Setelah diantar Chiko pulang, Pangeran langsung merebahkan tubuh di kasur. Sedetik kemudian dia berlari ke toilet dan memuntahkan semua isi perutnya. Tidak ada yang bisa menolong Pangeran karena Prabu masih di rumah sakit. Dia juga tidak punya pembantu hanya ada satpam penjaga rumah. Satu-satunya orang yang bisa diminta bantuan adalah Rey.
Pangeran kembali lagi ke kamar dan mencoba menelepon Rey. Dia tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa selain sepupunya itu. Walaupun punya banyak sahabat tetapi dia merasa tidak enak selalu merepotkan mereka.
"Halo, kenapa Bang?" Suara Rey dari seberang sana sudah mulai terdengar.
"Gue minta tolong lo ke sini ya," pinta Pangeran.
"Iya." Setelah mengatakan itu Rey langsung menutup telepon secara sepihak.
Laki-laki kelahiran 2001 itu meringis ketika merasa ada yang menyayat-nyayat ulu hatinya. Perih sekali, memang salah Pangeran sendiri karena lupa sarapan dan makan makanan pedas tadi malam. Dia beranjak pergi ke dapur untuk meminum air hangat.
"Andai Mama masih ada," gumam Pangeran dengan mata berkaca-kaca."Setelah Mama pergi, hidup Dika berantakan."
Pangeran membuka tudung saji yang di dalamnya terdapat lauk sisa kemarin malam. Dia pun membuangnya ke kotak sampah. Rumah dua lantai hanya dihuni oleh Prabu dan Pangeran. Dari kecil selalu diajarkan mandiri tetapi disatu waktu ia merasa kesepian.
"Dika," panggil Padmi ketika masuk ke rumah mewah milik Prabu.
Pangeran berjalan tertatih-tatih menghampiri Padmi. Kepala dan seluruh badannya terasa sakit sekali. Namun, dia masih bisa tersenyum saat Padmi terlihat dalam jangkauannya. Dia menghela napas pelan dan bersyukur karena Padmi dan Rey datang.
"Mana yang sakit, Nak?" Padmi meletakkan tangannya pada dahi Pangeran."Badan kamu panas."
Rey langsung menuntun Pangeran ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Padmi mengambil handuk kecil dan air untuk mengompres Pangeran.
"Lo udah kasih tau Om Prabu?" tanya Rey.
"Biarin aja, Papa pasti sibuk ngurusin pasiennya," jawab Pangeran.
"Tapi lo lebih penting," kata Rey dengan penuh penekanan agar Pangeran paham kalau Prabu sayang dan khawatir dengan anaknya.
"Nggak! Mama dulu aja waktu sekarat di rumah sakit ditinggalin apalagi gue." Pangeran selalu berpikiran kalau Prabu itu tidak pernah menyayanginya.
"Tante yakin kalau Papa sayang sama kamu," timpal Padmi lalu menghampiri Pangeran dan mengompresnya.
"Kalo Rey lagi sakit pasti ada Tante yang selalu jagain," lirih Pangeran dengan mata kembali berkaca-kaca.
"Tante juga jagain Dika kalo lagi sakit," kata Padmi agar Pangeran tidak sedih.
"Tapi Tante nggak bisa selalu ada buat Dika. Kalo Dika nggak nelpon Rey, mungkin Tante nggak tau Dika lagi sakit." Airmata Pangeran luruh seketika, dia cukup lelah memendam rasa sakit ini sendirian."Dika kangen sama Mama."
"Iya, Tante tau Dika kangen sama Mama. Tapi, Dika harus sembuh dulu biar bisa ziarah ke makam Mama." Padmi tersenyum hangat meskipun sebenarnya dia ingin menangis. "Tante akan selalu jaga Dika."
Rey keluar dari kamar Pangeran karena sudah tak sanggup melihat sepupunya sedih. Selama ini dia merasa kalau Pangeran bahagia, baik-baik saja ternyata ada banyak luka yang tersimpan di lubuk hatinya.
Rey teringat akan kalimat yang dilontarkan Chiko untuknya dua bulan yang lalu.
"Pangeran itu dari kecil udah susah, dia selalu aja mengalah buat orang lain. Gue minta sama lo ikhlasin Rani untuk Pangeran. Bahkan, rasa cinta lo untuk Rani tidak sebanding dengan ketulusan Pangeran yang dari kecil menyimpan rasa untuk Rani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Mahardika ✅ [ Sudah Terbit ]
Teen FictionPERINGKAT 1 DALAM KATEGORI SCIENCE🥇❤ Jangan lupa vote, komen dan share ya guys🌻 Sudah Terbit di Androve Publisher 💦 Terima kasih banyak! ••• National High School of Technology dipenuhi oleh murid cerdas, jenius dan kaya raya. Sekolah yang banyak...