38 - Memang Lebih Mudah Marah Kepada Orang Lain daripada Merefleksikan Diri

14 3 0
                                    

San kembali menghela napas dan memandang kantong plastik yang dipegangnya. Kemudian menatap pintu apartemen Jongho—yang merupakan hadiah ulang tahun dari Ibunya saat umur Adik tirinya itu 17 tahun—dan tempat ini memiliki banyak kenangan untuk San. Terutama di saat San yang berseteru dengan orang tuanya karena pilihannya menjadi dokter dan bukan melanjutkan bisnis seperti harapan Ibunya.

Dahulu, San pikir Ibunya yang marah kepada keputusannya karena tidak mau membiarkan harta keluarga jatuh kepada Jongho. Baru dua tahun belakangan ini San mengetahui hal yang sebenarnya tentang alasan Ibunya yang menentang pilihannya.

Karena perempuan yang Ayahnya cintai—notabene adalah Ibu kandungnya Jongho—adalah seorang dokter. Mungkin Ibunya—meski tidak mau mengakuinya secara gamblang—memiliki trauma dengan hal tersebut karena Ibunya yang tahu sampai akhir tidak pernah dicintai oleh Ayahnya.

Alasan klasik, mereka menikah karena perjodohan.

Karena alasan lainnya, yaitu Ibunya yang tidak mau membebani Jongho dengan tanggung jawab keluarga. Meski San sebenarnya sampai sekarang tidak begitu paham alasan Ibunya tetap merawat Jongho saat Adik tirinya merupakan bukti nyata dari rasa sakit yang Ayahnya lakukan. Apalagi dengan kenyataan Ayahnya yang tidak mempedulikan Jongho akibat perempuan yang dicintainya meninggal saat melahirkan Adik tirinya itu.

San tahu manusia itu pada dasarnya egois, tetapi tidak menyangka Ayahnya akan melakukan keegoisan yang kekanakan seperti itu. Padahal bukan kesalahan Jongho untuk berada di dunia dan membuat Ibunya meninggal saat melahirkannya. Dua orang dewasa tersebut yang memutuskan untuk memiliki anak, tetapi saat terjadi sesuatu yang salah justru menyalahkan anak yang sejak awal tidak bisa memilih orang tuanya.

"Terkadang, aku tidak tahu harus membencimu atau kasihan denganmu." Suara San itu membuat Yunho menoleh. Meletakkan kantong plastik yang menampilkan dua kotak besar yang bertuliskan nama restoran ayam goreng. "Jongho tidak akan datang malam ini. Dia ada pekerjaan penting yang tidak bisa ditinggalkan."

"Aku tahu, San."

"Kalau bukan karena dia memintaku untuk membelikanmu ini, aku juga tidak mau berada di sini." San hanya menghela napas, kemudian menatap sekitarnya. "Aku tahu kamu seumur hidup tidak pernah diajarkan membereskan sesuatu, Yunho. Tapi apa sesulit itu untuk menyewa seseorang untuk membersihkan apartemen ini?" kemudian San menatap Yunho dan lagi-lagi menghela napas. "Apa kamu membuat Adikku kalau kemari menjadi tukang kebersihkan juga?"

"Nanti aku membereskannya, San. Jadi berhenti mengucapkan hal menyebalkan."

San menatap Yunho selama beberapa saat, kemudian berdecak sembari menggelengkan kepalanya. "Sampai detik ini, aku masih tidak paham apa bagusnya dirimu? Sampai Jongho membuang pacarnya saat di Amerika sana hanya demi dirimu."

San tahu mengatakan hal barusan sama dengan mencari masalah dengan Yunho. Namun, San tidak takut dengan hal-hal yang bisa dilakukan oleh Yunho kepadanya. Juga karena bisa dibilang, San yang masih dongkol dengan kejadian siang ini sehingga memutuskan untuk melampiaskannya kepada Yunho.

Tentu itu berhasil, karena sekarang Yunho menatapnya marah.

"Berhenti membandingkanku dengan Juyeon, Choi San!"

"Apa aku menyebutkan namanya tadi?" tanya San yang menatap Yunho dengan tatapan menilai, lalu melengos. "Tapi kalau dirimu kesal, baguslah. Setidaknya masih menyadari kalau dirimu sebenarnya tidak layak untuk bersama dengan Adikku."

"Dia Adik tirimu, bukan benar-benar Adikmu, San!"

San yang mendengarnya langsung mencengkram kerah baju Yunho. Mereka yang saling menatap dengan jarak sedekat ini dan San melihat tatapan Yunho yang terlihat bersalah. Tentu Yunho harus merasakannya, karena dia mengatakan hal yang tidak seharusnya dikatakan. Meski itu memang kenyataannya, San tidak akan menerima jika Jongho mendengarnya secara langsung.

"Kamu tidak berhak untuk berkomentar seperti itu saat dirimu juga mengalami hal yang sama."

San mengatakannya sembari mendelik. San sedikit lagi akan meninju wajah Yunho—karena sebelah tangannya sudah terangkat untuk melakukannya—tetapi kemudian dia memutuskan untuk menghempaskannya. Membuat Yunho terbatuk dan memegang lehernya.

Tetapi San puas karena melakukannya kepada Yunho.

"Aku benar-benar tidak mengerti, apa bagusnya dirimu, Yunho? Aku bahkan benar-benar lebih tidak bisa mengendalikan emosiku setiap melihatmu."

"Choi San...."

San sengaja memotong perkataan Yunho, masih mendelik. "Apa? Merasa tidak bisa menerima karena aku mengatakan kenyataan kepadamu?"

"Aku...."

"Sebenarnya aku juga tidak mau mendengarkan penjelasanmu." San kembali memotong perkataan Yunho dan bisa melihat ekspresi kesal lelaki itu. "Kamu tahu, Yunho. Kehidupanmu memang pantas dikategorikan sebagai penderitaan, tetapi bukan berarti itu menjadikanmu pantas melakukan tindakan sesuka hatimu."

"Aku tidak melakukan sesuka hatiku!"

"Lantas kenapa selalu merasa pantas untuk mendapatkan pemakluman atas semua sikapmu karena semua penderitaan yang telah dilalui?" tanya San yang membuat Yunho mendesis, terlihat kesal. Namun, San kemudian melengos dan berkaca pinggang. Merasa tidak ada gunanya untuk melampiaskan kemarahan kepada Yunho lebih lama. "Kamu memang menderita Yunho, tetapi semua orang juga memiliki penderitaannya masing-masing. Berhenti bersikap kamu adalah orang yang paling malang di dunia ini."

"Choi San!"

"Apa kamu kesal karena aku mengatakan yang sebenarnya?"

"Jangan memposisikan aku seperti orang yang memanipulasi semua orang dengan hal yang terjadi pada hidupku!"

"Tapi bukankah itu kenyataannya?" tanya San, kali ini menatap Yunho tanpa ekspresi. "Kamu pikir, kenapa Seonghwa pergi darimu?" Melihat ekspresi Yunho yang berubah frustrasi, San menghela napas panjang. "Atau kenapa pada akhirnya, Mingi dan Yeosang mengambil jarak darimu?"

Seharusnya, Yunho bisa menjawab perkataan San. Namun, melihat tatapan Yunho menjadi kosong dan Yunho tidak mengatakan apa pun, membuatnya menghela napas panjang. Karena bertengkar dengan Yunho—yang mana sebenarnya setengahnya adalah San yang sengaja memancing perkara dengan lelaki itu sebagai pelampiasan emosinya—membuatnya merasa kekanakan.

"Setidaknya, ada satu manusia yang masih percaya kalau dirimu orang baik, Yunho." Perkataan San membuat Yunho menatapnya. Kemudian San melanjutkan perkataannya, "Orang tersebut jelas bukan aku, tapi camkan ini baik-baik. Aku benar-benar akan membuatmu berada di dalam tanah kalau menyakitinya."

Tidak ada yang Yunho katakan, bahkan sampai San akhirnya pergi dari apartemen. Sebenarnya San seharusnya pulang ke rumah, membersihkan diri dan langsung tidur. Bukan mengemudikan mobilnya ke apartemen Haknyeon karena memang berada satu blok dari apartemen Jongho.

Apalagi karena meski San berusaha mengabaikan fakta bahwa Haknyeon mengikutinya, tetapi tidak bisa. Karena pada akhirnya, San merasa tidak bisa dengan semua omong kosong seperti ini. San benar-benar memerlukan penyelesaian antara dirinya serta Haknyeon.

Meski sebenarnya San takut dengan apa yang menantinya.

Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang