Risa berjalan di sepanjang lorong rumah sakit untuk kembali ke ruangan di mana Fazha dirawat.
“Anak keduanya adeknya Nyai Fatimah,” gumam Risa. Sedari tadi ia terus mengulang-ulang perkataan Riyan.
“Heh, Gus Azhka,” panggil Risa saat tak sengaja melihat Gus Azhka. Gus Azhka pun langsung menghampirinya.
“Apa?” tanya Gus Azhka dengan singkat.
“Gus Azhka maksud sama kata-kata ini nggak? ‘Anak keduanya adeknya Nyai fatimah’. Gus Azhka paham nggak?” tanya Risa.
Gus Azhka terdiam sejenak mencerna kata-kata Risa.
“Hmm adeknya ummi, ya,” gumam Gus Azhka.
“Ya berarti itu kamu, Ris,” ujar Gus Azhka.
“Maksudnya?” tanya Risa.
“Gini loh … 'kan adeknya ummi saya itu adalah umma kamu, 'kan? Nah, terus kamu itu anak kedua. Ya jadi bener ‘Anak keduanya adeknya Nyai Fatimah’ ,” jelas Gus Azhka.
“Maksud gak?” tanya Gus Azhka.
“Oohh, ummanya Risa itu 'kan adeknya Nyai Fatimah, ya?” tanya Risa.
“Ya Allah, Ris, bisa-bisanya lupa sama nasab sendiri,” ujar Gus Azhka sembari menepuk jidatnya.
“Emang kenapa nanyain hal kaya gitu? mempersulit hidup aja. Korban DEBM, nih,” imbuh Gus Azhka.
“Tadi Riyan bilang kalo dia suka sama anak keduanya adeknya Nyai Fatimah,” jawab Risa dengan polosnya.
“Yaitu kamu, Risa…! Dah, capek,” ujar Gus Azhka lalu pergi meninggalkan Risa.
“Hah? Gimana, sih?” gumam Risa.
“Balom peka juga,” batin Riyan yang sedari tadi menguping pembicaraan Risa dan Gus Azhka.
•
•
•“Itu ruangan apa, sih, baru kepikiran?” gumam Fazha saat teringat sebuah ruangan yang berada dilantai atas. Ruangan itu selalu terkunci, ia pun tak pernah menanyakannya pada Gus Azhka.
“Coba liat aja, deh,” gumam Fazha lalu bangkit dari tidurnya. Ia sendirian di rumah sore itu karena Gus Azhka langsung pergi ke pesantren sejak pulang dari rumah sakit tadi.
Fazha pergi kelantai atas dan menuju ruangan yang pintunya terkunci itu. Terdapat sebuah kunci di atas nakas yang sepertinya memang kunci ruangan itu.
“Tapi Gus Azhka naro kuncinya di sini,” batin Fazha lalu mengambil kunci itu dan mulai membuka pintu.
“Wahh, estetik,” gumam Fazha saat memasuki ruangan itu. Nampak seperti sebuah kamar yang cukup luas, lebih luas dari kamar yang ia tempati.
Ruangan itu nampak terawat, sepertinya Gus Azhka rajin membersihkannya tanpa sepengetahuan Fazha.
Terdapat beberapa rak-rak buku yang tersusun rapi lengkap dengan buku-bukunya. Banyak juga foto-foto yang terpajang di dinding, dan sebuah piano di sudut ruangan dekat jendela yang tertutup oleh tirai yang putih bersih.
“Ahaha!” Fazha tertawa lepas saat melihat sebuah foto kedua anak kecil yang kembar. Ya, siapa lagi kalau bukan Gus Azhka dan Gus Azhmi.
“Iih, lucunya … pasti anak-anakku nanti kaya gini,” ujar Fazha.
Ia bangkit dari duduknya lalu menuju rak-rak buku.
“Banyak banget,” gumam Fazha lalu mengambil salah satu buku yang kelihatannya menarik.
“Secret Admirer.” Fazha membaca judul buku yang tertulis di cover.
“Wahh, Ini novel?!” pekik Fazha dengan wajah sumringah.
“Lah, iya! Nggak cuma ini, banyak juga novel-novel lainnya,” imbuh Fazha. Mempunyai banyak novel adalah surga dunia baginya.
Tapi ia tetap fokus dengan sebuah novel yang berjudul ‘Secret Admirer’ itu. Ia duduk di tepi ranjang dan mulai membukanya.
“Lho, Muhammad Azhka?” gumam Fazha saat melihat profil penulisnya.
“Ini Gus Azhka sendiri yang nulis? Wahh, keren,” imbuhnya yang semakin tertarik untuk membacanya.
Ia membuka halaman pertama, terdapat selembar kertas yang terlipat di situ. Rasa penasaran benar-benar menghantui Fazha. Ia mengambil kertas itu dan membuka lipatannya.
***********
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Halalku
Novela Juvenil[Follow sebelum membaca] "Fazha nggak cinta sama Gus Azhka!" elak Fazha. "Jangan bohong. Risa yang bilang ke saya!" jawab Gus Azhka. Fazha terdiam sejenak. Mulutnya serasa terkunci, ia tak tahu harus menjawab apa. "Tapi rasanya nggak adil jika han...