Laki-laki Masa Lalu

2K 162 0
                                    

Pagi. Makasih yang udah nunggu cerita ini. Bantu penulis tumbuh dan berkembang ya. Dengan cara vote cerita ini.

Dasar anak baru kurang ajar," Tika hampir mendorong tubuh Nisa, kalau saja Rendi tak datang ke ruang kerja Nisa.

"Ada apa ini?"

***

"Oh, ini Pak, saya tadi cuma mau ambil berkas yang mau di kerjain Bu Nisa, saya bilang nggak usah," Tika mencari alasan.

Sontak aku terkejut mendengar ucapan Tika, rupanya ia pintar memutar balikan fakta. Lain kali aku harus lebih hati-hati dengannya.

"Jangan macam-macam kamu sama Bu Nisa, kalau tidak saya pecat," Rendi sangat marah.

"Iya...Pak," Jawab Tika ketakutan seraya keluar dari ruangan.

"Bilang aja sama saya kalau dia berani macam-macam," Tegas Rendi.

"Iya, makasih," ucapku seraya membereskan berkas-berkas yang masih berantakan di meja.

"Ya sudah saya duluan," sahut Rendi.

Perempuan mana yang tidak tersentuh hatinya dengan perhatian dari seorang laki-laki.

Astaghfirullah, aku tidak boleh terlena.

***
Sampai di rumah, aku disambut kedua malaikat kecilku. Mereka berhamburan memelukku secara bergantian. Indahnya, aku jadi tersentuh.

"Hore Ibu pulang," teriak Raffi, wajahnya berubah menjadi ceria.

Mereka menjadi manja dan tak mau di momong Fira.

"Sama Ante Fira dulu ya, Ibu mau salin baju dulu," ucapku dengan lembut.

Raffi manut sementara Fauzan merajuk minta di gendong, ia menangis histeris saat aku tinggal ke dalam kamar. Menggedor pintu berkali-kali, terpaksa aku buru-buru mandi dengan cepat.

Tangisannya berhenti saat aku membuka kamar, kugendong Fauzan dan meletakkannya ke kasur.

"Susu," Fauzan menunjuk botol susu. Segera aku membuatkannya susu.

Ia tertawa saat kuberikan botol susu, meminumnya sampai tandas. Tertawa dan berlari-lari di atas kasur. Tak lama Raffi menyusul ke dalam kamar, ikut naik ke atas kasur.

"Istirahat aja Fir, biar mereka sama saya,"

Fira meninggalkan kami, aku tidur bersama kedua putraku.

***
"Assalamualaikum, Nak," ucap Ibu melalui telfon seluler.

"Iya, Bu Walaikumsalam," Jawabku.

"Gimana sehat anak-anak di sana?" tanya Ibu.

"Alhamdulilah sehat, Bu. Ibu dan Bapak sehat?" tanyaku memastikan.

"Alhamdulillah, Ibu mau kasih kabar, kalau bisa Minggu depan pulanglah kerumah ada yang ingin bertamu,"

"Maksud Ibu?" tanyaku tak paham.

"Kamu tau kan Nis, Farhan temanmu sekarang nasib rumah tangganya sama seperti kamu, pas tau kamu udah sendiri, dia malah minta izin Ibu sama Bapak buat menikahi kamu,"

Farhan. Lelaki pendiam dan misterius, kami sangat dekat dulu karena satu sekolah. Kami sering berangkat sekolah bersama melewati jalan yang penuh batu. Teringat perjuangan, saat masih sekolah.

"Sekarang Nisa dipercaya majikan Nisa dulu  Bu, mengelola semua bisnisnya. Pekan ini belum bisa Nisa pulang kampung karena masih banyak yang harus Nisa kerjakan,"

"MasyAllah, Ibu tidak menyangka anak Ibu  bisa jadi kepercayaan orang lain. Hidup kamu berkah Nisa,"

"Alhamdulillah Bu, berkat doa dan dukungan Ibu dan Bapak, Nisa bisa sampai di titik ini, salam ya Bu, sama Farhan kalau Nisa belum bisa bertemu,"

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang