Matanya terpejam dengan sendirinya sementara kedua kaki Vierra tak berhenti melangkah. Dia sendiri tak yakin ke mana dia menuju, tapi kakinya seperti melangkah begitu saja. Tanpa tujuan, tanpa arahan, tanpa pikiran. Rasanya seperti berjalan sambil tidur. Kantuk tak tertahankan yang dia rasakan begitu hebat hingga Vierra tak henti-hentinya menguap selama kedua kakinya membawa dirinya melewati berbagai macam bangunan tua terbengkalai tanpa penghuni yang ada di Pulau Terlarang.
Sisa akal sehat meneriaki dirinya sendiri untuk terbangun dan tersadar. Dia harus berhenti berjalan karena kakinya mulai terasa sakit. Entah sudah berapa jam dia berjalan tanpa henti. Vierra sendiri tak yakin sudah pukul berapa saat itu, tapi langit kini berwarna merah muda dan jingga dengan sedikit sentuhan keemasan. Begitu indah dan ajaib hingga Vierra ingin terus membuka matanya meski setiap beberapa langkah dia tertidur dengan kedua kaki yang terus aktif berjalan.
Berhenti!
Suara seseorang terdengar di telinganya tapi Vierra tak yakin siapa yang bicara. Dia tak dapat mengenali suara itu. Otaknya menolak untuk berpikir saat ini. Yang dia inginkan hanya tertidur lelap, tapi kedua kakinya menolak untuk berhenti melangkah.
Cepat kembali ke kapal sekarang juga! Apa yang kau lakukan di luar sini? Malam hampir tiba!
Suara itu terus memerintahnya, tapi Vierra tak suka diperintah. Dirinya adalah seorang Tsarina, orang yang memerintah, bukan yang menerima perintah.
Mata Vierra terpejam.
Lalu terbuka kembali. Langit masih berwarna seperti kumpulan permen kesukaannya dulu saat masih kecil. Permen stroberi, permen jeruk dan mangga, juga sedikit permen anggur yang berwarna ungu gelap. Awan-awan mulai terlihat seperti bentuk-bentuk yang unik dan aneh. Dulu Vierra suka berbaring di padang rumput saat sedang berlibur di Istana Schere dan menerka-nerka bentuk awan. Ada yang berbentuk seperti ombak, ada yang seperti serigala, dan sebuah kapal. Semua awan itu seperti sedang berusaha memberitahukannya sesuatu, tapi Vierra terlalu lelah untuk dapat memikirkan apa pun.
Dia mendengar suara petikan harpa yang bergema. Begitu indah sampai dia yakin yang memainkannya adalah peri hutan. Dilatarbelakangi suara air sungai yang mengalir, tiupan angin, gesekan dahan-dahan pohon, serta suara serangga-serangga pulau tropis. Udara tak lagi beraroma garam dan cahaya matahari, melainkan berbau seperti tanah dan pepohonan serta aroma lainnya yang tidak biasa. Aroma kenangan masa lalu dan mimpi ajaib.
Mata Vierra terpejam kembali. Kali ini lebih lama dari sebelumnya.
Vierra! Dengarkan suaraku! Kau harus sadar dan kembali ke kapal secepatnya!
Saat Vierra membuka matanya, dia sudah berada di sebuah hutan. Gelap. Tanahnya basah dan berlumpur. Sepatu bot pemberian Nezha kini dipenuhi lumpur kotor. Tapi itu tak serta-merta menghentikan langkahnya.
Langit di antara dahan-dahan kini sewarna racun, ungu pekat. Dan Vierra baru menyadari bahwa dia merasa haus hingga dia akan dengan suka rela meminum racun jika hanya itu yang tersedia untuk diminum. Sudah berjam-jam dia hanya berjalan tanpa tahu arah tujuan, tanpa istirahat, tanpa minum dan makan. Dia sendiri heran bagaimana dia bisa bertahan.
Matanya terpejam lagi.
Kali ini dia tidak membuka matanya lagi untuk waktu yang lama.
***
Sewaktu masih kecil, Vierra pernah menghabiskan waktu di perpustakaan Istana membaca berbagai buku sampai dia tertidur. Perpustakaan selalu menjadi tempat yang sepi dan tenang, tempat bersembunyi paling sempurna untuk seorang Putri yang ingin kabur dari rutinitas melelahkan pewaris takhta. Jadi, sejak dulu, perpustakaan sudah menjadi tempat yang tidak asing baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empire Of The Seven Seas
FantasySeorang Ratu dalam pencarian, Seorang Bajak Laut yang kesepian, Dan Putri yang menghilang di antara tujuh lautan. Ketika takdir sedang mempermainkan mereka dan menyatukan mereka dalam petualangan untuk menemukan apa yang hilang dari diri mereka masi...