Meski tahu penyesalan tidak akan mengubah apa apun, tapi rasanya menghentikan emosi tersebut sia-sia. Karena sekarang adalah momen yang tidak pernah diharapkan oleh Haknyeon terjadi untuk kedua kalinya, tetapi dunia bukanlah tempat yang baik untuk berharap.
Katanya, kehilangan seorang ibu bagi anak laki-laki akan mengubah pandangan kepada dunia. Akan tetapi, Haknyeon tidak siap untuk menghadapi ini. Tidak ada anak yang siap dengan kenyataan ditinggalkan selamanya oleh orang tuanya, termasuk Haknyeon.
Siapa yang bilang Haknyeon siap kehilangan cinta pertamanya?
"Haknyeon...," panggilan Hyoyeon membuatnya menoleh dan menatap kembarannya yang terlihat khawatir, kemudian mendengar, "jangan menyalahkan dirimu, oke."
"Tapi seharusnya aku bisa...."
Hyoyeon tidak membiarkan Haknyeon menyelesaikan ucapannya dan berkata, "Haknyeon, kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik. Eomma pasti bangga kepadamu."
Apa itu benar?
Apakah Ibunya benar-benar bangga kepada Haknyeon saat dirinya sibuk bekerja di Seoul? Apalagi saat memiliki waktu luang, bukan digunakan untuk pulang untuk menengok Ibunya, tetapi justru bersama seseorang yang menjadi milik orang lain. Dulu, Haknyeon merasa dirinya tidak akan melewati batasan dengan kebersamaan mereka, akan tetapi pada akhirnya tidak seperti itu.
"Oppa...," panggil Haerin yang membuatnya menoleh dan melihat adiknya itu tampak sembab karena begitu banyak menangis. Haknyeon baru akan bertanya ada apa, akan tetapi Haerin berkata, "jangan menyalahkan diri, Haknyeon Oppa. Karena Eomma sedih kalau tahu Oppa melakukan itu."
"Akan aku coba, Haerin."
"Jangan akan dicoba, tapi dilakukan."
Haknyeon hanya bisa tersenyum, meski sebenarnya hatinya tidak sejalan dengan sikapnya itu. Rasanya dunia Haknyeon runtuh saat Ibunya meninggal tengah malam tadi. Meski dikelilingi oleh Hyoyeon, Haknyeon dan Haerin pada saat terakhir Ibunya, sulit untuk tidak merasa menyesal.
Meski tahu sebanyak apa pun perandaian yang Haknyeon buat tidak akan mengubah kenyataan, akan tetapi untuk saat ini dirinya tidak bisa menahan hal itu. Haknyeon sudah pada titik maksimalnya untuk terlihat kuat di depan kedua saudarinya, jadi setidaknya biarkan pikirannya berkelana pada sisi negatif untuk saat ini.
Karena manusia perlu melepaskan dirinya sesekali untuk merasakan semua emosi negatifnya. Itu adalah bagian dari penerimaan diri dari kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Akan tetapi, ironinya Haknyeon sekarang teringat dengan San yang seringkali memberitahukannya tentang cara mengurusi jiwanya sebagai seorang manusia dan bukan sebagai seorang dokter yang menyembuhkan pasien.
Haknyeon yakin, San sekarang marah besar dan membencinya karena membiarkan lelaki itu menjadi orang terakhir yang tahu tentang berhentinya dari rumah sakit. Alasan sebenarnya Haknyeon melakukannya bukan karena membenci San atau sengaja menghindarinya-meski kondisi hubungan mereka yang aneh belakangan ini-akan tetapi karena Haknyeon tahu jika memberitahukan secara langsung bisa membuatnya merasa goyah.
Karena Haknyeon lebih dari tahu, kelemahannya adalah San.
Haknyeon memejamkan matanya, mencoba menenangkan kepalanya. Kemudian Haknyeon membuka matanya dan melihat Hyoyeon dan Haerin yang terlihat mengkhawatirkannya. Refleks Haknyeon yang selalu tersenyum untuk menyakinkan semuanya terkendali, sekarang terasa sebagai sesuatu yang menjengkelkan.
"Kalian pulanglah. Aku akan berjaga di sini."
"Tapi...."
Ucapan Haerin tidak selesai karena Hyoyeon berkata, "Oke, aku akan membawa pulang Haerin. Dia perlu istirahat dan makan."
"Aku tidak mau meninggalkan Haknyeon Oppa sendirian di sini!"
"Ju Haerin, kamu belum ada makan hari ini." Hyoyeon mencoba memberikan pengertian kepada Adiknya itu. "Aku tahu kamu tidak bisa makan masakan orang lain. Jadi, ayo pulang."
"Aku tidak lapar!"
Tepat setelah ucapan Haerin itu, suara perut perempuan itu terdengar kencang. Wajahnya terlihat kesal, membuat Haknyeon tersenyum dan mengusap pelan kepala Adik perempuannya itu.
"Pulanglah, Haerin. Oppa yakin Eomma tidak akan senang melihatmu sakit karena tidak makan dengan benar."
"Tapi ... tapi...."
Haerin yang terlihat hendak menangis membuat Haknyeon terdiam dan Hyoyeon yang menarik Adik perempuannya itu untuk menangis di pelukannya. Isakan Haerin yang terdengar memilukan itu membuat hati Haknyeon terasa sakit dan sebelah tangannya hanya bisa mengusap-usap kepala Adik perempuannya.
Pada akhirnya Haerin mau pulang dengan Hyoyeon. Rumah duka pada tengah malam memang sepi dan hanya ada Haknyeon di sini. Karena Haknyeon meminta sanak saudara dari pihak Ibunya untuk pulang karena mengkhawatikan kesehatan mereka. tidak ada sanak saudara dari pihak Ayahnya yang datang. Selain karena mereka tinggal di negara lain, juga karena Haknyeon tahu jika pernikahan kedua orang tuanya ditentang dari pihak keluarga Ayahnya.
Salah satu alasan Ibunya yang selalu bilang jika apa pun pilihan anak-anaknya akan selalu didukung. Meski entah apa Ibunya benar-benar mendukung pilihan Haknyeon yang menyukai laki-laki, karena bahkan sampai beberapa jam sebelum Ibunya meninggal dia berharap bisa melihatnya menikah dan memiliki anak.
Membuat Haknyeon merasa cinta, ekspetasi dan realitas tidaklah sesuai dan itu cukup membuatnya tertekan. Apalagi sampai akhir, Haknyeon tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya kepada Ibunya karena takut membuat kesehatannya memburuk karena keterkejutannya.
Haknyeon memejamkan matanya dan menyadarkan tubuhnya kepada dinding di belakangnya. Kehilangan Ibunya dan melepaskan San dalam hidupnya cukup membuatnya berantakan secara fisik serta mental. Apalagi dua hal yang merupakan hal terpenting bagi hidupnya itu terjadi dalam waktu yang berdekatan dan saat ini Haknyeon tidak kehilangan kewarasan adalah hal yang menakjubkan.
Suara langkah membuat Haknyeon dan membuatnya perlahan membuka matanya. Meski Haknyeon tahu tidak mungkin San ada di sini, akan tetapi kepalanya otomatis memikirkan nama lelaki itu karena suara langkahnya. Saat memfokuskan pandangannya, Haknyeon melihat sosok San yang berada di depannya. Membuat Haknyeon mendongakkan kepalanya untuk menyakinkan bahwa itu adalah San.
Namun, sebelah tangannya ditarik dengan kasar dan dipaksa untuk berdiri. Haknyeon masih bertanya-tanya sosok di depannya adalah nyata atau bukan, saat San tiba-tiba menamparnya. Tindakan yang membuat Haknyeon menyadari jika lelaki di depannya adalah San dan dia nyata.
"Haknyeon, kamu ... kamu...," ucap San yang terbata-bata, meski wajahnya terlihat kemarahan yang Haknyeon bisa mengerti.
Akan tetapi, Haknyeon tidak bisa mengerti saat San menangis di depannya. Refleks Haknyeon tentu menarik San ke dalam pelukannya dan pada akhirnya pertahanan Haknyeon runtuh. Pada akhirnya Haknyeon ikut menangis bersama San, karena tubuhnya sudah tidak mampu untuk terlihat kuat.
Tidak dengan kondisi Haknyeon yang belum tidur sejak 2 hari yang lalu. Juga dengan gelombang demi gelombang pemikiran Haknyeon yang silih berganti berpindah pusatnya antara Ibunya serta San. Dua orang yang sama-sama penting bagi Haknyeon dan ada banyak penyesalan yang terus menghantamnya setiap memikirkan keduanya.
"Haknyeon, jangan menyimpan semuanya sendirian." San mengucapkan itu dengan lirih. "Kamu juga manusia, bukan pahlawan untuk semua orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]
FanfictionApakah benar akhir bahagia itu eksis? Saat dunia San yang mulai berjatuhan karena melepaskan semua topeng sandiwaranya. DISCLAIMER: • Ateez, SF9 & The Boyz Fanfiction [Minsan, Hwisan & Haksan] • Multiple chapters • Untuk NaNoWriMo 2022 • Start: 01/1...