Ujian mau menikah

2K 95 8
                                    

Undangan pernikahan Farhan dan Nisa sudah tersebar. Tak sedikit ucapan selamat memenuhi pesan di Aplikasi WhatsApp.

Lancar sampai Hari H

MasyaAllah senang dengarnya, semoga di mudahkan sampai hari H

Lancar, Nis.

Nisa menatap barisan pesan dengan wajah sumringah, sambil melihat pesan dari Farhan, mereka sedang mendiskusikan perihal tema dekorasi pelaminan.

"Kalau ini suka?" Tanya Farhan mengirimkan gambar dekor pelaminan yang mewah.

"Yang biasa aja, aku mau sederhana aja," Kata Nisa, tidak ingin memberatkan calon suaminya.

Laki-laki yang menjadi temannya dulu, kini sebentar lagi akan menjadi suaminya. Hatinya berbunga-bunga, rupanya Farhan punya selera yang bagus

"Kamu itu spesial di hati aku, jadi sudah selayaknya aku memberikan yang terbaik untuk kamu,"

Senyum terbit di bibir Nisa, betapa manisnya Farhan.

"Memang kamu nggak pernah suka sama aku kan Nis," Sorot mata Rendi tampak menyeramkan saat membuka pintu dia membawa undangan pernikahan Nisa dan Farhan.

Di genggamnya undangan dengan erat, Nisa kaget, dia menaruh ponselnya di atas meja.

"Ren...di," Nisa terbata-bata.

Bukankah dia sudah bersenang-senang dengan Tika, untuk apa dia marah?

Rendi tak rela Nisa jatuh ke pelukan orang lain, beberapa hari yang lalu dia sengaja mendekati Tika agar Nisa cemburu tapi nyatanya Nisa malah baik-baik saja, dan mengejutkan dirinya dengan memberikan undangan pernikahan.

Mereka diam sesaat, tanpa kata apa-apa.

Apa Nisa tak pernah menyadari bahwa dirinya menyukai Nisa?

Tapi karena ulah Rendi yang ceroboh, membuat kehilangan Nisa.

"Selama ini aku hanya menganggap kamu sebagai temanku sendiri Ren," Ujar Nisa hati-hati.

"Teman?" Tanya Rendi sambil mentertawakan dirinya sendiri.

Hanya sebatas teman saja dia di mata Nisa padahal dirinya mengharapkan lebih.

"Kamu enggak pernah sadar Nis," Rendi mendekat, Nisa malah ketakutan.

'Lindungi aku,' Batin Nisa, seraya mundur beberapa langkah. Rendi malah semakin dekat dan berhasil membuat wajah Nisa pucat pasi.

"Rendi kamu mau apa?" Teriak Nisa, tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

"Aku...mau apa?" Rendi terlihat putus asa. Tatapannya lekat, wanita yang ia cintai harus menjadi milik orang lain.

Tantu Rendi tak ingin, dia ingin Nisa menjadi miliknya.

Nisa panik, karena Rendi tak bisa dia ajak bicara baik-baik saat ini.

Situasi semakin tegang, keringat bercucuran mengalir membasahi tubuh Nisa, hawa di ruangan padahal dingin karena AC menyala tapi terasa panas.

"Lihat aku Nis," Rendi hendak meraih pundak Nisa, namun dengan pelan Nisa menepis.

"Ren kita bukan muhrim, maaf," Katanya sopan, dia harus mengalah, andai mengikuti emosi Rendi akan semakin menjadi.

Rendi melengos, wajahnya semakin dekat, Nisa menunduk. Perlahan ia mundur hingga posisinya di ujung tembok.

"Ren...jaga hati Tika," Kataku, menyadarkan Rendi.

Aku hanyalah seorang janda, Rendi masih bisa mendapatkan yang baik.

"Tika? Aku sama Tika nggak ada hubungan apa-apa Nisa, yang kamu lihat kemarin itu kami hanya sebatas partner kerja,"

Tika geram ia mendengar ucapan Rendi, laki-laki itu ternyata berbohong, dia bilang dia menyukai Tika, tapi nyatanya dia hanya menganggap Tika sebagai teman saja.

Tika mengepalkan kedua tangannya, dia mendengar suara mereka di balik pintu.

Rasanya muak mendengar ucapan Rendi, bagaimana mungkin dia mengira hanya sebatas teman padahal sudah mencumbunya.

"Teman apa harus mesra, Rendi semua wanita itu layak di perlakukan dengan baik, melakukan tindakan berlebihan apa masih dikatakan sebatas teman?" Tekan Nisa, membuka pikiran Rendi.

Rendi diam, dugaannya betul Nisa mengetahui apa yang ia lakukan dengan Tika.

Nisa memanfaatkan keadaan dia keluar dari ruangan. Dan terkejut mendapati Tika berada di depan ruangan.

"Tika..." Lirih Nisa, apa ia mendengar semua percakapan kami?

"Bagus ya, kalian berduaan di sini," Tukas Tika, memaki Nisa.

Rendi yang sedang di dalam terperangah mendengar suara Nisa.

"Tika..."

"Ya aku, kenapa kamu kaget lihat aku di sini, kamu bilang kita cuma teman iya?" Tika meluapkan amarah.

"Tika jaga sikap kamu, ini d kantor," Rendi menarik tangannya.

"Lepas, setelah apa yang aku berikan sama kamu semuanya kamu bilang aku ini teman?" Tika tak percaya sepicik itu pikiran Rendi, dia merasa hanya di manfaatkan.

'Hah,' Otakku mencerna ucapan Tika, maksudnya apa yang mereka lakukan sudah jauh kah? Mengapa Tika seperti tidak rela.

Larut dalam pikiran, Rendi mencoba untuk menjelaskan tapi Tika terus marah-marah sampai mengundang perhatian karyawan kantor.

"Sudah, sudah kalau mau ribut jangan di sini!" Kataku, lagi.

"Semua ini juga gara-gara kamu, mencoba merayu Rendi, padahal sudah mau menikah," Umpat Tika tidak berperasaan.

Pandai sekali Tika membalikkan fakta, nyatanya akulah yang di sudutkan.

"Semuanya maaf, saya di sini tidak ada merayu Rendi, kami hanya sebatas partner kerja," Kataku dengan tegas meluruskan kebenaran.

Teman-teman yang lain mulai saling bisik, menurutnya aku akan diam saja begitu. Setelah dia menuduhku, enak saja.

Rendi hanya diam ia terlihat malu.

"Tau Tika jangan kelewatan bucin sampai nuduh Ibu Nisa," Bela salah satu karyawan, dia berani berpendapat.

"Apa sih kalian!" Tukas Tika, wajahnya bersemu merah, ia malu dan keluar dari kerumunan.

"Udah, udah bubar," Kataku seraya tersenyum.

Sudah waktunya aku pulang, aku mengambil tas dan keluar dari perusahaan.

POV TIKA

Tak sengaja aku mendengar ucapan Rendi, bisa-bisanya dia bersilat lidah di depan Nisa setelah apa yang kami lakukan.

Aku nggak akan diam saja , mereka harus kuberi pelajaran. Sayup-sayup suara Nisa mulai meredup, aku semakin penasaran mendekati pintu.

Kriet

Terkejut aku saat melihat Nisa keluar ruangan, dia memandangku lekat, namun aku tidak peduli segera mengalihkan pandangan.

Rendi ikut keluar, dia menatapku dengan tatapan kaget. Dasar laki-laki buaya darat!

Mereka berdua di dalam, sedangkan kami bekerja di kantor. Memanfaatkan kesempatan.

"Tika..." Rendi terperangah aku menatapnya dengan sorotan menyalang, semua aku sudah berikan tapi inilah balasan kamu Rendi!

Laki-laki yang aku rebut dari Nisa, dia memang sudah mapan dan kepercayaan Bu Latifa maka dari itu, aku mau dengannya.

'Begini rupanya kamu di belakangku Rendi' Dalan hatiku, tak puaskah dengan satu wanita!

"Tega ya kamu, memilih Nisa kembali, kamu bilang kamu nggak akan berhubungan dengannya lagi tapi ternyata kamu bohong," Sungutku, mataku melotot hendak menelan hidup-hidup laki-laki di hadapanku ini.

Nisa hanya diam memperhatikan kami, sekarang dia merasa senang karena banyak yang menyukai dirinya, padahal masih cantik diriku kemana-mana.

Apa istimewanya dia?

Hanya janda, yang di angkat sebagai anak Bu Latifah, beruntung saja dia jadi pengusaha kaya!

Tapi semua orang membelanya karena dia berperan penting dalam perusahaan ini. Benar-benar membuatku jengkel setengah mati!

Balas Dendam Istri Yang Kau Remehkan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang