Chapter 22 : Rain and Thunder

207 20 0
                                    

Hujan masih terus mengguyur Laut Violet beserta dua kapal yang berhenti di tengahnya. Layar hitam kelam kapal Raja Lautan bersebelahan dengan layar hijau emerald milik La Esmeralda di tengah kegelapan malam. Langit yang semula dipenuhi bintang-bintang yang berkilauan kini dipenuhi awan hitam, membuat bulan tertinggal sendirian dan sinarnya tampak redup.

Gemuruh guntur niscaya dapat membangunkan siapa pun yang tengah tertidur saat itu. Malam memang sudah sangat larut, hanya beberapa jam sebelum matahari terbit dan bersinar. Namun dua orang masih terjaga di kamar mereka, masih membahas kelanjutan hubungan keduanya yang mungkin akan segera kandas.

Elyan kini duduk berlutut di atas lantai kayu, di hadapan pasangan jiwanya. Tatapannya sehampa padang es di Utara. Vierra masih mengamatinya dalam diam sambil duduk di pinggir ranjang.

Elyan menggeleng, wajahnya memucat, matanya memerah menahan kesedihan mendalam karena kabar yang baru saja didengarnya. "Kau tidak mungkin serius. Tidak. Kau bahkan tak mengenalnya. Kalian baru bertemu beberapa jam yang lalu." Suaranya kian melirih, "Apa ini caramu balas dendam karena aku tidak mau ikut bersamamu kembali ke rumah ayahku?"

Seorang Tsarina tidak seharusnya duduk di atas lantai, tapi itulah tepatnya yang dilakukan oleh Vierra sekarang. Melihat pasangan jiwanya bersedih, dia ikut duduk di lantai di hadapan Elyan.

"Aku mengenalnya. Kami bukan sepenuhnya orang asing. Ayah Frederick, Pangeran Jeffrey, adalah saudara tiri ayahku, jadi bisa dibilang dia adalah sepupuku." Kata Vierra. Dia dapat merasakan kepedihan yang tidak berasal dari dirinya. Kepedihan itu adalah perasaan Elyan, yang diakibatkan olehnya. Vierra melembutkan suaranya, menyentuh wajah Elyan dengan tangannya yang hangat untuk memberinya ketenangan yang mungkin dia butuhkan. "Ini bukan hanya tentangmu, Elyan. Frederick memberiku apa yang tak bisa kau berikan."

Elyan menjauhkan diri dari tangan Vierra. Menghindarinya. Dia berdiri, dan mundur menjauh beberapa langkah dari Vierra. Vierra melakukan hal yang sama, dia berdiri dan maju beberapa langkah mendekat ke arah Elyan.

"Apa yang tak bisa kuberikan padamu?" Balasnya, diiringi gemuruh guntur seolah itu berasal dari suaranya. Matanya menatap Vierra, mengembara dari matanya, ke bibirnya, ke lehernya dan ke bagian lain dari kulitnya yang tak ditutupi gaun tidurnya. Panas kembali menjalari kulit Vierra di bawah tatapan itu. Mungkin api dalam dirinya bereaksi terhadap tatapan Elyan, mungkin karena jantungnya yang kini memompa lebih cepat, Vierra tak benar-benar tahu. Elyan melanjutkan pertanyaannya, "Dansa? Kapal? Kau pikir aku tak bisa memberikannya?"

"Masa depan bersama." Jawab Vierra dengan tegas. "Sebuah kepastian bahwa hubungan kami menuju ke satu arah tertentu. Tidak terombang-ambing di tengah lautan luas tanpa tujuan yang pasti."

Elyan tak langsung membalasnya. Dia hanya terdiam menatap Vierra. Pemahaman terbit di matanya. Dia takkan pernah mengerti jika saja Vierra tak pernah mengungkapkannya. "Vierra... Kau tak pernah bilang kalau kau menginginkan pernikahan."

"Kalau aku mengatakannya padamu, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Vierra, lebih seperti tantangan bagi Elyan.

Elyan membisu.

Dan Vierra tahu apa jawabannya bahkan sebelum dia menanyakannya. Vierra sudah tahu jawabannya bahkan meski Elyan tak mengatakannya. Itulah sebabnya dia takkan pernah lagi berharap pada Elyan.

Suara hujan dan debur ombak kembali mengisi keheningan di antara mereka. Vierra bersyukur hujan turun dengan deras saat ini, karena jika tidak, semua pembicaraan di antara mereka mungkin akan terdengar oleh para pengawalnya yang berjaga di depan pintu.

Elyan tak kunjung mengatakan apa pun. Dia mungkin mencoba mengatakan sesuatu, tapi dia urungkan kembali.

Menyakiti perasaan Elyan sama saja dengan menyakiti perasaannya sendiri. Tapi Vierra harus mengatakannya agar Elyan memahami pilihannya. Bahkan meski itu akan menghancurkan hatinya—hati mereka berdua—Vierra harus mengambil pilihan yang tepat. Bukan untuk dirinya sendiri, bukan untuk Elyan, tapi untuk Imperialnya. Sebagai seorang gadis biasa, dia akan memilih Elyan lebih dari pada apa pun, dia akan bersamanya, mengikutinya ke mana pun Elyan pergi, ikut berlayar, mengarungi lautan mencari tujuh pusaka, menyongsong maut beberapa kali dan tenggelam ribuan kali. Vierra bisa melakukan semua itu untuk Elyan. Tapi sebagai seorang Tsarina, dia harus mengambil keputusan yang bijaksana, yang baik untuk seluruh rakyatnya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan meski itu artinya dia harus mengorbankan hubungannya sendiri. Bahkan meski itu artinya dia harus mengorbankan perasaannya terhadap Elyan.

Empire Of The Seven SeasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang