Sore itu Gus Azhka dan Fazha sedang berada di tepi pantai, menikmati indahnya matahari yang mulai terbenam di ujung barat, yang hanya menyisakan mega jingga yang menggumpal di langit. Suasana pantai sangat sepi, hanya ada mereka berdua di sana. Angin sepoi-sepoi serta suara deburan ombak yang mulai pasang menambah suasana tersendiri bagi kedua insan tersebut.
“Indah, ya,” ujar Fazha.
“Saya lebih suka sunrise,” jawab Gus Azhka.
“Iih, Gus Azhka nggak seru!” ketus Fazha.
“Gus, Fazha boleh nanya nggak?” imbuh Fazha.
“Boleh,” jawab Gus Azhka.
“Kalo misalnya Gus Azhka masuk ke dunia novel, apa yang bakal Gus Azhka lakuin?” tanya Fazha.
“Saya akan melakukan apapun, sesuai dengan yang penulis arahkan,” jawab Gus Azhka dengan tersenyum simpul.
Fazha kembali bertanya, “Kalo Gus Azhka menjadi tokoh figuran di cerita itu, apa yang bakal Gus Azhka lakuin?”
“Saya akan menjadi tokoh figur protagonis dan membantu tokoh-tokoh lain menyelesaikan konfliknya,” jawab Gus Azhka dengan mantap.
Merasa belum puas dengan jawaban Gus Azhka, Fazha lagi-lagi mengajukan pertanyaan, “Kalo di situ Gus Azhka menjadi salah satu tokoh yang berperan penting bagi sang tokoh utama, apa yang bakal Gus Azhka lakuin?”
“Saya akan selalu ada di sisi sang tokoh utama tersebut,” jawab Gus Azhka yang lagi-lagi di sertai senyumannya walaupun pertanyaan Fazha cukup tak masuk akal baginya.
“Kalo ternyata sang tokoh utamanya adalah seseorang bernama Al-Fazha Humaira, apa yang bakal Gus Azhka lakuin?” tanya Fazha dengan tawa kecilnya. Nampaknya ia sengaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
“Saya akan menua bersamanya. Saya akan membantunya menyelesaikan kisahnya dan menciptakan happy ending bersamanya,” jawab Gus Azhka yang berhasil membuat Fazha luluh.
“Ini, nih. Korban novel yang sesungguhnya!” ujar Gus Azhka sembari mengetuk pelan kening Fazha dengan jari telunjuknya.
“Hehe, tau aja. Adoohh, bakal happy ending beneran ini mah,” jawab Fazha.
“Eumm … siapa nama untuk kedua anak kita?” tanya Gus Azhka sembari mengelus perut Fazha yang telah membesar, di usia kandungannya yang mencapai 8 bulan ini.
“Gampang nanti. Kota 'kan belom tau mereka cowok apa cewek,” jawab Gus Azhka.
“Terserah Gus Azhka, deh,” ujar Fazha.
“Oh iya, Gus!”
“Hmm?”
Fazha mendekatkan wajahnya di telinga Gus Azhka dan membisikkan sesuatu.
“Happy birthday!” bisik Fazha yang membuat Gus Azhka mengembangkan senyumnya.
“Orang masih besok,” jawab Gus Azhka.
“Iih, ya nggak papa. Biar Fazha jadi orang pertama yang ngucapin ini ke Gus Azhka. Barakallahu fii umrik, Yaa Zauji,” ujar Fazha dengan ekspresi polosnya.
“MaaSyaaAllah, syukron, Ya Zaujati,” jawab Gus Azhka sembari mengusap kepala Fazha yang tertutup oleh khimarnya.
“Gus Azhka,” ujar Fazha.
“Hmm, apa lagi?” jawab Gus Azhka.
“Mulai sekarang kita pacaran, ya,” ucap Fazha yang membuat Gus Azhka seketika tertawa.
“Iih, kok ketawa! Fazha serius.”
“Buat apa pacaran?”
“Ya nggak papa, yang penting 'kan udah nikah. Inget, pacaran itu setelah akad. Pokoknya sekarang Gus Azhka harus jadi pacar Fazha!” ujar Fazha.
“Ya udah iya…,” jawab Gus Azhka dengan pasrah.
“Gus Halalku,” ucap Fazha yang tiba-tiba menckum pipi suaminya itu.
“Humaira!” protes Gus Azhka yang pipinya mulai memerah.
“Hehe, 'kan sekali-kali Fazha yang buat Gus Azhka salting,” jawab Fazha.
“Nggak sabar besok, deh,” ujar Gus Azhka.
“Ciee nambah tua,” ledek Fazha.
“Enggak, ya!” jawab Gus Azhka.
“Liat, Sayang, Papa kalian menolak tua,” ucap Fazha sembari mengelus perutnya.
“Iih, 'kan emang bener. Besok baru 24 tahun, lho!” jawab Gus Azhka.
“Iya, deh … si paling muda,” ujar Fazha lalu bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi.
“Mau kemana…?” tanya Gus Azhka dengan sedikit berteriak.
“Gus Azhka ngga mau pulang?” jawab Fazha yang kembali bertanya.
“Tungguin…,” teriak Gus Azhka lalu berlari mengikuti Fazha.
“Huuftt … makasih, Ya Allah. Engkau telah memberikan kepadaku sosok pendamping yang … akhh pokoknya aku seneng banget! Seolah Gus Azhka itu nggak punya kekurangan di mataku! Meskipun dulunya Engkau mempersatukan aku dan Gus Azhka dengan cara yang kurang menyenangkan menurutku, tapi akhirnya sampai detik ini aku bahagia! Senja mengajarkanku bahwa keindahan itu tak selalu datang lebih awal,” ucap Fazha dalam hati sembari terus berjalan menyusuri hamparan pasir yang luas di tepi pantai, sementara Gus Azhka terus membuntutinya dari belakang.
“Humaira,” panggil Gus Azhka yang membuat Fazha menghentikan langkahnya.“Apa?” tanya Fazha.
“Saya merasa jadi orang paling beruntung se-dunia!” ucap Gus Azhka.
“Kenapa?” Fazha kembali bertanya tanpa membalikkan badannya.
“Karena bisa menjadi pendamping hidup sang tokoh utama, dan berperan penting di hidupnya!” jawab Gus Azhka yang membuat Fazha terkekeh.
“Udah paham, ya, sama pertanyaan Fazha tadi,” ucap Fazha.
“Liat, Humaira,” ucap Gus Azhka sembari memperlihatkan pasir yang tertuliskan nama mereka berdua di sana.
Fazha hanya bisa tersenyum penuh haru, air mata bahagia tiba-tiba lolos dari pelupuk matanya. Ini adalah sebuah kebahagiaan yang selama ini ia khayalkan bersama kedua sahabatnya. Ya, akhirnya tergapai! Sekarang tidak lagi sekedar menjadi halusinasi.
“Besok ke sini lagi, ya,” lirih Gus Azhka sembari menghapus air mata Fazha dan mengecup keningnya.
“InsyaaAllah,” jawab Fazha.
“Ya udah, ayo pulang. Hal bahagia bakal terjadi besok,” ucap Gus Azhka lalu menggandeng tangan istrinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Halalku
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] "Fazha nggak cinta sama Gus Azhka!" elak Fazha. "Jangan bohong. Risa yang bilang ke saya!" jawab Gus Azhka. Fazha terdiam sejenak. Mulutnya serasa terkunci, ia tak tahu harus menjawab apa. "Tapi rasanya nggak adil jika han...