25 - Butuh Tamparan Realitas untuk Membuatnya Tersadar Maknanya dalam Hidup

19 5 0
                                    

"San, kamu tidak apa-apa?"

Pertanyaan Seonghwa membuat San menoleh, lalu tersenyum. Kemudian melihat jelas kalau Seonghwa mengernyit, kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali sembari bergumam menanyakan apa yang salah kepada dirinya sendiri. Rasanya San hendak tertawa, karena pasti aktingnya begitu buruk hingga orang yang paling tidak peka seperti Seonghwa bisa melihat bahwa dirinya yang tengah tidak baik-baik saja.

"Bagaimana kabarmu, Seonghwa Hyung?" tanya San yang tidak berniat berbohong untuk keadaannya, tetapi terlalu malas untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. "Aku harap Seonghwa Hyung benar-benar menikmati waktumu dan tidak memikirkan hal yang tidak perlu."

Namun, melihat reaksi Seonghwa yang tampak tidak yakin mengatakan sesuatu atau tidak dan sepertinya lelaki yang lebih tua darinya itu tidak menyadari jika menghindari tatapan dari San. Membuatnya hanya tersenyum, karena tentu mengharapkan Seonghwa jujur mengatakan apa yang dirasakan kepada San adalah hal yang mustahil.

Bahkan sebenarnya San tidak begitu yakin dengan keputusan Seonghwa untuk menikah dengan Hongjoong. Bukan karena San mendukung Seonghwa untuk bersama Yunho selamanya—dia tidak sejahat itu untuk buta apa yang dilalui oleh lelaki itu—tetapi waktu yang dilalui Seonghwa bersama dengan Hongjoong tidaklah selama itu. Juga dengan Seonghwa yang belum sepenuhnya sembuh dari masa lalunya yang membuat San merasa tidak yakkin dengan keputusan lelaki itu untuk menikah.

Namun, San hanyalah orang luar dan opininya tidak akan memberikan pengaruh baik kepada Seonghwa jika diucapkan sekarang. Jadi lebih baik San menyimpannya sendiri dan hanya bisa melakukan yang terbaik untuk Seonghwa saat memutuskan untuk terbuka dengannya.

"Aku...," ucapan Seonghwa membuat San menatap lelaki itu, tetapi dia kembali ragu dan memutuskan untuk menuang teh ke cangkirnya, padahal masih ada teh yang ada di sana, kemudian mendengar gumaman, "Seonghwa, harusnya kamu tidak menuang lagi ke cangkir."

"Apa Seonghwa Hyung baik-baik saja?"

Seonghwa mendengar pertanyaan San terkejut, lalu memasang wajah panik. San hanya tersenyum—meski rasanya sulit untuk menahan diri untuk tidak menghela napas karena tahu itu akan menjadi pemicu Seonghwa untuk berpikir negatif—dan menunggu Seonghwa untuk menjelaskan apa yang terjadi.

Namun, sebenarnya San tidak berharap jika Seonghwa akan melakukannya hari ini.

"Seonghwa Hyung, apa aku boleh bercerita?" tanya San yang membuat Seonghwa menatapnya dan tatapannya yang terlihat penasaran membuatnya tersenyum. "Sebelum Seonghwa Hyung berpikir ini cerita tentang membandingkanmu dengan orang lain yang aku tangani, aku tidak melakukan hal itu."

"Oh...," ucap Seonghwa yang menganggukan kepalanya, "terima kasih atas pengertian tentang hal itu."

"Aku rasa tidak ada yang suka dibandingkan, Seonghwa Hyung."

Seonghwa mengangguk dan San yang sekarang mulai merasa ragu. Karena baik Seonghwa dan Wooyoung tidak tahu eksistensi Haknyeon, padahal San tidak pernah merencanakan untuk melakukan hal tersebut.

"San, kamu tidak apa-apa?" tanya Seonghwa yang terlihat khawatir, mungkin karena diamnya San.

"Aku bohong kalau mengatakan bahwa aku tidak apa-apa, Seonghwa Hyung," ucap San yang semakin tersenyum lebar saat melihat Seonghwa mengernyit, semakin terlihat kebingungan, "aku tengah memikirkan seseorang."

"Umm ... apa tentang Mingi?"

"Sayangnya tidak."

"Huh?"

San masih tetap tersenyum dan pada akhirnya sudah lelah untuk menahan diri untuk tidak menghela napas. Akhirnya San menghela napas, kemudian berkata, "Namanya Haknyeon dan baik Seonghwa Hyung dan Wooyoung tidak mengetahui eksistensinya ... padahal aku tidak pernah merencanakan untuk seperti itu."

Seonghwa terlihat hendak bertanya, kemudian San melihat lelaki itu meminum tehnya hingga habis, lalu kembali menuangkan the ke cangkirnya. Sepertinya Seonghwa benar-benar berusaha untuk tidak bertanya dan mendengarkan cerita San hingga selesai, meski dari ekspresi wajahnya terlihat ada banyak tanya yang hendak dikatakannya.

"Kami mengenal sejak hari pertama masuk perkuliahan. Aku benar-benar tidak paham kenapa kalian bisa tidak bersinggungan dengannya atau aku yang tidak pernah menyebutkan namanya kepada kalian selama ini," ucap San, kemudian kembali menghela napas panjang, "aku memikirkannya karena ternyata untuk pertama kalinya, aku benar-benar takut untuk menentukan sikap dengannya."

"Hah? Tidak, maksudku...."

San hanya tertawa dan membuat Seonghwa yang hendak menjelaskan reaksinya, terhenti. Menatap San dengan keryitan semakin dalam karena meski melihat San tertawa, tetapi wajahnya terlihat seperti tertekan.

"Selama ini, aku selalu berpikir bahwa orang yang aku inginkan adalah Youngkyun, Hyung...," ucap San yang membuat Seonghwa mengerjapkan matanya, kebingungan karena tidak tahu siapa yang dimaksudkan oleh San, "Oh benar, Seonghwa Hyung tahu namanya sebagai Hwiyoung, ya. Bukan nama aslinya, Youngkyun."

"Maaf, San."

San menatap Seonghwa, tersenyum. "Jangan meminta maaf untuk hal di luar kuasamu, Seonghwa Hyung." Kemudian, San menghela napas, "Tapi ternyata, saat menyadari orang yang aku sakiti selama ini bukan hanya Mingi, tetapi Haknyeon membuatku mulai limbung. Apalagi saat tahu dia akan pergi menjauh."

"Akan pergi menjauh ... maksudnya bagaimana?"

"Dia memutuskan resign dari rumah sakit, Seonghwa Hyung."

"Kalian satu rumah sakit juga?"

Kalau ini keadaan biasa, San mungkin akan kesal karena setiap ceritanya terus mendapatkan pertanyaan baru. Namun, mengingat Seonghwa memang tidak tahu eksistensi Haknyeon dan tahu pada dasarnya Seonghwa sebenarnya orang yang mudah penasaran—meski sebelum berpisah dari Yunho, lelaki itu menekan sisi ini—dan itu tidak bisa membuatnya merasa kesal.

Mungkin, sebenarnya San merasa lega karena mendengar Seonghwa yang seperti ini. Karena tandanya Seonghwa masih peduli dengan San karena terus mengajukan pertanyaan setiap mendengarkan potongan-potongan kisah yang sedang dibagikannya.

"Seonghwa Hyung mungkin sukar percaya mendengar ini, tapi aku benar-benar lebih banyak bersamanya daripada bersama Mingi selama menjadi tunangannya," ucap San, kemudian tertawa karena merasa ironi, "dan aku baru menyadari hal itu sekarang. Ternyata aku benar-benar tidak bisa membayangkan akan terpisah darinya atau dengan fakta ucapannya yang selalu bilang aku temannya bukan hanya menjengkelkan bagiku, tetapi untuknya."

"San...."

San menatap Seonghwa, menunggu lelaki itu untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada. Hal itu tidak membuat San kesal, karena mengingat sikap Seonghwa sekarang adalah hal yang memang sedang diusahakan untuk diubah intensitasnya jika berada dalam situasi sejenis seperti ini.

"Aku mungkin seharusnya tidak bilang ini kepadamu, Seonghwa Hyung," ucap San yang masih tetap tersenyum, "karena seperti yang aku bilang tadi, tidak ada orang yang suka dibandingkan." Kemudian San berhenti tersenyum dan menatap Seonghwa, lalu berkata, "Meski sebenarnya aku merasa ragu apakah pilihan Seonghwa Hyung untuk menikah itu terlalu cepat atau tidak, tetapi setidaknya itu lebih baik dariku."

"Kenapa San berkata seperti itu?"

"Setidaknya Seonghwa Hyung berani menentukan pilihan dan menyadari sanggup menanggung semua konsekuensinya." San menatap Seonghwa, kemudian menghela napas lagi, seolah yang diceritakannya adalah suatu beban, meski memang itulah kenyataannya. "Sementara aku yang tidak bisa menentukan pilihan, tetapi juga tidak mau menanggung konsekuensi dari pilihan untuk tidak memilih itu."

"San, tapi aku...."

"Seonghwa Hyung, maaf aku memotong perkataanmu sekarang," ucap San yang menatap Seonghwa, kemudian tersenyum, tetapi kali ini benar-benar tulus, "tapi aku juga manusia, sama sepertimu. Aku mungkin dokter yang diajarkan untuk menentukan sikap dan memberikan arahan kepada pasien yang datang kepadaku untuk kondisi jiwanya yang lebih baik, tapi bukan berarti aku tidak bisa mengalami apa yang pasienku alami."

Seonghwa menatap San cukup lama, kemudian sebelah tangannya menepuk-nepuk puncak kepalanya. San tentu tidak menduga akan mendapatkan reaksi seperti itu dari Seonghwa.

Apalagi mendengar, "Terima kasih karena kamu mau bercerita dan percaya kepadaku, San."

Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang