“Mantan?” tanya Fazha dengan singkat. Gus Azhka hanya berdehem tanpa menjawabnya.
“Jadi Gus Azhka pernah pacaran? Jijik banget sama tuh orang! Fazha kemaren ketemu orang itu waktu di rumah sakit, dan Risa bilang dia kaya lon*e, ternyata memang bener,” ujar Fazha dengan tersenyum smirk dan lagi-lagi Gus Azhka hanya mendiamkannya, ia benar-benar tidak mood hari ini.
“Tul1 apa b1su ?!” sindir Fazha dengan melirik sinis ke Gus Azhka.
•
•
•Sesampainya di pesantren, Gus Azhka menghentikan mobil di rumah Abinya itu. Baru saja berhenti, Fazha langsung keluar dari mobil dan meninggalkan Gus Azhka.
“Awas aja!” batin Fazha.
“Assalamu'alaikum!” Fazha mengucap salam dengan sedikit ketus lalu memasuki rumah Kiyai Faqih.
“Wa'alaikumussalam…,” jawab Erik dan Gus Azhmi yang saat itu tengah berbincang-bincang di ruang tamu.
“Ummi mana?” tanya Fazha.
“Di belakang,” jawab Gus Azhmi lalu Fazha langsung pergi ke belakang dengan langkah seperti orang sedang kesal.
“Kenapa, ya?” bisik Erik, Gus Azhmi hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu.
Tak lama kemudian…
“Assalamu'alaikum!” Kembali terdengar ucapan salam dari Gus Azhka. Ia memasuki rumah dengan wajah masamnya.
“Wa'alaikumussalam…,” jawab Erik dan Gus Azhmi. Tanpa berkata-kata lagi, Gus Azhka langsung pergi ke belakang.
“Ooh, lagi berantem pasti,” gumam Erik.
•
•
•“Assalamu'alaikum,” ucap Fazha yang saat itu berada di ruang keluarga dan melihat Nyai Fatimah yang tengah membaca buku sendirian di sana.
“Wa'alaikumussalam … sini, Nak,” jawab Nyai Fatimah dengan ramah.
“Gus Azhkanya, Ummi…,” rengek Fazha yang langsung terisak.
“Lho, kenapa, Za?! Kamu diapain sama Azhka?!” tanya Nyai Fatimah yang langsung mendekati Fazha.
Di sisi lain…
“Rik, sini dulu,” panggil Gus Azhka dengan lirih, dan Erik pun langsung menghampirinya. Mereka berbicara di kamar.
“Apa?” tanya Erik.
“Tadi saya ketemu Naura,” jawab Gus Azhka.
“Naura? Oohh … Naura yang pas itu?! Yang pernah jadi pacar Gus Azhka pas kita kuliah dulu itu?!” tanya Erik dengan hebohnya.
“Iya,” jawab Gus Azhka dengan ekspresi lesu.
Erik kembali bertanya, “Terus gimana?”
Gus Azhka pun menceritakan secara detail kejadian tadi.
“Huufftt … udah orang kaya gitu nggak usah di ladenin, nanti juga malu sendiri. Udah tau Gus Azhka udah punya istri, tapi malah dianya kaya gitu, nggak malu banget. Kalo saya jadi Ning Fazha, tadi udah adu jotos di sana,” ujar Erik.
“Tapi waktu saya mutusin dia 'kan saya ngajak kamu, tuh. Nah kamu saksinya, di situ saya nggak pernah bilang ke dia kalo suatu saat saya bakal balik lagi ke dia, 'kan?!” tanya Gus Azhka.
“Demi Allah, enggak, Gus! Dianya aja yang kepede-an!” jawab Erik yang berusaha meyakinkan Gus Azhka.
•
•
•“Jadi gitu ceritanya, Ummi,” ujar Fazha yang baru saja mengadu pada Nyai Fatimah tentang kejadian saat di Transmart tadi, serta saat ia diabaikan oleh Gus Azhka di mobil.
“Emang siapa sih perempuan itu?!” tanya Nyai Fatimah yang mulai ikutan sewot.
“Kalo nggak salah tadi namanya … Naura,” jawab Fazha.
Nyai Fatimah bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kamar Gus Azhka yang pintunya sedikit terbuka.
“Azhka,” panggil Nyai Fatimah dengan suara lembutnya. Gus Azhka dan Erik yang sedang berbincang-bincang pun langsung terdiam.
“Hadehh … mau dapet tausiyah ini pasti. Nggak papa, deh, itung-itung siraman rohani,” batin Gus Azhka sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
“Kalo gitu … Erik pergi dulu, Gus,” ucap Erik, ia mengerti bahwa Nyai Fatimah akan berbicara berdua dengan Gus Azhka.
“Iya, Ummi,” jawab Gus Azhka.
“Ekhem, siapa Naura?” tanya Nyai Fatimah yang langsung duduk di sebelah putranya itu.
“Ah, i-itu … dulu waktu Azhka…,” jawab Gus Azhka menggantung.
“Mantan kamu?” tanya Nyai Fatimah yang membuat Gus Azhka menghela nafasnya.
“Ternyata kamu pernah pacaran, ya!” tegas Nyai Fatimah.
“Dulu, Ummi,” jawab Gus Azhka dengan lirih hingga hampir tak terdengar sama sekali, Nyai Fatimah hanya menggelengkan kepalanya.
“Liat istri kamu! Dia direndahkan sama perempuan yang namanya Naura itu! Berani-beraninya dia mengatakan Fazha mand*l. Se-sempurna apa, sih, dia?! Ummi jadi ikutan sakit hati, Az, karena Ummi juga perempuan, dan pernah muda juga,” ujar Nyai Fatimah.
“Apa kamu masih ada rasa sama Naura?” tanya Nyai Fatimah.
“Demi Allah, enggak!” jawab Gus Azhka dengan mengernyitkan dahinya.
“Nggak usah di ladenin perempuan kaya gitu! Kamu harus bersikap seolah nggak pernah kenal sama dia. Kamu harus lebih perhatian sama Fazha, belain dia kalo dia dihina sama perempuan nggak tau malu itu! Kamu harus selalu terima kekurangan Fazha.” Nyai Fatimah terus menasehati Gus Azhka panjang lebar.
“Bicara baik-baik sama Fazha. Kalo dia ngajak ngomong, entah itu masalah apapun tanggapi dengan baik. Jadikan dia ratu, jangan sekali-kali kamu kasar sama Fazha! Kenapa Ummi selalu ngomong gini sama kamu? Karena Ummi juga punya anak perempuan, emang kamu mau adikmu juga yang kena karma nantinya?” imbuh Nyai Fatimah.
“Enggak, Ummi,” lirih Gus Azhka yang terus menunduk.
“Kalo abimu tau, bisa kena ceramah sehari semalem,” ujar Nyai Fatimah lalu keluar dari kamar.
“Hufftt….” Gus Azhka menghela nafasnya panjang. Belum ada 3 detik, tiba-tiba Nyai Fatimah kembali masuk membuat Gus Azhka sedikit terkejut.
“Lagian kamu juga dulu ngeyel, ya, dibilangin. Dulu kamu Umma suruh ngelanjutin S2 bareng Salwa, tapi kamu malah bersikeras nggak mau. Kamu maunya masuk kampus pilihan kamu sendiri, Ummi turutin.” ujar Nyai Fatimah yang tak beralih dari tempat berdirinya.
“Terus dulu waktu SMA, abi suruh kamu sekolah di pesantren, tapi kamu keras kepala mau sekolah di sekolah pilihan kamu sendiri, Abi turutin. Tapi ternyata apa? Kamu terjebak di pergaulan yang … haduhh bikin Ummi stres. Kamu berani pacaran, berbaur sana-sini sama yang bukan mahram pula.”
“Tapi sekarang … syukurlah, kamu berhasil memperbaiki hidup kamu. Pertahankan, jangan pernah bikin abi sama Ummi kecewa.” imbuh Nyai Fatimah lalu keluar dari kamar.
“Ihs, Naura!!” geram Gus Azhka.
***********
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Halalku
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] "Fazha nggak cinta sama Gus Azhka!" elak Fazha. "Jangan bohong. Risa yang bilang ke saya!" jawab Gus Azhka. Fazha terdiam sejenak. Mulutnya serasa terkunci, ia tak tahu harus menjawab apa. "Tapi rasanya nggak adil jika han...