Rasanya masih sukar dipercaya kalau hubungan Mingi dan San telah berakhir. Apalagi saat mereka—tidak, sebenarnya ini keputusan sepihak San—yang mengatakan semuanya tanpa memberikan kesempatan Mingi untuk mengatakan sesuatu. Meski setelah mendengar semua kalimat-kalimat San, rasanya Mingi tidak tahu apakah selama ini hubungannya mereka memang sesalah itu atau hanya karangan lelaki itu untuk membuatnya terkejut dan tidak bisa mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal.
"Ck, kenapa semua orang menyukai meminum ini saat rasanya tidak enak?" gerutu Mingi yang menuang Jack Daniel ke gelasnya dan kemudian menuangkan kola ke gelas yang sama. "Tapi lebih memuakkan, aku yang selalu menertawakan pilihan Yunho untuk mengandalkan alkohol sebagai pelarian juga berakhir melakukan hal yang sama."
Mingi meminum alkoholnya dan kemudian berdecak karena rasanya yang tidak pernah bisa ditoleransinya. Juga karena kepalanya yang semakin merasa pusing dan merasa hal yang Mingi lakukan sekarang adalah kesalahan. Karena nyatanya bukan merasa lebih baik, tetapi Mingi merasa jauh lebih buruk dari sebelumnya.
Sembari memegangi kepalanya, Mingi mencari-cari ponselnya. Pandangannya mulai mengabur—pertanda kalau Mingi mulai mabuk—dan mencari-cari kontak yang hendak dihubunginya. Mingi tidak pernah tahu kalau menghubungi seseorang dalam kondisi seperti ini benar-benar sulit dan mulai menyadari alasan orang-orang yang memutuskan mengemudi saat mabuk.
Mungkin sebenarnya mereka bukannya tidak ingin menelepon supir panggilan untuk mengantarkannya pulang, tapi bahkan untuk menatap ponselnya pun tidak bisa karena semuanya yang berbayang. Meski itu bukan berarti Mingi bisa memaafkan orang-orang yang mengemudi saat mabuk.
Karena itu alasan Mingi kehilangan Ibunya untuk selamanya.
"Argh! Berhenti memikirkan hal-hal melankolis!" teriak Mingi dan menghapus air matanya yang keluar tanpa permisi dengan kasar. Kemudian Mingi menyadari kalau sambungan teleponnya tidak kunjung diangkat, sehingga tanpa sadar berkata, "San, apa tidak bisa kamu mengangkatnya?"
Namun, sampai akhir sambungan telepon yang tidak pernah tersambung kepada San. Meski Mingi mencoba untuk menelpon beberapa kali lagi, tetapi tidak ada yang berubah. Membuat Mingi merasa frustrasi dan melihat gelas yang di genggaman tangannya, lalu melemparkannya ke tembok.
Setidaknya Mingi berada di ruangan privat dan semua sikap gilanya hanya akan dilihat oleh dinding dingin serta muram ini. Gelas yang sudah tidak ada bentuknya karena dilemparnya pun, pada akhirnya akan digantinya. Tidak ada yang dirugikan, tetapi hanya membuat Mingi mendapatkan pandangan kasihan atau meremehkan, tetapi pemilik tempat ini mendapatkan uang dari orang-orang kaya sepertinya.
"Brengsek! Brengsek! Brengsek!" maki Mingi dan menarik gelas baru untuk dimasukkan es serta kola. "Youngkyun brengsek!"
Mingi tahu memaki tidak akan mengubah apa pun, tetapi setidaknya dirinya membutuhkannya untuk mengeluarkan emosinya. Rasanya semua usahanya selama 10 tahun ini untuk San hanya untuk berakhir seperti ini. Mereka selesai dan Mingi tahu ini karena Youngkyun yang kembali ke dalam kehidupan San.
Ternyata, meski Mingi menggunakan usahanya untuk menjauhkan mereka, tetap pada akhirnya Youngkyun menemukan cara untuk kembali dan mengambil San darinya. Mingi berdecak dan meminum kolanya yang dingin karena es batu yang dimasukkan terlalu banyak ke gelasnya. Setidaknya gelembung soda dari kola tersebut cukup untuk membuat mata Mingi kembali terbuka.
"Brengsek!"
Mingi masih mencoba menelepon San, tetapi setiap dering telepon yang berlalu tanpa ada tanda diangkat, semakin membuatnya merasa depresi. Karena Mingi tidak mau hubungan mereka berakhir dan justru San secara sepihak mengakhirinya, tanpa memberikannya kesempatan untuk memproses serta memperbaiki semuanya.
Sampai akhir, San tidak bisa dihubungi. Setelahnya, Mingi tidak ingat apa yang terjadi karena semuanya gelap. Saat kembali membuka mata, Mingi sudah berada di mobil dan melihat dengan samar lampu jalanan yang dilewatinya. Meski Mingi seharusnya mulai panik karena berada di situasi tersebut, nyatanya kedua matanya memutuskan untuk menutup kembali.
Saat membuka matanya lagi, Mingi merasakan kepalanya yang begitu sakit. Berusaha untuk bergerak ke sisi tempat tidurnya untuk membuatnya bisa duduk dan berjalan mengambil air, tetapi kemudian menyadari kalau Mingi sekarang bukan berada di rumahnya. Kebingungan, Mingi mencoba mengingat yang terjadi tadi malam dan justru semakin membuat kepalanya sakit.
"Berapa lama lagi aku harus memegang gelas ini, Mingi?" suara itu membuat Mingi segera menoleh dan melihat Kakak tirinya, Siyeon. Tengah menyodorkan segelas air mineral dan wajahnya tidak menampilkan ekspresi apa pun. Melihat perempuan itu membuat Mingi merasa kesal, tetapi Siyeon tampaknya tidak peduli dan akhirnya sedikit membungkuk untuk menarik sebelah tangannya sehingga menggenggam gelas yang disodorkannya sejak tadi. "Minum dan setelah ini kita perlu berbicara."
"Bagaimana jika aku tidak mau berbicara denganmu?"
"Kalau begitu, setidaknya bersikaplah seperti orang dewasa yang tidak merepotkan orang lain." Siyeon menatap Mingi, kemudian menghela napas panjang. "Minum alkohol sepanjang minggu ini dan berakhir tidak hadir di rapat penting. Kamu pikir, itu akan membuatmu terlihat lebih baik di mata Abeoji, Mingi?"
"Bukankah itu lebih menguntungkanmu? Aku anak lelaki yang tidak berguna di mata Abeoji dan berakhir menyerahkan semuanya kepadamu."
"Mingi...."
"Kamu bahkan bukan anak kandung Abeoji dan kita bersaudara hanya karena memiliki Ibu yang sama!" teriak Mingi yang emosi, kemudian meminum air yang ada di tangannya.
Namun, setelah air tersebut sisa setengahnya, Mingi terbelalak karena menyadari hal yang dikatakannya barusan. Tidak menyadari kalau tangan yang memegang gelas sekarang gemetaran dan sekarang tidak berani memandangi Siyeon.
"Mingi...," panggil Siyeon yang nada suaranya tidak berubah dan justru itu membuat Mingi merasa bersalah sekaligus kesal, "aku pikir kamu sudah paham alasanmu berakhir dengan San. Ternyata aku salah mengharapkanmu untuk mengerti hal yang perlu diubah darimu."
Mendengar itu membuat Mingi mendelik ke arah Siyeon, tetapi perempuan itu sudah berjalan keluar kamar. Saat sudah berada di pintu, Siyeon berbalik untuk menatap Mingi, lalu berkata, "Aku sudah mendengar semuanya dan aku rasa, sebenarnya San bukannya tidak pernah mencintaimu seperti perkataannya kepadamu. Tapi kamu sendiri yang mendorongnya untuk pergi dari hidupmu, Mingi."
"Berhenti untuk ikut campur seolah kamu tahu semuanya tentangku!"
"Kalau begitu, berhentilah mendekati alkohol saat itulah penyebab kita kehilangan Eomma, Mingi."
Mingi hendak mengatakan sesuatu, tetapi Siyeon menutup pintu kamar. Membuat Mingi mengacak-acak rambutnya, lalu berteriak karena marah kepada semuanya.
Marah kepada diri sendiri karena terus mengatakan hal buruk tanpa bisa dikontrolnya dan kemudian menyesalinya.
Marah kepada Siyeon, karena dia tidak pernah terlihat marah saat diperlakukan tidak benar, padahal itu bukanlah respon yang seharusnya.
Marah kepada dunia, karena Mingi harus kehilangan Ibunya di usia yang penuh gejolak karena tidak tahu harus menavigasikan hidupnya seperti apa. Meski kalau kehilangan di usianya sekarang mungkin tidak akan bisa Mingi terima.
Karena tidak ada anak yang siap ditinggalkan oleh orang tua yang disayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]
FanfictionApakah benar akhir bahagia itu eksis? Saat dunia San yang mulai berjatuhan karena melepaskan semua topeng sandiwaranya. DISCLAIMER: • Ateez, SF9 & The Boyz Fanfiction [Minsan, Hwisan & Haksan] • Multiple chapters • Untuk NaNoWriMo 2022 • Start: 01/1...