Hadirnya Tika

2.1K 143 0
                                    


Sore teman-teman. Dukung cerita ini ya, bantu penulis untuk berkembang. Terimakasih buat teman-teman yang sudah setia menunggu. Jangan lupa sebelum baca like dan berikan vote karena vote itu gratis biar tambah semangat lagi nulisnya.

Keesokan paginya, aku sudah bekerja di salah satu  perusahaan cabang milik Bu Latifa. Rendi menyambut kedatanganku dengan tersenyum. Ruang kerjanya terlihat rapi dan minimalis.

Ruangannya cukup luas di cat dengan warna hitam, terlihat elegan.

"Nanti kamu yang akan duduk di sini," Rendi menatapku dengan serius.

Aku terperangah, entah harus bahagia atau sedih, bukankah menjadi wakil direktur terlalu dini untukku yang masih awam dengan dunia kerja.

Semudah itukah Bu Latifa mempercayaiku, memberikan jabatan tinggi yang seharusnya di berikan pada pegawai lama di perusahaan ini.

Perusahaan skincare yang berdiri sejak sepuluh tahun, berkembang pesat karena kualitasnya bagus dan tidak di ragukan lagi.

"Bukankah lebih baik jabatan itu diberikan pada pegawai lama?" tanya dan timpalku.

"Kamu sudah di anggap Bu Latifa seperti anaknya sendiri, jadi sudah selayaknya mendapatkan posisi ini, tenang saja aku akan selalu ada mendukungmu, Nis," Rendi seakan tau kegelisahan yang bergejolak di dalam dada.

Aku tersenyum tipis kemudian Rendi mengajakku berkeliling melihat keadaan perusahaan.

Para karyawan sedang mengerjakan tugas mereka masing-masing berkutat di depan komputer. Aku memperhatikan satu per satu wajah-wajah mereka, tampak serius.

Beberapa diantaranya menoleh ke arahku saat aku lewat di depan meja. Tatapan sorot mata yang tajam memandangku dari atas ke bawah, untungnya aku sudah biasa mendapatkan tatapan seperti itu.

"Nah ini ruang khusus studio tempat membuat iklan, dan live di media sosial," Rendi memperlihatkan ruangan studio yang tampak cozy, dindingnya di cat dengan warna pastel.

Warna pink paling mendominasi dari segala sisi, selebihnya di cat dengan warna ungu muda. Sangat menyegarkan mata. Desainnya kekinian. Bu Latifa punya selera yang bagus juga.

Waktu makan siang tiba, kami makan di restoran yang tak jauh lokasinya dari perusahaan.

"Setalah makan siang kita ada pertemuan, siap-siap ya untuk berkenalan dengan karyawan lain," ujar Rendi.

Hati terasa cemas, gelisah meliputi jiwa. Ini pertama kalinya, perasaanku jadi galau.

"Iya...." sahutku datar.

Sambil menunggu pesanan aku menelepon Fira, mengecek kabar kedua anakku. Seharian tak bertemu rasanya kangen.

"Assalamualaikum Fir,"

"Walaikumsalam, Bu,"

"Gimana anak-anak aman?" tanyaku.

"Aman, Bu." sahut Fira dari sebrang, terdengar rengekan Fauzan yang hendak merebut ponsel.

"Hayo," ucap Fauzan, aku tersenyum mendengarnya.

"Iya, ini Dede ya," sahutku sambil mengalihkan panggilan telfon ke video call.

Fauzan yang belum mengerti terus berbicara " Hayo," Menggemaskan sekali. Tangan mungilnya terlihat di layar ponsel.

"Fir, ya udah dulu ya," Aku memutuskan sambungan telfon karena pesanan kami sudah datang.

"Ibu yang perhatian," Puji Rendi, hatiku terasa senang.

Astaghfirullah, ampuni hatiku yang lemah ini ya Rabb.

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang