu? Dari sd selalu di buli, dilempari telur busuk, tanah, bahkan tas baru Rani digunting. Cuma gara-gara Rani anak miskin yang tak tahu malu numpang hidup di rumah Tante Mama. Kenapa waktu SMP dulu Rani selalu diejek karena sering juara kelas. Mereka bilang kalau Rani itu curang. Padahal, setiap hari Rani belajar biar bisa dapat beasiswa." Rani sangat terluka ketika harus berdampingan dengan rasa trauma.

"Udah ya, Nak. Di depan udah ada temen-temen kamu. Sana gih ganti baju. Terus temui mereka," kata Dewi membuat Rani mendongak seolah-olah bertanya siapa yang datang menemuinya. Dewi tersenyum seraya membenarkan rambut Rani yang berantakan lalu beranjak keluar dari kamar.

Setelah mengganti pakaian lalu menyemprotnya dengan parfum dan memoleskan sedikit bedak pada wajah yang bengkak karena menangis. Rani pun keluar untuk melihat siapa yang datang menemuinya. Dia sedikit terkejut ternyata Selasa membawa banyak rombongan.

Selasa langsung memeluk Rani dan meminta maaf karena tidak selalu berada di sampingnya.

"Minum dulu," ujar Dewi menyuguhkan senampan sirup rasa jeruk.

"Terima kasih, Tante," kata Rey tersenyum manis.

"Kenapa lo nggak sekolah, Ra." Perkataan Selasa sontak membuat Rani langsung mundur dan pelukan mereka terlepas.

Pangeran Mahardika ✅ [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang