Pembalasan Nisa

2.8K 170 2
                                    

Pagi semuanya, bantu penulis untuk tumbuh dan berkembang yah.

Selamat membaca.

"Nisa..." teriak Jali, raut wajahnya sangat marah saat tau pakaian kerjanya belum di setrika.

"Ada apa Bang?" tanya Nisa pura-pura tidak tau.

"Kau ini kerjanya ngapain si di rumah?" tanya Jali emosi.

"Kerjaanku banyak Bang, kau tau sendiri aku sibuk," ucapku tak peduli.

Bang Jali melihat jam dinding, "Cepat setrika bajuku dulu"Perintah Bang Jali tak sabaran.

Kudengar Fauzan menangis, pasti dia sudah bangun.

"Maaf, Bang. Fauzan nangis setrika sendiri bisa kan!" Aku berlalu meninggalkan Bang Jali.

"Hei Nisa setrika dulu bajuku," Pintanya lagi.

"Kalau begitu gendong dulu Fauzan baru aku setrika baju Abang," Aku memberi penawaran.

Bang Jali mau tak mau menggendong Fauzan.  Ia kesusahan menenangkan bayi yang sedang aktif-aktifnya.

"Tuh sudah selesai," Selorohku seraya mengendong Fauzan.

Dalam hati aku ingin tertawa, aku tau untuk menggosok baju, suamiku butuh waktu lama untuk  merapikan bagian yang kusut.

"Catat semua bahan dapur yang habis biar aku belanjakan hari ini, kirim pesan," Kata Bang Jali seraya memakai sepatu.

"Ya," ucapku datar. Biar suamiku tau harga sembako yang sedang naik.

***

"Gajinya di pegang istrimu semua?" tanya Jali tak sengaja mendengar rekan kerjanya menelfon istrinya perihal Gaji.

"Iya, Jal. Sekarang itu kebutuhan sembako saja mahal, belum bumbu dapur, belum jajan anak, belum buat makan sehari-hari, aku cukup pegang uang saja untuk tambahan bensin,"

Jali terkejut ternyata Rekan kerjanya memberikan semua gajinya untuk istrinya.

"Kasih uang istri mah secukupnya aja, Zal. Kita kan yang cape kerja, masa istri yang menghabiskan gaji," Timpal Jali.

"Jali... kalau kau bahagiakan istrimu maka rezekinya berlipat-lipat, lancar. Lagi pula istri itu udah capek ngurus rumah, ngurus anak dia juga butuh tenaga ekstra, dia juga perlu asupan, istri juga akan menghargai kita kalau kita hargai balik,"

Jali berpikir sejenak. Ia merasa rekan kerjanya hanya sia-sia bekerja karena tidak bisa menikmati penghasilannya sendiri.

"Beli aja di warteg murah dapat banyak lagi," sahut Jali.

"Kalau kamu beli bahan sendiri tentu jadinya lebih banyak daripada makan di warteg, soto ayam pun dapat sepanci bukan semangkuk lagi," Kekeh Rizal.

Jali hanya diam. Soto ayam sepanci tentu lebih banyak keluar uang, lebih baik makan di warteg tinggal makan.

[Ini pesanannya , Susu 6-12 bulan kotak biru tujuh, Pampers 3 bal, garam, gula putih,kecap, teh celup, beras 25 kg, mie instan 10, gula merah sebungkus , buah pepaya, kopi serenceng, bihun,  bawang merah sekilo, bawang putih sekilo, cabe setengah kilo]  Pesan Nisa.

[Sayurnya nggak ada?]  balas Jali.

[ Wortel, kentang, ayam, cari saja Bang yang bisa di simpan agak lama]

Jali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mau tanya sama Rizal yang ada tak sepemikiran. Lebih baik ia cari sendiri saja sepulang kerja.

***

Pulang dari kerja Jali mampir di supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Jali sangat antusias, ia mengambil troli berkeliling mencari kebutuhan keluarganya. Untungnya dia pernah menemani Ibunya belanja bulanan, tentu saja hal ini mudah tidak menyulitkan dirinya.

Pertama Jali mencari kebutuhan Fauzan, ia membeli Susu dan pampers setelahnya Jali menuju rak sembako.

'Gula naik,' batin Jali. Seingat dia hanya minyak yang naik, sekarang gula juga  ikutan naik.

Jali mengambil satu bungkus gula putih. Ia melihat kembali daftar pesanan istrinya. Setelah semuanya ia dapatkan Jali menuju kasir.

'Belanja segini aja hampir satu juta,' batin Jali lagi. Ia segera membayar dengan uang cash.

***

"Alhamdulillah Bang Jali udah gajian," Sindir  Nisa menyambut kedatangan suaminya seraya tersenyum manis, ia membantu suaminya membawa kantong belanja  ke dapur.

"Loh susunya cuma empat kotak Bang? ini mah kurang kan aku pesan tujuh," tanya Nisa.

"Sekarang apa-apa mahal, kamu irit-irit lah Nis," ujar Jali mengingatkan  istrinya.

"Selama ini aku udah Irit, Bang. Setelah belanja bulanan apa aku pernah minta uang tambahan dari Abang?" tanya Nisa. Di mata suaminya ia selalu salah dan dianggap  boros.

Jali diam. Apa yang dikatakan istrinya benar. Selama ini Nisa tidak pernah meminta uang tambahan lagi setelah ia berikan uang bulanan.

"Kalau begitu nggak usah masak aja mending beli di warteg," sahut Jali memberi solusi.

"Mungkin kita bisa tapi Fauzan nggak bisa makan sayur dari warteg karena cenderung kebanyakan pedas paling sayur sop," Tambah Nisa lagi.

"Yang penting kan makan Nis, repot banget si! lagian dia masih bayi nggak usah makan yang macam-macam, belum bisa makan ayam, daging, sudahlah seadanya aja," Timpal Jali, ia tidak mengerti bahwa bayi  seumuran Fauzan butuh nutrisi yang cukup apalagi sedang masa pertumbuhan.

Nisa sendiri merasa bersalah tidak bisa memberikan Asi, hanya susu formula tidak akan memenuhi kebutuhan nutrisi Fauzan. Ia masih butuh asupan dari sayur dan buah-buahan.

Ibu mana yang tidak ingin memberikan Asi ekslusif untuk anaknya? Ia pun ingin sekali tapi sayangnya nasib tida berpihak pada dirinya. Ia terlalu stress menghadapi suami dan Ibu mertuanya. Apalagi Jali tidak pernah mendukung keputusan istrinya. Nisa jadi merasa tidak nyaman.

Teringat Bidan yang selalu menguatkan dirinya, " Semua Ibu itu mau memberikan yang terbaik untuk anaknya, hanya saja setiap orang beda-beda nasib jangan sampai yah, Bu kaya yang ada di berita. Seorang Ibu stress karena di bully memberikan susu formula, akhirnya ia membuang bayinya ke sumur. Tidak ada Ibu yang gagal, yang penting ibu sudah berusaha," Nisa mendapatkan nasihat dari bidan di Puskesmas saat ia sedang membawa Fauzan imunisasi.

"Bang Fauzan itu sedang masa pertumbuhan, dia butuh asupan sayur, buah dan protein, meskipun bukan dari ayam dan daging masih ada telur, tahu, tempe dan ikan yang harganya relatif murah," Nisa mencoba memberikan pengertian pada suaminya.

"Bisa-bisa gajiku habis kalau untuk makan saja," Keluh Jali ia tetap tidak setuju dengan pendapat Nisa.

"Bang Gajimu itu UMR malah lebih kalau lembur bisa dapat sampai tujuh juta, nggak akan abis gajimu hanya untuk makan, kita nggak punya angsuran rumah, air nggak bayar hanya bayar listrik, keamanan dan sampah, bahkan membelikan adikmu ponsel saja kau mampu," Sungutku mengerucutkan bibir.

Jali tidak menyangka istrinya sudah tau jumlah besar gaji yang ia dapatkan setiap bulan.

Belum sempat Nisa bicara lagi. Suara ketukan pintu memenuhi seisi rumah.

"Jali sudah gajian kan?" tanya Emak penuh harap.

"Mana jatah Emak dan buat bayar cicilan ponsel Raja," Todong Emak lagi.

"Sebentar, Emak duduk dulu biar Jali ambilkan,"

Jali masuk ke dalam kamar ia mengambil beberapa pecahan lembar merah.

"Ini Mak," ucap Jali.

"Makasih ya Jali, Emak do'ain semoga rezeki Jali lancar terus," Ida langsung ngacir pulang ke rumah setelah mendapatkan uang dari anaknya.

Netra Nisa mendelik menatap suaminya. Suaminya tidak adil pada dirinya. Nisa ke dapur mencuci piring dengan kasar. Suara gaduh perabotan terdengar di telinga Jali.

Jali buru-buru pergi meninggalkan rumah.

Terimakasih pembaca yang baik hati, komentar kalian sangat berarti.

Semangat!



Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang