Fitnah

2.1K 133 1
                                    

Nisa..." teriak suara yang tak asing bagiku. Aku menoleh ternyata Kakak dari suamiku sudah datang.

Aku berhenti sejenak, menunggu mereka turun dari Mobil.

"Kok sudah pulang, kami baru datang," ucap Ka Hendar seraya tersenyum bersama istrinya dan anaknya. Mereka tampak serasi.

"Maaf, Ka. Nisa pulang duluan disana ada Bang Jali, ada Kakak di rumah datang," Kilahku, tak mungkin aku berkata sejujurnya meskipun nantinya Bang Hendar tau dari Mertuaku.

"Di rumah aja dulu lah Nis, Sherly biar ada temannya," Timpal Ka Sinta lagi.

Dari pernikahannya bersama Bang Hendar Ka Sinta di karuniai seorang anak perempuan.

Dilema, tapi aku tidak mungkin kembali lagi di rumah mertuaku apalagi Raffi sudah dimarahi.

Raffi menarik bajuku, ia menggelengkan kepalanya.

Aku mengerti perasaan anak sulungku, ia enggan bertemu Neneknya karena dimarahi.

"Raffi mau tidur di rumah Ka, ini sudah ngantuk. Maaf ya Sherly cantik," ucapku tak enak hati.

"Jali harusnya antar dulu ke rumah sebentar, kasian kamu jalan kaki panas begini,"

Aku tersenyum tipis. Suamiku mana peduli terik matahari menyengat tubuh kami.

"Nggak apa-apa ka, biar Bang Jali nemenin Ka Hendar," Lagi-lagi aku menutupi kekurangan suamiku.

"Hati-hati,"

Ka Hendar menatap kami dari kejauhan.

Rumah mertuaku letaknya berada di atas tanjakan perkampungan makanya mobil tidak bisa lewat karena gangnya sempit hanya kendaraan roda dua yang bisa berlalu-lalang di sekitar rumah.

Perut terasa lapar, aku mempercepat langkah kakiku. Di rumah aku baru masak nasi belum sempat masak lauk untuk makan hari ini.

Sampai rumah aku minum segelas air putih bahkan saat memasak tadi pun aku belum sempat minum. Kuambil dua telur, mengolahnya menjadi telur dadar agar cukup untuk makan kami bertiga. Bang Jali sudah pasti makan di rumah Emaknya.

Aku makan bersama kedua anakku, sambil menggendong Fauzan.

***

Disisi lain Ibu menyambut kedatangan Hendar dan istrinya dengan sumringah. Hendar membawakan oleh-oleh dari kota.
Ibu menerimanya dengan senang hati.

"Tadi kita ketemu Nisa di jalan," ucap Hendar sambil melirik ke arah adiknya.

"Tadi Nisa memang kesini. Ibu udah capek-capek masak, tapi anaknya malah makan ayam ngumpet-ngumpet di pojokan dapur, padahal kita belum ada yang makan. Masih kecil aja udah tidak sopan," Ketus Ida.

"Mungkin Ibu nggak ngasih, bisanya kalau anak kecil kalau di kasih makannya juga nggak ngumpet-ngumpet," Timpal Hendar, biar bagaimanapun Raffi itu ponakannya.

"Hendar, kalau Raffi minta juga ibu kasih. Sudahlah jangan bahas lagi, mending kalian makan dulu,"

Jali hanya diam, ia tidak berkata apa-apa.

Ida menata makanan di mangkuk keramik, terlihat cantik  dan rapi sambil menunggu putra pertamanya beristirahat di ruang tamu.

Mereka ngobrol aktivitas sehari-hari, Sherly  duduk di samping Sinta. Sesekali Jali bertanya pada ponakannya.

"Ayo makan dulu," Ida mengajak anak dan mantunya makan bersama.

Sinta tersenyum mengikuti langkah mertuanya. Sedangkan Bapak baru pulang  olahraga.

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang