Elyan menutup rapat pintu, membiarkan berbagai tanaman hijau menyembunyikannya dari seluruh mata yang tak teliti. Dia memastikan tak ada siapa pun yang melihatnya keluar dari pintu rahasia itu, manahan nafas, dan berjalan tanpa suara saat melewati berbagai tanaman dan bunga-bunga yang tumbuh subur di dalam sepotong kecil musim semi yang mekar di tengah negeri musim dingin abadi.
Dia berjingkat-jingkat, beberapa langkah dari pintu. Dan setelah cukup jauh, barulah dia berjalan seperti biasa seolah dia hanya sedang berjalan-jalan pagi di sekitar rumah kaca. Hal yang sangat lumrah dilakukan oleh para tamu Istana. Jika ada yang melihatnya saat ini, mereka takkan tahu bahwa dia baru saja menghabiskan malam di kamar Sang Tsarina.
"Elyan."
Elyan membeku mendengar suara itu. Dia mengenal suara itu sebaik dia mengenal suaranya sendiri.
Dia menoleh perlahan, mendapati Grand Duke sedang duduk di salah satu kursi taman dengan satu set teh dan kudapan pagi di atas meja. Grand Duke menyesap tehnya dengan santai, tampak menikmati suasana pagi seolah tak ada hal genting yang sedang menerpa Imperial. Tapi Elyan lah yang waspada dan tegang melihat ayahnya sepagi ini di taman rumah kaca.
"Ayah mengagetkanku." Katanya, setenang mungkin.
Grand Duke memberi isyarat padanya untuk duduk di kursi di hadapannya. Elyan menuruti ayahnya.
Tapi kemudian semua teh dan kudapan itu langsung hilang saat Elyan duduk di hadapan ayahnya. Semua itu hanya sihir ilusi ciptaan Grand Duke. Tak ada teh dan kudapan sejak awal. Itu hanya ilusi yang digunakan ayahnya untuk membuatnya menurunkan kewaspadaannya, seolah Grand Duke hanya sedang menikmati teh pagi di rumah kaca, bukan sedang menunggu kedatangan putranya yang menghilang sejak malam di balik pintu rahasia. Tentu saja Grand Duke tahu tentang pintu rahasia menuju kamar Tsarina.
Dan tahu lah Elyan apa yang akan dikatakan oleh ayahnya setelah ini.
"Aku menunggu di sini sepanjang malam, berpikir bahwa kau tidak akan berlama-lama di kamar Tsarina." Grand Duke melipat kedua lengan di depan dada, ekspresinya kaku, suasana di antara mereka menjadi tegang. Selang beberapa detik setelah Elyan tak juga menampakkan penyesalannya, Grand Duke menggebrak meja di antara mereka. "Apa yang kau pikirkan! Tsarina akan segera menikah dengan Pangeran Frederick! Kalau ada yang melihatmu—"
"Aku mencintainya. Kupikir ayah juga sudah tahu." Ucap Elyan dengan tegas. Dia menatap mata ayahnya dengan keberanian seorang pahlawan dalam dongeng yang siap mati untuk wanitanya. Tapi ini semua bukan dongeng, dan Elyan bukan seorang pahlawan. Justru dia lah penyebab semua masalah bagi pahlawannya.
Grand Duke bungkam dalam keterkejutannya. Sebelum ini, putranya tak pernah memotong perkataannya, selalu menunduk dan patuh seperti anak baik yang penurut. Entah karena tujuh tahun kepergian yang telah merubah putranya, atau karena cinta itu sendiri.
Elyan melanjutkan kata-katanya, "Ayah, aku sudah besar. Jangan memperlakukanku seperti anak kecil lagi. Aku tidak mau diatur-atur. Aku benar-benar mencintainya dan aku akan menikahinya. Jadi jangan khawatir pada rumor-rumor yang mungkin akan beredar."
Grand Duke menyugar rambutnya, menghela nafas panjang. Dia memijat-mijat pelipisnya, memejam frustasi. "Batalkan perjanjianmu dengan Ratu Lautan kalau kau memang ingin menikah dengan Tsarina."
Elyan kehilangan kata-kata untuk sesaat. Dia hanya terdiam, tak bisa menjawab perintah ayahnya itu dengan jawaban yang diinginkannya. Dia tak bisa membatalkan perjanjian dengan Ratu Lautan, tapi dia tetap ingin menikah dengan Vierra. Dia tak bisa memilih salah satunya.
Melihat putranya hanya bungkam, Grand Duke pun bertanya, "Apa yang sebenarnya kau minta padanya? Apa kau bahkan tahu dia itu apa dan bagaimana dia bisa ada di sana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Empire Of The Seven Seas
FantasíaSeorang Ratu dalam pencarian, Seorang Bajak Laut yang kesepian, Dan Putri yang menghilang di antara tujuh lautan. Ketika takdir sedang mempermainkan mereka dan menyatukan mereka dalam petualangan untuk menemukan apa yang hilang dari diri mereka masi...