Kekecewaan Nisa

1.8K 105 0
                                    


"Nis bisa kita bicara sebentar!"

Aku memutar bola malas saat melihat Bang Jali sudah berada di halaman ruko. Langkah kakiku menghampirinya meskipun enggan berbicara dengannya.

Bang Jali tampak gusar, ia menatapku.

"Ya di sana saja," Aku menunjuk halaman ruko yang telah di sekat dengan tempat seblak.

Tak enak dengan pegawaiku yang sudah berada di tempat kerja, aku tidak ingin pertengkaran kami terdengar.

"Masih berani juga kesini setelah menculik Raffi? Bapak macam apa yang tega menculik anaknya sendiri!" Sungutku.  Tak dapat kutahan lagi emosi yang menguasai hati meluapkan amarah.

"Maaf," lirihnya, baru kali ini Bang Jali berkata Maaf padaku. Netranya menunjukkan rasa bersalah.

Aku tak salah dengar?

Aku tau Bang Jali, ia tak akan pernah menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Kali ini apa lagi?

"Aku kesini, mau minta maaf. Aku tau, aku salah Nis, tapi jangan salahkan Raja, dia tak bersalah, hukumlah aku. Aku mohon tolong cabut laporan kasus Raja,"ucap Bang Jali dengan Nada memohon.

Kalau bukan demi kedua orang tuanya, Jali tak mau mengemis di depan Nisa. Ia melakukannya semata-mata agar Nisa membebaskan Raja.

Sudah Nisa duga, kebaikan Jali demi kepentingan keluarganya. Dari dulu Jali hanya memikirkan keluarganya tak pernah memikirkannya dan anak-anak. Tak pernah berubah.

Nisa tertawa.

"Cabut laporan, kenapa? Raja dapat hukuman yang setimpal, menyesalkah sebagai Kakak? Seharusnya sebelum menculik Raffi kalian pikirkan dulu baik-baik dan sebagai seorang Kakak seharusnya, ya seharusnya sih! Menasehati adiknya agar tidak bertindak kriminal,"

Untuk apa mencabut laporan Raja. Toh bukan urusanku lagi. Dia aja bisa tega menculik Raffi, pun aku bisa tega memberikan hukuman yang sesuai menurut hukum.

"Tolonglah Nis, kalau Raja di penjara Bapak akan berpisah sama Ibu,"

Fakta baru yang mengejutkan, jadi Bapak tidak tau dalang di balik semua ini.  Jadi mereka bertiga lah yang merencanakan penculikan ini. Luar biasa.

Aku tau Bapak tidak pernah mendukung kelakuan Ibu yang tidak manusiawi.

"Saat aku berpisah dengan Ibumu, apa Ibumu memohon padaku agar aku tidak berpisah dengan anaknya? Ibumu mendukung bahkan mengharapkan itu sudah lama sekali, lalu aku harus peduli dengan masalah keluarga kalian yang terus mengusik hidupku?" Aku bersungut-sungut, keputusanku tak dapat di rubah. Tak pernah sebelumnya aku berani seperti ini, Bang Jali tampak terkejut begitu pun denganku yang yang tak menyangka aku bisa seberani ini.

Kemarin mereka tak punya rasa kasihan, saat menculik anak sekecil Raffi. Sekarang baru sadar setelah Raja mendekam kembali di penjara.

Tiga hari mereka menculik Raffi dan meminta tebusan uang, di mana hati nurani keluarga Jali.

"Pantas saja Ibuku memintaku bercerai denganmu, kamu tidak punya rasa perikemanusiaan sama sekali, kamu senang Ibu dan Bapak berpisah, kan!" Jali terpancing emosi setelah ia tahan agar bisa membujuk mantan istrinya, ia berdiri mendekati Nisa.

Nisa mundur selangkah menjauh dari Jali yang sedang emosi. Kalaupun ia berani melakukan tindakan kekerasan, Nisa tidak akan segan membawanya ke ranah hukum. Ia bisa berteriak dan meminta tolong, karena dekat dengan warung miliknya.

"Rasa kasihan yang mana? Jangan bicara rasa perikemanusiaan padaku, Bang! Apa Ibumu selama ini juga memperlakukanku dengan baik? Kalian selalu merendahkanku, meremehkanku seolah aku ini mantu dan istri yang tidak punya hati dan tidak berharga di mata kalian," Tukas Nisa menggebu-gebu. Kekesalan yang ia tahan tak dapat di kendalikan lagi.

"Dan satu lagi, sampai kapanpun aku tidak akan mencabut laporan Raja, atau Abang akan kumasukkan ke penjara juga karena terlibat kasus penculikan Raffi!" Tekan Nisa tak main-main, ia sudah muak dengan kelakuan keluarga Jali.

Jali Diam ia tak menyangka Nisa berani melawannya.

Nisa masuk kedalam rumah, tak ada gunanya berbicara dengan mantan suaminya yang ada tekanan darahnya bisa naik.

"Tunggu...." Jali menyesal ia tak dapat menahan amarah.

"Nisa...." Teriak Jali menggedor-gedor pintu.

Nisa tak menghiraukannya ia menutup pintu dengan keras.

Sombong sekali Nisa!

Jali menghentakkan kakinya, ia menunggu di depan pintu. Satu menit, dua menit berlalu tak ada tanda-tanda Nisa keluar rumah.  Jali akhirnya pergi dengan tangan kosong.

Perih, Jali kesini hanya demi orang tuanya. Ia tak memikirkan bagaimana keadaan Raffi setelah ia culik. Nisa menangis di dalam kamar.

Sekuat apapun ia berhadapan dengan Jali, rasa sakit itu masih ada. Bahkan lukanya kembali melebar setelah apa yang dilakukan Jali terhadap anak kandungnya.

Nisa bisa saja membebaskan Raja kalau saja Jali tidak terlibat dalam kasus penculikan Raffi.

Di mana Jali saat anaknya ketakutan mengahadapi Ibu dan adiknya yang jahat. Ia pasti tau dan tidak menolong Raffi.

Setelah memastikan mantan suaminya sudah pergi dari rumahnya. Nisa keluar mengendarai mobil Xenia merah.

Nisa melirik jam di dindingnya, hampir saja ia telat pergi ke kantor. Nisa menghembuskan nafas, dan duduk di ruang kerja.

Sarapan pagi tersedia di meja bersamaan dengan Rendi yang muncul dari balik daun pintu.

"Aku kira kamu nggak ke kantor, telfonku tak terjawab semua," Nada suaranya berat

Nisa sama sekali tidak melihat ponsel, lelah menata hati setelah menangis.

"Maaf, aku belum buka ponsel," Nisa memberikan alasan.

Ia tidak enak dengan Rendi, berkali-kali Nisa bilang tidak perlu menyiapkan sarapan lagi tapi Rendi tetap memberikannya. Entah itu Nasi, cemilan buah selalu tersedia di meja.

Rendi mengangguk dan berlalu kembali ke ruang kerjanya.

"Bu Latifa...." Rendi terkejut saat melihat Bosnya datang. Bu Latifa sudah berdiri di depan pintu.

"Boleh saya masuk,"

Nisa berdiri mempersilahkan Bu Latifa masuk. Ia datang dengan asistennya.

"Apa kabar Nis, saya dengar Raffi hilang kemarin?" tanya Bu Latifa cemas.

"Iya, Bu tapi kemarin sudah ketemu,"

"Alhamdulillah, Ibu khawatir tapi Rendi tidak mengizinkan Ibu bertemu kamu, anak itu benar-benar membuat Ibu khawatir," Bu Latifa mengarahkan pandangannya pada pria berbaju hitam.

Rendi tersenyum tipis.

"Bukan begitu, saya hanya khawatir kondisi kesehatan Ibu akan menurun saat tau Raffi hilang," Rendi meluruskan agar Nisa tidak salah paham.

"Ibu titip ini buat Raffi dan Fauzan ya," Bu Latifa memberikan beberapa paper bag.

"Ini kebanyakan Bu," Sanggah Nisa, ia tidak enak.

"Tidak apa-apa, saya kangen sama Raffi dan Fauzan, belum sempat bertemu mereka karena masih ada jadwal kontrol,

Bu Latifa tulus menyayangi kedua anaknya.  Nisa merasa Iba, ia mengucapkan terimakasih dan mengambil paper bag.

Tubuhnya sudah tidak bugar seperti dulu lagi. Luka di kakinya sudah mulai mengering , raut wajahnya tirus dan kurang istirahat. Wanita berhati malaikat itu pergi meninggalkan ruangan.











Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang