"San, berhenti bersikap semaumu." Teguran Ibunya hanya membuat San menatap perempuan itu dengan berbagai gelombang emosi yang tidak bisa dikatakannya. "Jika dirimu memiliki masalah dengan Mingi, bicarakan dan bukan memutuskan mengakhiri hubungan kalian."
Rasanya San ingin tertawa mendengar perkataan Ibunya. Atau mungkin seharusnya San menertawakan dirinya sendiri, karena ternyata sandiwaranya selama ini begitu baik hingga bisa menipu orang yang biasanya tidak bisa dibohongi. Namun, pada akhirnya San memutuskan untuk diam dan mendengarkan perkataan Ibunya.
"Kalian benar-benar membuatku pusing," perkataan Ibunya membuat San kembali menatap perempuan tersebut, kemudian menyadari jika Ibunya tengah memegangi sebelah kepalanya, "kenapa kalian keras kepala untuk bersama orang yang tidak tepat?"
"Bagaimana Eomma tahu jika orang tersebut tepat atau tidak jika tidak mencobanya?" tanya San yang membuat Ibunya menatapnya. "Juga, bukankah seharusnya perkataan itu juga Eomma katakan kepada diri sendiri saat Abeoji masih hidup?"
"Choi San!"
"Saya masih mengingat nama lahir saya, Eomma."
Perempuan itu mendelik, kemudian menghela napas panjang. Sebenarnya, San akan menduga mereka akan berkelahi seperti biasanya. Tidak setenang sekarang dan pada akhirnya, San ditinggalkan sendirian di ruang perpustakaan. Satu-satunya ruangan yang benar-benar dicintai oleh Ibunya, karena San tahu hanya di tempat tersebut, Ibunya bisa menjadi dirinya sendiri dan tidak perlu menggunakan semua topeng sandiwaranya di hadapan semua orang.
"Haah...," San melengos, kemudian memandangi sekitarnya. Tidak ada foto Ayahnya di ruangan ini, padahal jika di luar ruangan ini, Ibunya bersikap seperti perempuan yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk orang yang bahkan tidak pernah mencintainya sedetik pun, "kenapa kita menyukai berpura-pura menyesuaikan ekspetasi semua orang saat itu bukan yang diinginkan?"
Setelah duduk beberapa saat, akhirnya San keluar dari ruangan perpustakaan ini. Di jalan menuju keluar rumah, San bertemu dengan Hyojung yang terlihat kesal. San tidak bertanya alasannya, tapi tahu ini pasti karena melihat Ibu mereka yang kesal karenanya.
"San, apa harus caranya seperti ini?" tanya Hyojung yang baru akan ditanya oleh San apa maksudnya, kalau tidak mendengar kelanjutannya, "Apakah versi kebahagiaanmu harus menyakiti orang lain dan tetap terpaku di masa lalu?"
"Memangnya jika aku tetap bersama Mingi, apakah ada jaminan aku merasa bahagia?"
"San...."
"Noona, aku lelah," ucap San, kemudian menghela napas panjang, "bersandiwara selama ini sudah cukup untuk membuatku sadar bahwa tidak semuanya bisa menggunakan prinsip 'fake it until make it'." Lalu menatap Hyojung yang terlihat dilema, hal yang bisa San pahami karena Kakaknya selalu memilih Ibunya, meski pendapatnya yang bertentangan dengannya. "Aku hanya mau mendapatkan kebahagiaanku. Apakah aku salah aku ingin mendapatkannya setelah aku hanya mengikuti harapan semua orang dan bukan harapanku?"
"Caramu yang salah, San."
"Menurut Noona, jika waktu itu Eomma dan Abeoji tidak menentangku masuk kedokteran, apakah aku akan berakhir seperti ini?" tanya San yang membuat Hyojung tidak berani menatapnya. Itu adalah tanda paling mudah jika Hyojung tidak bisa menjawab karena itu adalah kenyataannya. "Saat satu-satunya pilihanku untuk bisa mendapatkan mimpiku hanyalah bersama Mingi, apakah aku punya pilihan untuk tetap bersama Youngkyun?"
"Caramu tetap salah, San."
"Mudah untuk menilai seseorang baik atau jahat, Hyojung Noona."
San yang memandang ke sembarang arah dan sialnya justru membuatnya memandang potret keluarganya yang terakhir sebelum Ayahnya meninggal. Rasanya aneh melihat Jongho ada di sana, setelah selama ini Ayahnya menolak untuk memasukkan Adik tirinya itu di potret keluarga. Karena tidak bisa menerima kenyataan cinta pertamanya yang mati saat melahirkan Jongho.
Dulu, San berpikir kalau Ayahnya adalah mahluk paling egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Hanya menginginkan Ibu Jongho, tetapi tidak mau menerima Jongho sebagai bagian dari hubungan tersebut hanya karena akhir bahagia versinya tidak berlangsung selamanya dan hanya sekejap seperti kedipan mata.
Namun, sekarang San merasa dirinya tidak ada bedanya dengan Ayahnya sendiri. Terasa seperti komedi yang tidak lucu, tetapi San memang membawa DNA Ayahnya, jadi sebenarnya seharusnya dirinya tidak merasa heran.
"San...."
San menunggu Hyojung menyelesaikan perkataannya, tetapi tidak ada yang dikatakan. Kemudian, San menatap Kakak perempuannya, kemudian menunjuk potret keluarga mereka, "Hyojung Noona lihat foto itu? Kalau orang lain melihatnya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, mereka hanya tahu kita adalah keluarga bahagia." San tersenyum, tetapi sebenarnya itu adalah senyum getir. "Tapi setiap kita melihatnya, ada banyak cerita yang kita buat di kepala dengan versi kita masing-masing."
San kemudian menatap Hyojung yang tengah menatap foto yang dia tujuk tadi, kemudian perlahan Kakaknya menatapnya. Sebenarnya, San tidak paham kenapa banyak orang yang mengharapkan Kakaknya tidak menampilkan emosi di wajahnya hanya karena terlahir dengan asperger syndrome. Karena menurut San, terkadang lebih baik dia terlahir dengan kondisi seperti Hyojung.
Karena tidak perlu memikirkan reaksi orang lain hanya karena mendengarkan apa yang dikatakannya. Meski tidak bisa diterima oleh mayoritas orang-orang, tetapi bukan berarti tidak ada yang menerima Hyojung dengan semua yang dimilikinya.
"Baik dan buruk itu ... sebenarnya dari sudut pandang siapa, Hyojung Noona?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shake You Down | Hwisan, Minsan & Haksan [✓]
FanficApakah benar akhir bahagia itu eksis? Saat dunia San yang mulai berjatuhan karena melepaskan semua topeng sandiwaranya. DISCLAIMER: • Ateez, SF9 & The Boyz Fanfiction [Minsan, Hwisan & Haksan] • Multiple chapters • Untuk NaNoWriMo 2022 • Start: 01/1...