Pelatihan Vierra dengan Guru Violet mengalami perkembangan pesat semenjak Vierra mulai melatih matanya untuk melihat pergerakan lawan di masa depan terdekat. Hanya dibutuhkan waktu tiga hari baginya untuk dapat menguasai Trisula Bulan Sabit dan seluruh gerakan yang Violet ajarkan. Dan semenjak dia mulai sering menggunakannya, semenjak semua permata pada trisula itu menyala untuknya, Vierra tak lagi mendengar bisikan-bisikan Sang Ratu Lautan.
Hari-harinya disibukkan dengan sesi pelatihan dengan Violet dari matahari terbit hingga matahari terbenam kemudian tidur dengan Elyan di malam hari. Hingga dia tak punya waktu untuk memikirkan segala kekhawatiran yang sebelumnya melanda setiap hari.
"Sayang, bangun." Elyan mendaratkan kecupan di keningnya. "Sudah siang. Kau akan terlambat."
Vierra membuka matanya. Cahaya matahari menerangi dunianya, bersinar terang lewat jendela-jendela yang ada di kabin kapten Raja Lautan. Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah berseri-seri pasangan jiwanya. Rambut pirang Elyan seperti dikelilingi cahaya keemasan membuatnya terlihat seperti malaikat yang baru turun dari langit. Vierra mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Elyan, memastikan bahwa dia nyata, "Halo, Tampan."
Elyan tertawa geli mendengarnya, "Jadi kau akhirnya membuka matamu setelah sekian lama. Ke mana saja kau, baru sadar sekarang?"
"Aku sudah sadar dari dulu sejak kita masih kecil bahwa kau memang tampan, aku hanya tak mau mengatakannya karena tahu kau akan besar kepala." Kata Vierra sambil berusaha untuk duduk di ranjang. Tapi dia segera mengurungkan niatnya dan kembali bergelung di dalam selimut. "Kupikir aku sudah memberitahumu bahwa tidak ada jadwal latihan hari ini. Violet memberiku hari libur."
"Aku tahu." Elyan duduk di pinggir ranjang, di sampingnya. Tangannya membelai rambut Vierra. "Tapi ada sesuatu di luar yang ingin kutunjukkan padamu."
"Di luar?"
Elyan mengangguk.
"Seluruh tubuhku terasa sakit. Aku capek sekali. Aku tak tahu ini salah siapa. Entah Violet atau kau."
"Maaf..." Tapi senyum lebarnya membuatnya terlihat tak berdosa. Elyan mengecup bibir Vierra dengan lembut, "Tapi seingatku kau duluan yang menggodaku semalam, Istriku."
Vierra mengernyit, berpura-pura bingung, "Siapa yang kau sebut istrimu?"
"Kata Violet, kalau sudah meminum cahaya bulan, kita sama saja sudah menikah di mata para Dewa dan Dewi. Itulah cara para kaum kekal di masa lampau menikah, atau dalam bahasa mereka, membuat ikatan cinta abadi."
Vierra sudah tahu hal itu sejak Violet menjelaskan tentang Air Mancur Cahaya Bulan. Tapi tetap saja rasanya seperti mimpi bahwa dia dan Elyan secara teknis sudah menikah. Dia tak menginginkan hal lain selain ini. Andaikan saja dia bisa menghentikan waktu alih-alih melihat masa depan, dia ingin berada di masa ini selamanya. Tanpa kekhawatiran terhadap apa pun, tanpa urusan politik yang harus dia selesaikan maupun bencana yang harus diatasi. Hanya bersama Elyan, sebagai istrinya, sebagai pasangan jiwanya, selamanya.
"Aku tetap menginginkan cincin permata dan pesta pernikahan yang megah di Istana." Kata Vierra. Dia tak benar-benar menginginkan itu semua. Baginya, pernikahan dengan meminum cahaya bulan di Perpustakaan Tengah Malam yang begitu ajaib di tengah-tengah Pulau Terlarang sudah lebih dari cukup baginya. Dengan Elyan, dia tak mempermasalahkan bagaimana atau di mana mereka menikah, tapi dia mengatakannya untuk membuat sebuah janji bahwa mereka akan selamat, dan pertempuran ini bukan lah akhir dari segalanya. Vierra menambahkan, "Aku ingin mengenakan gaun pengantin terindah dan berjalan menghampirimu di altar dengan ayahku mendampingi di sampingku. Aku ingin melihat ibuku menangis terharu, dan mendapatkan ucapan selamat dari semua orang. Aku ingin dansa pertama denganmu di aula Istana, dan memamerkan pada semua orang bahwa kau adalah suamiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Empire Of The Seven Seas
FantasySeorang Ratu dalam pencarian, Seorang Bajak Laut yang kesepian, Dan Putri yang menghilang di antara tujuh lautan. Ketika takdir sedang mempermainkan mereka dan menyatukan mereka dalam petualangan untuk menemukan apa yang hilang dari diri mereka masi...