Extra Part

6.7K 220 7
                                    

Di sela-sela kesibukan semua orang rumah, Gus Azhmi tengah duduk termenung di teras belakang rumah. Ia menyandarkan tubuhnya di tembok. Tatapannya kosong, entah apa yang berada dalam pikirannya.

“Gus Azhmi …,” lirih Erik lalu duduk di sebelah Gus Azhmi.

Gus Azhmi tak menjawabnya, sepertinya ia tak menyadari kedatangan Erik.

“Gus Azhmi demam,” ucap Erik seraya menyentuh dahi sepupunya itu. Gus Azhmi hanya menggelengkan kepalanya.

“Kata orang … anak kembar itu, kalo salah satunya ada yang kenapa-kenapa, satunya juga ikut ngerasain,” ujar Erik.

“Syok banget, ya, Gus?” imbuh Erik.

“Pesan terakhir dari mas Azhka. Kata mas Azhka, maafin dia kalo dia masih punya salah sama kamu. Terus, Qayla sama Risa harus menghibur mba Fazha kalo mas Azhka udah nggak ada,” ucap Gus Azhmi. Perkataan saudara kembarnya itu masih terngiang-ngiang di telinganya.

“Saya maafin, Gus. Gus Azhka yang tenang di sana, ya,” ucap Erik dalam hati, ia menyeka air matanya yang hampir jatuh.

Erik menatap Gus Azhmi sangat lama. Postur wajahnya, warna kulitnya, semuanya sama dengan Gus Azhka! Namun meskipun begitu, tetap saja jiwa dan sikap mereka berbeda.

“Setidaknya bisa mengobati rasa rindu,” lirih Erik.

“Gus Azhmi,” panggil Erik, Gus Azhmi hanya menengok tanpa berkata apapun.

“Bersikaplah seperti Gus Azhka,” pinta Erik.

“Kamu nggak boleh egois, Rik! Saya dan mas Azhka itu berbeda!” tegas Gus Azhmi.

“Mungkin saya nggak bisa tertawa lagi seumur hidup saya,” ucap Erik yang menahan tangisnya.

“Dan seumur hidup saya, saya akan membenci hari ulang tahun,” ucap Gus Azhmi, Erik hanya mengangguk pertanda paham apa yang dimaksud Gus Azhmi.

“Ikhlas, Gus. Semoga Allah kembali mengumpulkan kita di syurga-Nya nanti. Saya akan kembali tertawa di sana,” jawab Erik dengan bulus bening yang berhasil lolos dari pelupuk matanya.



Di sisi lain…

“Aku benci tempat ini …!” teriak Fazha yang saat itu berada di tepi pantai. Sebuah pantai yang ia dan Gus Azhka kunjungi kemarin sore.

“Kemaren Gus Azhka bilang mau ke sini lagi. Tapi kita belom sempet ke sini, Gus Azhka udah pergi! Kemaren Gus Azhka bilang nggak akan ada konflik lagi! Kemaren Gus Azhka bilang mau menciptakan happy ending bersama sang tokoh utama, tapi kenapa Gus Azhka hanya menjadi figuran?! Kisahnya belom selesai, Gus Azhka …!”

“Fazha … udah,” lirih Qayla yang berusaha menenangkan sahabatnya itu.

Fazha melihat nama dirinya dan Gus Azhka yang masih terukir di pasir itu. 

“Kemaeren sore Gus Azhka yang nulis ini, Qay,” ujar Fazha. Qayla yang melihatnya semakin tak dapat membendung air matanya.

Risa mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai memotret pasir yang tertuliskan “Azhka ♡︎ Fazha” yang bahkan belum terhapus oleh ombak ataupun manusia.

“Gus Azhka, tolong lepasin genggaman Gus Azhka dari jiwa Fazha. Kasian sahabat Risa, Gus. Sepanjang hidup Risa, Risa  bakal menjalankan amanah Gus Azhka tadi pagi kok. Risa bakal selalu ada di sisi Fazha. Kedua anak kembarmu laki-laki, Gus. Kelak mereka dewasa, mereka akan menjadi ksatria yang selalu mengkawal ibunya. Lepasin Fazha, Gus, dia nggak sendirian di sini,” ucap Risa dengan melemparkan pandangannya ke arah luasnya lautan.

“Jangan merasa sendirian, ya, Za. Kita semua bakal selalu ada buat kamu. Kita jalani bareng-bareng, ya. Kamu harus kuat demi anak-anak kamu, Za. Masa depan kamu masih panjang,” ucap Qayla.

Fazha semakin terisak dalam pelukan Qayla. Ia sampai melupakan kedua anaknya. Rasa sakit pasca melahirkan, tak sebanding dengan sakitnya kehilangan sosok yang selama ini mengisi separuh jiwanya, membuat ia harus menjadi singel parents di usianya yang masih 21 tahun.

“Kenapa bahagiaku cuma sementara, Ya Allah?! Khayalanku dulu sempat menjadi nyata walaupun sekarang kembali hancur!! Kenapa bisa sehancur ini, Ya Allah?!
Ya Allah … seberat inikah cara-Mu mendewasakanku?” Fazha terus menangis tanpa henti. Harapannya, khayalannya, kebahagiaannya, semuanya hancur!

“Fazha! Hey, dengerin aku! Allah tau kamu kuat, Allah tau kamu bisa, makanya Allah mengujimu seberat ini. Kamu tau nggak? Kamu adalah wanita terhebat kedua yang pernah kutemui setelah Ummaku. Udah, nggak boleh nangis! Aku nggak suka liat bestieku nangis!” ucap Risa.

“Oh, iya, ini dari Gus Azhka sebelum dia meninggal,” imbuh Risa lalu menyodorkan secarik kertas. Gus Azhmi yang memberikan padanya tadi. Itu adalah kertas yang tertuliskan sebuah nama.

“Al-Akhtar Syarif Abrani & Al-Afkar Syarif Abrani.”

“Nama untuk keponakan kembarku,” ucap Risa dengan tersenyum simpul.

“Kalian jangan pernah pergi, ya. Mulai sekarang, aku selalu butuh kalian,” lirih Fazha.

“Nggak akan, Za. Kita bakal selalu ada buat kamu. Kamu kalo ada apa-apa, cerita sama kita, ya. Kamu masih terlalu muda untuk menanggung beban ini sendirian,” jawab Qayla.

“Kamu bagaikan berliannya Gus Azhka yang dititipkan sama kita, Za. Dan kita harus menjaga dan merawat berlian itu jangan sampai hancur atau tergores sedikitpun, sampai berlian itu kembali ke tangan pemiliknya lagi. Tapi ini bukan tentang berlian,” timpal Risa yang membuat Fazha sedikit terhibur.

“Dah, jangan sedih. Kita mulai dari nol lagi, Za. Semangat! Kita masih terlalu muda untuk stres yang tidak perlu!” ujar Qayla.

“Iya bener! Dunia itu tempatnya capek, enak itu nanti kalo udah di syurga,” timpal Risa.

“Makasih, ya. Kalian memang motivator terbaikku,” ucap Fazha yang mencoba untuk tersenyum.

“Pulang, ya, udah sore,” ucap Qayla.

“Ayo,” jawab Risa dan Fazha bersamaan. Mereka berjalan menyusuri tepi pantai dengan bergandengan tangan.

            *********


Guyss!! Thanks buat para readers setia yang udah baca dari awal sampe end dan selalu support author. Dan maaf klo endingnya gak sesuai sama ekspetasi para readers semua😭 Ah, pokoknya ambil baiknya, buang buruknya. Maaf jika banyak kesalahan menulis (typo) dalam ceritanya, tapi author harap kalian ngerti lah ya walaupun typo² 🥴

Eumm … in syaa Allah bakal ada S2 nihh
Penasaran?? Tunggu aja kelanjutannya ya.

See you next time guys!

Gus HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang