Juara Pertama

16 7 16
                                    

Class meeting sudah berjalan selama tiga hari. Dan hari ini pertandingan basket babak final antara kelas XII-01 dan XI-01. Pangeran dan Chiko melawan Aji—sahabat mereka sendiri. Mereka harus bersaing secara sehat. 

"Pangeran," teriak Viona memberi semangat bersama kedua sahabatnya—Sasha dan Bella.

"Cowok lo tuh disemangati cewek lain," ledek Selasa.

"Nggak usah manas-manasin. Nggak gue restuin lo sama Rey," ancam Rani.

"Emang lo siapanya Rey?" Selasa menatap Rani sinis.

"Gue sahabat sekaligus kakak iparnya! Mau apa lo," kata Rani sambil berkacak pinggang.

"Iya deh," balas Selasa pasrah.

"XII-01," teriak penonton seraya bertepuk tangan.

"Eh, XII-01 menang?" tanya Rani kepada cewek sebelahnya.

"Iya kayaknya Ra," jawab Selasa.

"Keren juga Abang gue," puji Rani saat melihat Chiko melambaikan tangan ke arahnya.

Rani dan Selasa menghampiri Chiko untuk memberi selamat. Kemampuan Chiko bermain basket tak diragukan lagi.

"Pangeran mana?" tanya Rani.

"Sekarang pikiran lu Pangeran mulu dah," ujar Chiko.

"Ya terus? Kan lu sendiri yang nyuruh gue buat mikirin Pangeran," balas Rani.

"Oh, jadi lo mikirin gue karena disuruh Chiko bukan karena dari hati," timpal Pangeran yang baru datang.

"Eh," ujar Rani ketika Pangeran tiba-tiba ada di sampingnya."Nggak gitu, Pan."

"Dahlah, gue capek." Pangeran pun meninggalkan Rani.

"Pan," panggil Rani tetapi Pangeran tetap melangkah dan tak mempedulikan Rani."Pangeran Mahardika!"

Rani mengejar Pangeran sambil meneriaki nama cowok itu.

"Ini orang punya masalah apa sih," gerutu Rani.

Pangeran mengulum senyum saat Rani berusaha mengejarnya. Dia begitu hanya ingin tahu seberapa besar sayang Rani. Apa cewek itu peduli kalau Pangeran tiba-tiba cuek.

"Berenti nggak! Kalo lo nggak nurut, gue nggak mau ketemu sama lo lagi," ancam Rani.

Rani menyunggingkan bibirnya kala Pangeran berhenti lalu berbalik menatapnya dengan wajah datar. Melihat itu rasanya Rani ingin menonjok Pangeran.

"Kenapa? Ngambek? Kayak anak kecil aja," cibir Rani.

"Lo ngatain gue kayak anak kecil?" Pangeran bersedekap dada.

"Iya, masalah buat lo? Dikit-dikit ngambek, marah-marah nggak jelas. Terus sekarang natap gue datar banget kayak tembok," sindir Rani.

"Terus lo maunya apa, Ra?" tanya Pangeran.

"Lo yang maunya apa, Pangeran!" kesal Rani, dia tidak tahu kenapa akhir-akhir ini Pangeran sensitif sekali perasaannya.

"Gue mau lo itu sayang sama gue dari hati bukan terpaksa, Rani. Gue tau lo suka sama gue karena kasian," kata Pangeran membuat Rani tersentak.

"Siapa bilang? Gue sayang sama lo dari Hati, Pangeran. Lo kenapa sih? Ada masalah atau gimana?" Rani tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Pangeran.

"Tuh 'kan, lo marah-marah. Berarti nggak sayang sama gue," lirih Pangeran.

"Astagfirullah, gue nggak marah. Harus dengan cara apalagi biar lo tau gue itu sayang sama lo, Pangeran Mahardika yang terhormat." Rani mulai frustasi.

Pangeran Mahardika ✅ [ Sudah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang