“Humaira,” lirih Gus Azhka. Fazha hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam karena takut mendengar jawaban apa yang akan dikatakan oleh Gus Azhka.
“Fazha nggak sempurna,” ucap Fazha, cairan bening telah menggenang di sudut matanya. Tanpa menjawabnya, Gus Azhka langsung memeluk istrinya itu. Fazha semakin terisak dalam pelukan Gus Azhka.
“Fazha nggak bisa ngasih keturunan. Gus Azhka mau nyari wanita lain? Silahkan, Gus, Fazha izinkan Gus Azhka berpoligami. Ini juga–” ujar Fazha yang terpotong.
“Cukup, Humaira! Bukankah dalam sebuah rumah tangga itu udah menjadi kewajiban kita untuk saling menyempurnakan? Lantas kenapa kamu mundur ketika kamu merasa nggak sempurna? Saya juga nggak sempurna, Humaira, maka dari itu kita harus saling menyempurnakan. Nggak usah memperbesar masalah, saya anggap ini masalah kecil. Sampai kapanpun, saya hanya akan mencintai 3 wanita dalam hidup saya. Ummi, Salwa, dan kamu, Humaira!” ujar Gus Azhka dengan matanya yang berkaca-kaca.
“Jadi jangan pernah berfikir bahwa saya akan menikahi wanita lain selain kamu dalam seumur hidup saya!” lanjut Gus Azhka.
“Tapi 'kan–” jawab Fazha, tapi lagi-lagi Gus Azhka langsung memberinya kode agar ia diam.
“Kalo Allah belom mengaruniai kita seorang anak, pasti Allah punya maksud lain. Mungkin Allah mau ngasih kita waktu buat berdua dulu, biar makin akrab, biar hubungan kita makin membaik. Karena 'kan 1 bulan setelah pernikahan kita kemaren, hubungan kita ini asing, sangat asing! Kita harus berperasangka baik sama Allah. Allah itu mengetahui apa yang nggak kita ketahui, Yaa Zaujati!” ujar Gus Azhka dengan menatap Fazha dalam-dalam.
“Gimana Ummi sama Abi? Gimana kalo mereka nggak menerima kekurangan Fazha?!” tanya Fazha.
“Nggak mungkin, Humaira. Mereka pasti menerima kekurangan kamu, nanti biar saya yang bicara. Udah bawa santai aja, kamu nggak usah terlalu overthingking sama hal-hal yang belom mungkin terjadi,” jawab Gus Azhka yang kembali memeluk Fazha.
“Ikhtiar dan do'a, jangan tinggalkan keduanya. Kamu pasti bisa sembuh,” ucap Gus Azhka dengan suara lembutnya membuat Fazha sedikit tenang.
•
•
•2 hari kemudian….
Fazha mengembangkan senyumnya ketika memasuki sebuah Transmart siang itu.
“Jangan senyum-senyum, nanti ada yang naksir!” ketus Gus Azhka.
“Hehe, Fazha jadi inget pas malem-malem itu, Gus. Pas Gus Azhka ngajak Fazha pulang terus Fazha nggak mau, akhirnya kita pergi ke sini dulu baru Fazha mau pulang,” jawab Fazha di iringi tawa kecilnya.
“Ciee masih inget,” ledek Gus Azhka.
“Ya Allah, Gus! Orang masih 2 bulan yang lalu masa lupa!” jawab Fazha dengan sewot lalu berjalan mendahului Gus Azhka.
Mereka memilih banyak sekali barang-barang untuk dibeli. Setelah selesai, mereka pergi ke kasir untuk membayarnya lalu pulang.
Baru saja ingin memasuki mobil, tiba-tiba Fazha teringat sesuatu.
“Astaghfirullah! Dompet Fazha ketinggalan di kasir!” ujar Fazha yang seketika panik.
“Belom ada 2 jam udah lupa,” jawab Gus Azhka berniat membalas dendam.
“Nggak usah komen! Ya udah, tunggu sini, ya, Fazha mau ke tempat kasir dulu. Jangan ditinggal!” ujar Fazha lalu pergi begitu saja.
“Ihs kok ditinggal,” gerutu Gus Azhka. Baru saja ia melangkahkan kakinya untuk menyusul istrinya itu, tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Halalku
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] "Fazha nggak cinta sama Gus Azhka!" elak Fazha. "Jangan bohong. Risa yang bilang ke saya!" jawab Gus Azhka. Fazha terdiam sejenak. Mulutnya serasa terkunci, ia tak tahu harus menjawab apa. "Tapi rasanya nggak adil jika han...