Rezeki Nisa

2.4K 189 3
                                    


Pagi-pagi aku sudah menyiapkan sarapan untuk suamiku sambil membereskan rumah. Sementara Fauzan dan Raffi masih tidur.

Terdengar suara notifikasi pesan di ponsel. Segera aku mengambilnya di atas meja. Kupegang benda pipih itu sambil membuka pesan.

[Hari ini udah di terima kerja, semangat ya, Fauzan titip aja ke saudara aku]

Pesan dari Saffena, ia juga mengirimkan alamat rumah saudaranya. Berat rasanya menitipkan Fauzan apalagi dia masih kecil tapi aku juga membutuhkan pekerjaan ini.

Lamat aku memperhatikan anak bungsuku, tak tega rasanya, apalagi aku belum mengenal saudara Saffena.

[Saff beneran nggak apa-apa di titip saudaramu?] tanyaku hati-hati karena masih ragu.

Tak lama Saffena membalas pesanku.

[Tenang saudaraku baik, dia nggak akan macam-macam sama anakmu , aku jaminannya biar ku gantung di pohon toge kalau dia berbuat kasar pada Fauzan] Balas Saffena masih sempatnya ia bercanda seolah tau hatiku gundah.

"Jali...." kudengar suara mertuaku di depan rumah.

"Lama banget dari tadi di panggil nggak ada yang nyahut,"  Cecarnya saat aku membukakan pintu.

"Jali ada?" tanya dan lanjutnya lagi. Ia merebahkan bokongya di sofa.

"Ada, Bu," Jawabku.

Kontrakan kami meskipun tidak terlalu luas, masih muat untuk satu sofa.

"Ada apa Mak?" tanya Bang Jali ia langsung bangun setelah mendengar suara emaknya.

"Nanti pulang kerja kau tagih Si Hendra dia sudah nunggak kontrakan dua bulan," Kata Emak.

"Iya, Mak," sahut suamiku.

"Kau baru masak Nis?" tanya Emak, aroma wangi masakanku masih tercium.

"Iya,"

"Masak apa?" tanya Mertuaku lagi.

"Semur ayam Mak, sama sayur sop bakso," sahutku.

"Nah begitu dong, Masak yang enak biar suamimu betah, kau masak enak pun Raja tak kau tawari makan kemarin," Sinis Emak.

Aku menghela nafas, sudah kuduga ia pasti mengadu ke Emaknya.

'Adik sama Kakak sama aja,' batinku.

Setelah Mertuaku pulang, Bang Jali sudah siap berangkat kerja. Ia mengeluarkan motor meninggalkan halaman rumah.

***

"Bu, kita jalan-jalan," ujar Raffi ia sangat senang aku ajak keluar rumah.

"Iya, hari ini Ibu mulai kerja nanti Raffi ikut Ibu ya, Adik kita titip di teman Ibu, jangan bilang sama Ayah dan Emak, di tempat kerja juga jangan nakal," Berharap Raffi mengerti.

Raffi mengangguk, ia menatapku.

Aku merasa lega saat tau saudara Saffena adalah Sofia, aku kenal dengannya. Dulu ia bekerja sebagai baby sitter, terkenal baik dan penyayang pada anak-anak. Sekarang setiap pagi ia berjualan nasi uduk, sore harinya kerja menjaga stand makanan.

"Aku titip Fauzan ya," ucapku seraya tersenyum.

"Iya, aman," Sofia mengedipkan matanya.

Rumah majikanku terletak di kampung sebrang, tak jauh dari kontrakan Sofia sekitar dua puluh lima menit kita sudah sampai. 

Meskipun lelah berjalan kaki, tapi aku tetap semangat mengais rezeki.

Sampai di rumah bercat putih dengan pagar menjulang tinggi, kami berdiri di depan pagar.

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang