29. Karma

5.5K 389 9
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca...

Terhitung sudah satu bulan Lala kembali menjalani kehidupannya di Jakarta setelah statusnya sebagai istri Zacky terkuak. Sejak kejadian itu, ia menjadi jarang memegang ponselnya. Jujur saja ia belum siap untuk menghadapi bagaimana reaksi orang-orang kantor jika mereka sudah mengetahui statusnya selain sebagai sekretaris wakil ceo. Hal itu juga yang menyebabkan orang-orang di sekitar Lala mengeluh karena perempuan itu terkadang sulit untuk dihubungi.

"Hp-mu mana?"

Lala yang sedang menyiapkan sarapan pagi, menoleh kala indera pendengarannya mendengar suara tanya dari Zacky.

"Ada kok, di kamar."

"Terus kenapa susah dihubungi? Sampai Riga telepon aku untuk tanyain kamu."

"Mati."

"Rusak?"

Lala menggeleng. "Memang sengaja aku matiin."

"Sarapan dulu, Bang. Sudah siang, nanti telat ke kantor." Lala sengaja mengalihkan topik agar Zacky tak terlalu banyak bertanya.

Selesai sarapan, kini keduanya sudah bersiap untuk berangkat menuju Deza. Lala yang sedari tadi diam, mengundang kernyitan bingung suaminya.

"Kamu sakit?" Zacky melirik Lala sebentar, lalu kembali menatap ke arah depan.

Lala menghela napas pelan. "Enggak."

"Tumben diam aja?"

Lala mengubah posisi duduknya menjadi sedikit miring menghadap ke arah Zacky. "Aneh ya?"

Zacky mengangguk. "Kenapa? Kamu lagi ada masalah?"

"Aku bingung gimana harus nyikapin reaksi orang-orang kantor yang sudah tahu status kita."

Zacky meraih tangan kanan Lala, lalu menggenggamnya dengan ibu jarinya yang setia mengusap punggung tangan Lala. "Jangan terlalu dijadikan beban."

"Gimana enggak jadi beban coba?"

"Abang sadar enggak kalau tembok di antara kita itu sebenarnya tinggi banget?"

"Perbedaan status sosial kita bagaikan langit dan bumi, Bang."

"Enggak usah dengerin omongan orang. Yang ngejalani hidup ini kita."

"Abang ngomong gitu karena Abang enggak ngerasain gimana jadi aku." Lala menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi.

"Selama kerja di Deza, kamu pernah dibully?"

Lala diam tak menjawab. Ia melepas tautan tangannya dengan Zacky, lalu memperbaiki posisi duduknya. Ia memilih untuk mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"La?"

Lala menggeleng tanpa menatap Zacky.

"Jujur sama aku. Siapa yang berani bully kamu?"

AuristelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang