Chapter 20

220 27 40
                                    

Aku peringatin ya, sebelum baca lanjutan FF ini untuk menekan bintang di akhir. Juga warning dengan segala isi yg kadang diikuti Typo. Isi konten merupakan imajinasi penulis juga ide aslinya. Jadi, dilarang protes karena ini mutlak milik pencipta! Juga dilarang plagiat! Jika itu terjadi, aku sedot ubun-ubunnya!
*
*
*
*
*

Jiyong berlari dengan cepat hanya untuk mengejar lift yang sedang terbuka. Jarinya dengan cepat pula menekan tombol menuju lantai tempatnya tinggal. Dia sudah tak sabar untuk segera menemui orang yang sedang menantinya. Rasa bersalahnya mulai merasuk lagi saat ingat jika dia sudah beberapa lama ini melupakannya hanya karena urusannya dengan Seungri.

Pintu lift terbuka tepat di depan unit apartemennya. Jarinya dengan gesit pula menekan kata kunci di gagang pintu begitu keluar dari lift. Bunyi kunci tanda pintu sudah terbuka, Jiyong bergegas mencarinya ke kamar.

"Jia!" panggil Jiyong saat melihat bocah kecil itu terbaring dengan Sehun yang mengompres keningnya.

"Hyung, kau sudah pulang," jawab Sehun setelah mendengar suara Jiyong.

"Bagaimana Jia?"

"Demamnya sudah turun. Kurasa dia kebanyakan makan es krim. Maaf, aku kurang mengontrolnya," ucap Sehun tidak enak hati.

"Tidak apa. Harusnya aku juga lebih memperhatikannya."

"Appa ...," panggil si kecil tiba-tiba.

Mata kecilnya terbuka perlahan. Jia langsung terbangun saat mendengar suara orang yang dia rindukan. Tentunya Jiyong segera duduk di kasur dan membiarkan anak itu berada dalam pelukannya. Itu yang biasa dia lakukan saat si kecil sakit ataupun ketakutan.

"Jia kenapa tidak dengar perkataan Appa? Kenapa masih makan es krim banyak-banyak?" tanya Jiyong sambil menyisir rambut Jia yang berantakan dengan jari-jarinya.

"Ingin bertemu Appa. Jia rindu Appa," ucapnya.

"Appa sudah di sini, jadi Jia tidak boleh sakit lagi," Jiyong berkata sambil menangkup kedua pipi bocah umur lima tahun tersebut. "Tapi, tidak boleh sampai melanggar perintah Appa!"

Sehun memperhatikan keduanya dengan senyum hangat yang menghiasi bibirnya. Lega karena Jia sudah turun demamnya dan lega kerinduan anak itu akhirnya berbalas.

"Appa, bisa tidak tetap di sini bersama Jia?"

Jia menatap Jiyong dengan tatapan polos dan iba. Biasa dilakukan anak-anak jika inginkan sesuatu agar orang tuanya luluh. Namun, sedikit berbeda dengan Jiyong.

"Appa sudah di sini," jawab Jiyong lagi.

"Maksud Jia, Appa tinggal di sini bersama Jia. Jangan pergi terus," ucap Jia dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya.

"Jia sayang, maafkan Appa yang jarang pulang dan menemani Jia, karena Appa ada urusan yang harus Appa kerjakan. Jia tenang saja, Appa tetap sayang Jia."

Si kecil tetap memandangi Jiyong dengan sedih. Keinginannya bahkan Jiyong tak bisa kabulkan. Jia merindukan saat-saat di mana Jiyong jarang sekali terlihat sibuk.

"Jangan menangis! Appa tidak suka melihat cantik satu ini menangis," bujuk Jiyong, "Jia-ah, dengarkan Appa! Jika urusan Appa sudah selesai, Appa akan lebih banyak waktu untukmu. Apa Jia tidak ingin bertemu dengan pasangan Appa kelak?"

"Appa punya pacar?"

Seketika anak itu tidak jadi menangis. Kini tatapannya lebih antusias dari sebelumnya. Memang Jia pernah meminta Jiyong untuk segera mencari pasangan baru agar ada yang menemani appanya, pikir Jia. Sementara Sehun gelengkan kepala karena bujukan Jiyong terdengar aneh.

Broken White [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang