Kelakuan Rania

1.4K 83 0
                                    

"Bu Rania mana?" Tanya Jali saat pulang dia tidak menemukan lauk apapun hanya ada telur ceplok tadi pagi.

"Loh katanya sudah izin sama kamu," Jawaban Ida membuat Jali kaget, bahkan Istrinya tidak meminta izin padanya.

"Memangnya udah izin belum sama kamu?" Tanya Ida lagi.

Jali hanya diam, kemudian mengangguk tidak ingin Istrinya di marahi oleh Ibu. Biar nanti dia yang tegur.

"Ibu nggak masak?" Tanya Jali mengalihkan pembicaraan.

"Masak apa? Baru aja Ibu ke pasar, memang minusnya punya mantu anak Kepala Desa malas banget kalau bukan karena dia kasih uang belanja, Ibu nggak mau ke pasar itu pun duitnya harus di minta," Jawab Ida sambil merebahkan kakinya di sofa.

"Ya, sudahlah Bu," Sahut Jali malas mendebat, dia langsung merapikan bekas makanannya dan masuk ke dalam kamar.

Jali menghubungi nomor Rania tapi telfonnya sibuk.

'Kemana sih Rania!"

****

Nisa sangat senang, hari ini Fira kembali.

"Selamat datang Mbak Fira," Nisa tertawa, akhirnya setelah berhari-hari dia mengurus Rafi dan Fauzan, Fira datang juga.

"Kamu ini karena sudah kebiasaan pakai pengasuh jadinya nggak bisa lepas," Cicit Ibu, membuat aku tersenyum.

Memang benar, aku sudah terbiasa dengan pengasuh sekarang jadi saat Fira tidak ada aku kewalahan sendiri meski ada Ibu dan Bapak, setiap pulang Raffi pasti merajuk.

"Bu, jajan," Pinta Raffi, kami akhirnya keluar rumah, Ibu dan Bapak tidak ikut mereka memilih di rumah saja. Kebetulan hanya ke indoApril lokasinya tidak terlalu jauh.

Sepanjang jalan Rafi sangat senang bercanda bersama adiknya.

"Ciluk Ba," Kata Rafi, Fauzan pun tertawa renyah.

Di persimpangan jalan, tidak sengaja aku melihat Rania bersama laki-laki, dari jauh sepertinya bukan Bang Jali. Mereka tampak mesra, sesekali bercanda di motor dan tertawa.

'Rania sama siapa?' Tanyaku dalam hati.

Aku penasaran, saat aku turun Rania, berhenti di Cafe dekat indoApril. Dia tidak menyadari keberadaanku.

"Fir, kamu temani anak-anak dulu," Kataku, lalu aku berjalan menuju Cafe membeli minuman.

Rania dan teman laki-lakinya, duduk di pojokan, mereka sangat senang.

'Kalau teman kenapa akrab banget,' Batinku, meski bukan urusanku tapi aku diam-diam memfoto mereka berdua.

Sepuluh menit berlalu, aku sudah selesai, lalu keluar dari Cafe menemui anak-anak di IndoApril.

Rafi masih memilih jajanan, sementara Fauzan mengambil semua yang ada di rak.

Aku menepuk jidat. "Sayang, hati-hati atuh pilihnya, ini mau semua?" Tanyaku.

Fauzan tersenyum cengengesan.

"Fira kamu mau apa? Ambil aja!" Kataku lagi, lalu memilih beberapa makanan untuk anak-anak di warung.

Fira mengambil es krim dan coklat, Rafi dan Fauzan pun ikut-ikutan.

Waktunya belanja sudah selesai, aku menuju kasir membayar semuanya.

"Duh, Mas, makanan di sini enak-enak loh, kapan-kapan kita kesini lagi," Riana mengamit tangan laki-laki tersebut, aku yang di belakang mereka hanya bisa diam.

Riana masuk ke dalam mobil mewah, dia sangat bersemangat.

'Kasian Bang Jali, di selingkuhi lagi,' Kataku dalam hati. Mengingat mantan suamiku yang sombongnya tanpa batas.

"Bu..." Panggil Rafi, dia menggoyangkan lenganku, aku lanjut berjalan menuju parkiran mobil.

"Es clim," Fauzan tak sabar ingin memakan Es krim di mobil.

"Di rumah aja, makannya," Kataku, pasti berantakan namanya anak kecil.

"Nda au," Tolak Fauzan, aku membujuknya.

"Bentar lagi sampe, di rumah aja makannya," Fauzan mengamuk

"Ua..." Teriaknya.

Aku melajukan mobil dengan cepat, kamu sampai di rumah.

Fauzan menangis, aku menggendongnya kemudian membuka es krim. Tangisannya reda. 

"Makan di rumah, kalau di mobil nanti nggak bisa makan, lebih enak di sini kalau di jalan banyak polisi tidur,"

Fauzan diam, dia menikmati es krimnya.

****
"Rania, belum pulang juga jali?"

Ida melihat jam di dinding, sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Menantunya belum pulang dari pagi. Bahkan tidak mengabari suaminya.

"Belum Bu!" Kata Jali gusar, dia menunggu di ruang tamu.

'Kemana Rania, sampai sore belum pulang juga!' Batin Jali.

"Coba kau telfon barangkali dia kesasar,"Kata Ida.

"Memangnya anak kecil Bu, dia juga udah tau daerah sini, mana mungkin kesasar," Sahut Jali tidak masuk akal.

Pintu terbuka, Rania masuk ke dalam rumah. Jali menoleh dan mengikuti istrinya sampai ke dalam kamar.

"Aw sakit Bang,"Jali mencekal tangan Rania.

"Dari mana kamu, jam segini baru pulang nggak izin sama suami!" Tukas Jali rahangnya mengeras, sorot matanya tajam, menyalang.

"Apa-apaan sih Bang, jangan kasar, aku mainlah bosan di rumah aja,"

"Oh, terus kenapa nggak izin sama aku?"

"Loh aku udah bilang sama Ibu kamu!" Rania tak mau kalah.

"Kamu cuma bilang sama Ibu tapi nggak ada izin sama aku, kamu juga bilang sama Ibu kalau kamu udah izin sama aku!"

Rania terperangah, hatinya dongkol.

"Cuma keluar sebentar aja udah marah-marah!" Rania melenggang ke kamar mandi meninggalkan Jali yang terpaku di tepi ranjang.

Jali dan Rania saling diam, mereka tak ada yang memulai pembicaraan duluan.

'Baru sehari udah pada bertengkar,' Ida memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia masuk ke dalam kamar.

Jali memilih menonton televisi, dia malas berbicara dengan Rania, wanita itu beda sekali dengan Nisa, dulu saat bersama Nisa meski lelah mengurus anak, masih menyempatkan memasak untuk dirinya.

Rania membalas pesan sambil tersenyum berseri-seri, dia tidak peduli Jali marah dengannya.

Knop pintu berderit, Rania buru-buru menaruh ponselnya di bawah kasur, lalu tiduran.

Jali merebahkan tubuhnya di atas ranjang,  mereka tidur saling memunggungi.

"Jali bangun," Teriak Ida, sudah jam enam pagi, Jali belum bangun, bisa-bisa dia kesiangan berangkat kerja.

Jali mengucek matanya, Rania masih tidur pulas.

'Ya ampun udah jam enam,' Jali buru-buru mengambil handuk dan mandi. Lalu dia ke meja makan.

"Mana istrimu belum bangun?" Tanya Ida, heran.

"Udah Bu, masih di kamar," Jali berbohong.

"Jangan bohong Jali, Ibu tau pasti di Rania belum bangun, masak pun enggak, di suruh ke pasar susah, memangnya dia di rumah sendiri apa, pantas saja di tinggal suami kelakuannya ternyata begini," Oceh Ida, kuping Jali tersa panas, toh dulu Ibunya yang meminta dia menikah dengan Rania sekarang malah menjelekan juga.

"Udahlah Bu, yang mau punya mantu Kepala Desa kan Ibu, lagian di rumahnya juga dia memang ada pembantu, jadi hanya mengurus usahanya,"

"Ya tapi setidaknya siapkan sarapan untuk suami, buat minum, temani suami sebelum berangkat kerja, meski anak Kepala Desa juga Jali, tapi dia itu sekarang bukan janda lagi!" Ketus Ida, menasehati anaknya.

"Udah, Bu. Udah nanti kedengeran,"

Sarapan Jali sudah habis, Rania baru bangun. Mereka saling diam.



Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang