Rani bangun subuh sekali sekitar jam empat pagi. Ia berniat menyiapkan bekal sekolah untuk Pangeran. Tidak tahu kenapa dia begitu antusias membuat omelet dan sandwich. Semoga saja cowok itu suka.
"Rani, ngapain pagi-pagi di dapur? Mau sahur?" tanya Dewi yang tidak terbiasa melihat Rani berkutat di dapur.
"Nggak Bu, Rani itu pengen bikinin omelet sama sandwich buat teman Rani yang lagi sakit," jawab Rani sambil mengocok telur yang sudah ia beri bumbu.
"Sepagi ini?" Dewi pun ikut membantu anaknya.
"Iya, soalnya Rani takut kesiangan." Kata Rani lalu melirik jam dinding."Tuh kan, udah mau jam lima."
Rani buru-buru mengambil wajan dan mengoleskan sedikit minyak kemudian dia taruh di atas kompor dengan api sedang. Sambil menunggu omlet matang, ia membuat sandwich dan memotong buah semangka kemudian menatanya pada kotak makan.
Dewi melihat omelet hampir gosong langsung segera membaliknya. Dia menebak-nebak siapa teman yang dimaksud Rani. Pasti cowok, tidak mungkin dia membuatkan semua makanan ini untuk Selasa.
"Bu, Rani nitip dulu ya. Mau mandi soalnya," kata Rani.
"Iya," balas Dewi.
Dengan bersenandung kecil dan langkah yang begitu semangat. Perempuan lahir tanggal 03 maret itu langsung memakai seragam setelah cukup lama di kamar mandi. Tak lupa ia memasukkan beberapa buku catatan ke dalam tas.
"Kayaknya anak Ayah bahagia banget hari ini." kalimat pertama yang dikeluarkan Tahta saat melihat Rani senyum-senyum sendiri.
"Biasalah Tuan Putri pasti sudah mendapatkan Pangerannya," cetus Dewi membuat Rani terperanjat.
"Pangeran?" tanya Rani bingung, tidak mungkin ibunya mengenal Pangeran.
"Iya, nama Rani itu Putri Maharani jadi kalo mau nyari pasangan harus bernama Pangeran," canda Dewi sambil terkekeh pelan sambil menuangkan susu cokelat untuk Rani.
"Harus ya, Bu?" Rani memastikan kalau Dewi hanya bercanda."Soalnya di hati Rani masih ada Arsen, Bu."
"Seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa melupakan Arsen. Ibu yakin pasti ada Pangeran tampan yang datang dan mencintai anak Ibu dengan tulus." Dewi duduk di samping Rani dekat Tahta.
"Masa iya, Pangeran Mahardika." Rani pusing memikirkannya lebih baik berangkat sekolah saja.
"Bu, bekal yang Rani buat tadi udah siapkan?" Rani tidak melihat bekal makanannya ad di meja makan.
"Oh iya, Ibu lupa. Bekal kamu masih ada di dapur. Ibu ambil dulu ya," ujar Dewi ingin beranjak tetapi ditahan oleh Rani.
"Biar Rani aja yang ngambilnya," kata Rani lalu melangkah ke dapur tempat di mana bekal itu berada.
18.30 wib.
Rani buru-buru mengambil tas dan menenteng bekal makanan untuk Pangeran tampan seperti yang Dewi bilang. Kalau dipikir-pikir Pangeran perkataan ibunya memang benar. Mungkin selama ini mata Rani masih tertutup oleh bayang-bayang Arsen. Namun, perlahan tapi pasti Rani akan luluh karena cinta Pangeran Mahardika yang begitu tulus.
"Itu bekal untuk siapa Rani?" tanya Tahta karena tak biasanya anak itu membawa bekal.
"Buat Pangeran, Yah." Rani mencium takzim punggung tangan Tahta dan Dewi bergantian. Dia pun berbisik kepada Tahta,"Tangan Ibu bau terasi."
Tahta tertawa mendengarnya, sedangkan Dewi yang mendengar Rani mengatakan tangannya bau terasi langsung dia sodorkan ke hidung Tahta. Sontak membuat kepala rumah tangga itu ingin muntah. Rani terbahak-terbahak melihat tingkah lucu orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Mahardika ✅ [ Sudah Terbit ]
Teen FictionPERINGKAT 1 DALAM KATEGORI SCIENCE🥇❤ Jangan lupa vote, komen dan share ya guys🌻 Sudah Terbit di Androve Publisher 💦 Terima kasih banyak! ••• National High School of Technology dipenuhi oleh murid cerdas, jenius dan kaya raya. Sekolah yang banyak...