"Astaga! Maafkan saya, Yang Mulia."
Vierra meninggalkan bibir Elyan untuk melihat siapa yang dengan tidak sopan membuka pintu tanpa izinnya.
Itu adalah si gadis yang tadi juga mengganggu pembicaraannya dengan Grand Duke. Tapi kali ini dia mengenakan gaun yang lebih baik dari sebelumnya, bukan seragam pelayan. Gaun itu terlalu sederhana untuk anggota keluarga kerajaan, tapi juga terlalu mewah untuk ukuran pelayan. Membuat Vierra semakin yakin bahwa dia bukan sekedar pelayan biasa. Dia pasti berasal dari kalangan bangsawan, meski Vierra tak bisa memastikan gadis bangsawan dari mana yang seberani ini membuka pintu ruang kerjanya tanpa seizinnya.
"Siapa kau?" Tanya Vierra dengan dingin. Mata emeraldnya berkilat-kilat di bawah cahaya lampu gantung saat menatap gadis itu. Jika dirinya berasal dari Klan Navarro alih-alih dari Klan Reyes, gadis itu mungkin sudah menjadi debu saat ini.
Gadis berambut pirang itu terkejut mendengar nada bicara Vierra. "Sa-saya Cordelia, Yang Mulia. Dayang yang baru ditugaskan—"
"Apakah aku memberimu ijin untuk membuka pintu, Cordelia?" Potong Vierra langsung.
Vierra kembali mengamati Cordelia. Dia mungkin salah satu kerabat jauhku jika melihat dari rambut pirangnya. Mungkin leluhurnya pernah menjalin hubungan dengan salah satu anggota keluarga Winterthur.
Elyan tertawa mendengar kata-kata itu lewat ikatan mereka. Sayang, aku keturunan Winterthur terakhir yang masih hidup—selain dari garis keturunan Jenderal Irene. Kakekmu menjatuhi hukuman mati pada seluruh putra-putri keturunan Winterthur bertahun-tahun yang lalu selain keluarga ibuku. Jadi mustahil dia keturunan Winterthur.
Vierra melembutkan tatapannya saat dia menoleh ke sampingnya, ke arah Elyan. Tapi dia kelihatannya keturunan bangsawan. Dan dia sepertinya seusia dengan kita. Kau ingat anak perempuan siapa yang berambut pirang di antara seluruh bangsawan Imperial?
Tidak. Kata Elyan. Meski begitu, dia masih mengamati Cordelia. Tatapannya penuh selidik, keningnya berkerut, membuatnya tampak mirip ayah angkatnya terlebih dengan pakaian itu. Kau benar, aku merasa dia tak asing. Mungkin kita seharusnya mengenalnya, tapi aku sama sekali tak ingat siapa dia. Mungkin salah satu teman bermainmu sewaktu kecil? Putri Count? Keponakan Duke?
Cordelia masih menunduk, tak berani menatap mata Vierra maupun Elyan. Rambut pirangnya menjuntai panjang menutupi wajahnya. Dia memainkan kuku-kuku jarinya, pertanda sedang gugup. Pertanda bahwa dia memang menyembunyikan sesuatu.
Vierra seharusnya mengenal semua dayangnya. Dia lah yang memilih siapa-siapa saja yang diberi kehormatan untuk menjadi dayangnya. Para putri bangsawan dan lulusan terbaik dari akademi sihir, mereka yang memiliki sikap yang sopan dan terlatih untuk membantu pekerjaan seorang Tsarina. Tapi dia jelas sekali tak pernah memilih apa lagi melihat gadis berambut pirang di hadapannya ini.
Vierra baru akan mengatakan sesuatu untuk menanyainya lebih lanjut, untuk membongkar tujuan tersembunyi gadis itu. Gadis itu bisa saja ditugaskan pihak musuhnya untuk memata-matainya. Mungkin mata-mata kiriman Presiden Orient. Gadis itu bisa menyebarkan gosip tentang Tsarina yang berselingkuh dengan sepupunya sendiri di saat tunangannya sedang tidak ada di sekitarnya. Dia mungkin akan membuat rumor-rumor lainnya yang akan menjatuhkan nama Vierra. Tapi tepat sebelum dia angkat bicara, Elyan sudah terlebih dahulu melangkah mendekati Cordelia yang kini tampak gemetaran.
Elyan menyentuh dagunya dengan satu jari dan mendongakkan wajah gadis itu agar menatapnya. "Apa aku mengenalmu?" tanyanya, dengan nada suara sedingin bilah pedangnya.
Gadis itu mundur karena terlalu terkejut, "T-tidak, Yang Mulia." Katanya, tergagap. "Saya minta maaf karena saya pikir—"
"Maaf, apa aku menginterupsi sesuatu?" Suara seorang pria memotong perkataan Cordelia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empire Of The Seven Seas
FantasySeorang Ratu dalam pencarian, Seorang Bajak Laut yang kesepian, Dan Putri yang menghilang di antara tujuh lautan. Ketika takdir sedang mempermainkan mereka dan menyatukan mereka dalam petualangan untuk menemukan apa yang hilang dari diri mereka masi...