22. Bunuh Diri

5.1K 220 0
                                    

“Riyan,” batin Risa saat tau siapa yang memanggilnya.

“Ooh, jadi kamu udah mulai tugas di sini, ya? Selamat, ya. Eumm … semangat, Pak dokter!” ujar Risa dengan tersenyum manis menampakkan giginya gingsuulnya.

“Makasih, Ris.” Riyan membalas senyuman Risa.

“Astaghfirullah! Sampe lupa, Ris. Tadinya aku mau ngasih tau sesuatu!” imbuh Riyan.

“Apa?” tanya Risa.

“Mba-mba yang tadi bunUh diri!” jawab Riyan dengan ekspresi seriusnya.

“Hah! Si Naura?!” pekik Risa.

“Iya, Ris. Udah agak lama tadi jenazahnya di bawa ke sini. Dia lompat dari jembatan yang tadi itu. Tadinya dia sempet dicegah sama beberapa warga, tapi dia langsung lompat. Tr4gis banget, Ris. Ada beberapa anggota badannya yang sampe terpisah,” jawab Riyan.

“Innalilahi,” lirih Risa.

“Aku boleh liat nggak?” tanya Risa.

“Ayo,” jawab Riyan yang langsung mengajak Risa ke kamar jenazah.

“Pihak kepolisian maupun medis, belom nemuin identitas dia yang sebenarnya. Tapi kata beberapa warga, dia tinggal sendirian di rumahnya. Aliyas sebatang kara,” jelas Riyan.

Risa membuka kain penutup dan memandangi wajah Naura.

“Andai lo nggak berubah, Nau. Mas Erik bilang, dulu lo itu cewek yang baik-baik. Pakaian lo selalu syar'i, kata-kata lo selalu lemah lembut. Tapi kenapa sejak di tinggal Gus Azhka lo 100% berubah? Sayang banget, Nau,” lirih Risa.



“Maafin Azhka, Bi! Azhka gagal membahagiakan Humaira!” tangis Gus Azhka hingga berlutut di hadapan Hafidz.

“U-udah-udah … nggak perlu gini, Gus. Rumah tangga kalian itu sedang di uji. Makanya kalian banyak-banyakin sabar aja. Innallaha ma'asshobirin, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar,” jawab Hafidz yang langsung membangunkan Gus Azhka.

“Oh iya, tadi Gus Azhka di cariin sama Risa di luar. Sana samperin dulu, biar Abi yang menjaga Fazha,” imbuh hafidz.

Gus Azhka pun segera keluar untuk mencari keberadaan sepupunya itu.

“Risa!” panggil Gus Azhka yang langsung menghampiri Risa.

“Tadi nyariin saya? Ada apa?” tanya Gus Azhka.

“Naura meninggal!” jawab Risa dengan singkat, jelas, dan padat.

Gus Azhka terdiam sejenak dengan tatapan kosongnya, sepertinya ia syok mendengar penuturan Risa.

“Be-beneran? Kok bisa?” lirih Gus Azhka, Risa pun menjelaskan semuanya.

“Kata-kata yang saya ucapin ke Naura tadi terlalu jahat nggak sih, Ris?” tanya Gus Azhka, lagi-lagi buliran bening lolos begitu saja.

“Enggak, Gus! Itu semua nggak ada apa-apanya di banding kelakuan dia ke Fazha!” tegas Risa.

“Ya elah … sebenernya Gus Azhka nangisin Fazha apa Naura, sih?!” tanya Erik yang tiba-tiba muncul.

“Entahlah, Rik!” jawab Gus Azhka lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Parah sih kalo Gus Azhka nangisin si Naura!” gumam Erik.

“Heh btw, itu nanti jembatan punya kisah tragis, tuh. Arwah Naura gentayangan di sana,” imbuhnya.

“Cukup, Rik! Jangan ngelawak dulu, ini 'kan adegannya lagi sedih. Gimana, sih?! Bukannya nangis malah,” tukas Gus Azhka.

                           *********

Sorry pendek guys-!!

Gus HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang