Menjenguk Raja

1.7K 98 2
                                    

Pergi, sampai kapanpun saya tidak akan mengizinkan kamu bertemu dengan Nisa" Rossa tak peduli.

"Sofia, panggil satpam suruh orang ini keluar dari halaman ruko kita dan jangan pernah izinkan dia masuk ke dalam sini,"

"Iya, Bu," Sofia memanggil satpam yang bertugas menjaga di depan warung. Semenjak kejadian penculikan Raffi, Nisa mempekerjakan satpam.

"Lepas," Jali berontak, ia tidak mau pergi sebelum bertemu Nisa.

"Nisa...." lirih Jali.

***

"Lepaskan...." Jali berontak, ia mengamuk, tangannya berusaha melepas cengkraman dua satpam.

"Nisa...." teriak Jali histeris.

Sampai di depan gerbang, Satpam melepaskan Jali, mereka menutup pintu gerbang.

Tangan Jali memegang kuat besi pagar, dia masih berteriak meminta Nisa keluar.

Bayang-bayang perpisahan kedua orang tuanya menari di pelupuk mata. Jali meringis, menahan sesak di dada.

Demi kedua orang tuanya ia meruntuhkan egonya, berharap Nisa membantunya tapi nyatanya tak semudah yang dia bayangkan.

"Makanlah Mak, nanti sakit," Jali menyodorkan piring berisi telur ceplok.

Ida menoleh sekilas kemudian ia bergeming, tatapannya kosong tak ada harapan. Suami yang ia cintai kini tak berada di sampingnya.

"Makan...untuk apa aku makan Jali, bawa Bapakmu pulang baru aku makan," Pinta Ida meraung.

"Ya, tapi Mak, makan dulu. Jali janji bawa bapak pulang," Jali menenangkan ia khawatir Ibunya tak mau makan lagi.

Wajahnya sayu, tubuhnya terlihat lebih kurus. Miris.

Ida melempar piring, " Untuk apa aku makan  suamiku sudah tidak peduli lagi ha...ha"

Jali terkejut melihat sikap Ibunya berubah, sebentar murung, sebentar menangis lalu tertawa. Jali takut Ibunya terkena gangguan Jiwa. Dia dengan sabar membujuk Ibunya, " Makanlah Bu, nanti kita cari Bapak sama-sama ya,"

Ida menatap Jali, hatinya rapuh. Jiwanya hampa.

Ibu tidak boleh gila...nggak ini gak boleh terjadi.

"Bang..." Rania mencari keberadaan Jali, ia masuk ke dalam rumah.

Rania mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, kamar Ibu jali terbuka lebar.

"Abang kemana aja sih, bukan temenin aku jalan-jalan," Rania mencebikkan bibirnya.

"Rania, keadaan keluargaku sedang tidak baik, aku harap kamu bisa mengerti!" Jali bersikap tegas, nada suaranya meninggi.

"Nggak usah marah-marah dong Bang, kalau Abang udah ga mau sama aku bilang aja! Gara-gara mantan istri Abang itu kan, Abang  jadi berubah, mana janji Abang mau nikahin aku, cuma omong kosong!" Decih Rania memanyunkan bibirnya. Dia meluapkan kekesalannya.

"Jaga ucapanmu Rania, aku seperti ini karena kondisi Ibuku yang murung semenjak Bapak pergi dari rumah, bukan karena Nisa! Dan satu lagi aku belum menikahi kamu karena kondisinya sedang tidak baik, kenapa kamu tidak mengerti Rania!" Nafas Jali naik-turun, kesal dengan sikap Rania yang tidak bersimpati.

"Aku cukup mengerti keadaan kamu Bang! seharusnya Ibu mencari Bapak bukan terus diam aja di kamar,"

"Cukup...lebih baik kamu pergi Rania daripada membuat keadaan semakin kacau!" Jali tak tahan lagi, ia tidak terima Rania menyudutkan Ibunya.

"Abang ngusir aku!" Mata Rania berkaca-kaca.

"Bu-kan begitu Rania, maksudku," Jali serba salah. 

Dia tidak bisa meninggalkan Ibunya sendirian. Biarlah Jali akan membujuk Rania setelah amarahnya reda.

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang