Kembalikan anakku

1.6K 118 1
                                    

Selamat membaca ya, sebenarnya mau langsung dua bab kemarin tapi apalah daya bocil merajuk.
Dukung terus ya cerita ini teman-teman. Bantu penulis tumbuh dan berkembang. Terimakasih.

Kulirik jam di ponsel, sudah jam  setengah delapan. Namun ada yang menarik perhatianku.

Sebuah pesan terpampang di layar ponsel.

[Kalau ingin anakmu selamat siapkan uang seratus juta, jangan lapor polisi]

Seketika rasa kantukku hilang, nomor tak di kenal.

***
Aku mengerjapkan mata berulang kali, seratus juta?

Baiklah, akan aku turuti kemauannya. Meskipun bukan nominal yang sedikit, tapi demi Raffi, kehilangan seratus juta lebih baik daripada kehilangan anakku.

Kucek tabungan di mobile banking, saldonya lebih dari cukup.

[Baik, di mana kita bertemu?] tanyaku.

[Di Taman] balasnya, ia mengirimkan alamat.

Tak lama ia mengirim foto Raffi sedang duduk. Wajah anakku kucel, tak terurus.

Ya Allah Nak. Ibu akan bebaskan kamu, Tunggulah.

***
Ke esokan paginya, Fauzan merajuk minta di gendong. Kemarin saat aku pulang kerja, ia sudah terlelap.

"Anak Ibu udah wangi," Aku mencium pipi Fauzan. Ia tersenyum.

"Kita harus berhati-hati Nisa, kamu jangan sendirian," ujar Bapak, tampak khawatir.

Telah kuceritakan tentang Raffi, Bapak sangat geram mendengarnya, tak terima anaknya di peras.

"Iya sebaiknya kami ikut," Timpal Ibu, dari gestur tubuhnya kelihatan cemas.

"Ibu sama Bapak tenang, kita main cantik aja," Aku tersenyum, tak akan aku biarkan penculik itu lolos.

Semangatku menggebu sebentar lagi, aku akan bertemu Raffi, anakku. Rindu ini akan terbalas.

Kuhirup aroma teh chamomile, harumnya menenangkan hati dan pikiran. Kuseruput sedikit sambil menikmati sarapan pagi. Sepiring telur balado, sayur lodeh dan ikan bawal goreng tersaji di meja makan.

Rasanya selalu enak, masakan Ibuku tak pernah gagal. Istimewanya Ibu memasak menu sayur khusus untuk Fauzan, sup bakso. Lauknya sama ikan bawal goreng, karena ia suka ikan.

Fira menyuapi Fauzan dengan telaten, sebagai suster pribadi. Aku akui ia sangat sabar menghadapi sikap dan perilaku kedua putraku, semua itu terlihat di CCTV rumah yang sengaja kupasang di setiap sudut lantai dua. Sayangnya belum kupasang di warung dan halaman depannya. Sehingga jejak hilangnya Raffi tak dapat kutemukan.

Wajah Fira menunduk saat bertatapan denganku, ia tak seceria biasanya semenjak Raffi menghilang. Lebih banyak diam dan melamun.

"Ibu berangkat dulu ya," Aku mencium kedua pipi Fauzan.

"Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi kami," Ibu mengantarkanku sampai masuk ke dalam mobil.

Aku mengangguk, menundukkan wajah seraya mencium tangan halusnya.

Mobil melaju keluar rumah, Ibu masih berdiri menatapku dari jauh. Bibirnya merapalkan kata-kata seperti berdo'a.

Hiruk pikuk keramaian kota membuat kemacetan di pagi hari. Kusetel lagu lawas menghindari kebosanan.

Penjual pajangan mobil,menawarkan dagangannya. Aku membelinya satu. Kusodorkan  satu lembar pecahan biru.

"Kembaliannya ambil aja," ucapku. Matanya berbinar, ia mengucapkan terimakasih berkali-kali. Ada perasaan senang saat aku bisa membantu orang lain.

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang