Al-Fazha Humaira, itu namanya. Aku biasa menyebutnya Humaira. Seorang gadis yang kutemui sore itu. Ia tampak asyik berbincang-bincang hal random bersama Arisa, sepupuku. Mereka bahkan masih mengenakan seragam putih abu, sepertinya mereka tidak langsung pulang ke rumah setelah sekolah.
Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh, dan … ya, aku mengaguminya! Tapi biarlah aku mencintainya dalam diam. Tak seorang pun yang mengetahui rasa ini selain aku dan Rabb-ku. Ya Allah, akankah rasa cinta ini terbalaskan?
Jika dia memang Kau persiapkan untukku, maka jagalah hatinya untukku sampai Engkau mempersatukan kami nanti. Tapi jika dia memang bukan takdirku, buatlah aku percaya bahwa Engkau pasti akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Aku hanya mencintainya, selebihnya terserah Engkau. Izinkan aku menjadi pengagum rahasianya. Aku akan menuliskan semuanya dalam buku ini.
~Azhka~
_16 Mei, 2017_
Fazha tak dapat menahan air matanya saat membaca tulisan di kertas itu. Nampaknya, itu di tulis sekitar 5 tahun yang lalu, saat ia masih menginjak bangku SMA.
“Berarti Gus Azhka duluan yang kenal aku. Gus Azhka hebat, dia bisa memendam cinta bertahun-tahun lamanya. Ternyata selama ini aku salah, kukira dia nggak cinta sama aku,” ucap Fazha.
Ia kembali mengingat perkataan Gus Azhka saat mereka baru menikah dulu.
‘Demi Allah, saya mencintai kamu, Humaira! Bahkan jauh sebelum kamu mencintai saya!’
“Kenapa dulu aku nggak percaya sama Gus Azhka,” batin Fazha yang tangisanya semakin menjadi-jadi.
•
•
•“Humaira mana?” gumam Gus Azhka. Ia baru saja pulang dan tak mendapati Fazha di kamarnya.
“Lho, kok kebuka?” batin Gus Azhka saat melihat kamar di lantai atas itu terbuka. Ia langsung menuju ke sana.
“Ya ampun … kirain kemana,” ujar Gus Azhka yang melihat Fazha sedang tertidur lelap di sana, dengan tangan yang masih memegang buku dan kertas itu.
“Kok bisa masuk ke sini, sih?” lirih Gus Azhka sembari mengusap pelan pipi Fazha.
Pandangan Gus Azhka beralih pada sebuah buku yang di pegang oleh Fazha. Dengan perlahan, Gus Azhka mengambil buku itu, lengkap dengan kertas selembarnya.
“Ini 'kan…,” gumam Gus Azhka yang tak melanjutkan perkataannya. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.
“Ya Allah…,” batin Gus Azhka setelah membaca tulisannya di kertas tersebut.
“Cintaku terbalaskan, Ya Allah. Ternyata dia memang kau takdirkan untukku,” ucap Gus Azhka dalam hati, tanpa sadar ia tertawa kecil.
Fazha membuka matanya karena merasa terusik.
“Astaghfirullah!” Fazha terkejut karena melihat Gus Azhka yang berada di sampingnya.
“Yaahh … ketauan sama yang punya,” ujar Fazha dengan menyengir kuda.
“Siapa yang ngizinin masuk ke sini?” tanya Gus Azhka dengan tersenyum.
“Hehe, maaf … Fazha 'kan penasaran,” jawab Fazha yang langsung memeluk Gus Azhka.
“Ekhem, Fazha udah baca semuanya,” lirih Fazha tepat di telinga Gus Azhka.
“Iih, tuh, 'kan!” ujar Gus Azhka.
“Ahaha, ngomong-ngomong tulisannya rapih, Gus,” ucap Fazha dengan nada meledek.
“Ihs, kamu, ya!” gerutu Gus Azhka.
“Eumm … kenapa kita nggak nempatin kamar ini aja?” tanya Fazha lalu melepaskan pelukannya.
Gus Azhka kembali bertanya, “Humaira mau pindah kamar?”
“Mau!” jawab Fazha bersemangat.
“Ya udah, boleh. Mulai sekarang ini kamar kita. Tapi
ruangannya gini aja, ya, jangan di buat aneh-aneh!” ujar Gus Azhka.“Iya-iya, ini 'kan udah estetik,” jawab Fazha.
“Humaira inget nggak kejadian 5 tahun yang lalu?” tanya Gus Azhka dengan tertawa kecil.
“Inget, dulu Fazha masih SMA, 'kan? Dan ternyata pas itu Gus Azhka udah punya rasa, ya, sama Fazha. Padahal Fazha nggak kenal dan nggak pernah ketemu sama Gus Azhka,” jawab dengan nada meledek.
“Kamu beneran baca tulisan di dalem novel ini, ya?!”
“Iya, kenapa emang? Salah Gus Azhka naronya di sini, ya Fazha baca.”
“Terus kamu inget nggak waktu kita berantem di dapur?” tanya Gus Azhka.
•
•
•*Flash_Back_On
“Assalamu'alaikum,” ucap Fazha dan Risa bersamaan.
“Wa'alaikumussalam,” jawab Erik yang saat itu berada di ruang tamu, ia nampak sedang sibuk dengan laptopnya.
Fazha dan Risa baru saja pulang dari sekolah sore itu. Tapi bukannya pulang ke rumah, Fazha malah langsung pergi ke rumah Risa.
“Aku haus, Ris,” ujar Risa.
“Ya sana ke dapur. Gw ke kamar duluan, ya, nanti nyusul,” jawab Risa.
Fazha pun langsung melangkah menuju dapur, namun ia di kejutkan dengan sosok pria yang tengah berdiri di dekat sebuah kulkas.
“Woy! Lo maling, ya?!” bentak Fazha.
“Woy, asal nuduh aja, lo!” jawab pria tersebut. Ya, dia Gus Azhka tentunya.
“Oh, temennya mas Erik?” tanya Fazha.
“Dah tau pake nanya!” ketus Gus Azhka.
“Gw 'kan cuma nanya, sensi amat. PMS, lo?!” bentak Fazha dengan suaranya yang melengking.
“Lo bocil dari planet mana, sih?! Pulang sekolah langsung keluyuran. Kasian ortu lo nyariin, mending lo pulang, deh,” ujar Gus Azhka.
“Enak aja lo ngatain gw! Liat, tuh, lo aja masih pake almamater kampus. Berarti lo juga pulang kuliah langsung main! Pulang sana, Kak, kasian ortu lo nyariin!” jawab Fazha yang tak mau kalah.
“Tapi 'kan gw udah izin! Gw juga udah gede jadi bebas, yak. Sedangkan lo? Ngobrol sama gw aja masih jinjit-jinjit. Makanya tumbuh itu ke atas!” Gus Azhka terus mendebat gadis yang berada di hadapannya itu.
“Lo aja yang ketinggian! Dasar tower!” bentak Fazha.
“Lo bisa halus dikit nggak, sih, jadi cewek?! Sakit kuping gw!" jawab Gus Azhka.
“Hadeh … maafin temen Risa, Gus. Dia memang gini,” ucap Risa yang tiba-tiba muncul dan langsung menyeret Fazha ke kamarnya.
“Ohh, jadi nama lo Agus?! Liat aja, gw tandain muka lo. Liat aja nanti kalo gw udah tinggi, gw bakal balas dendam sama lo…!!” teriak Fazha.
“Lucu,” batin Gus Azhka.
“Kok mas Erik mau, ya, temenan sama orang nyebelin kaya lo…!” teriak Fazha.
“Udah, Fazha!” bisik Risa yang terus menyeret sahabatnya itu.
*Flash_Back_Off
•
•
•“Lahh, tapi pas Fazha udah kuliah semester akhir terus ketemu sama Gus Azhka si kampus, sumpah Fazha nggak ingat kalo Gus Azhka itu orang yang pernah berantem sama Fazha di dapur pas itu,” ucap Fazha.
“Lagian seinget Fazha juga nama dia Agus,” imbuh Fazha dengan suara lirihnya.
“Mana? Katanya mau balas dendam kalo udah tinggi. Tapi buktinya sampe sekarang masih tinggian saya,” ujar Gus Azhka lalu menjulurkan lidahnya.
“Iih itu 'kan dulu! Udah, ah, lupain!” jawab Fazha yang menutupi rasa malunya.
“Nggak bisa, terlalu indah buat di lupain.”
************
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Halalku
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] "Fazha nggak cinta sama Gus Azhka!" elak Fazha. "Jangan bohong. Risa yang bilang ke saya!" jawab Gus Azhka. Fazha terdiam sejenak. Mulutnya serasa terkunci, ia tak tahu harus menjawab apa. "Tapi rasanya nggak adil jika han...