34. Masa Lalu

4.1K 202 2
                                    

“Cukup! Saya bisa mati karena kelamaan ketawa, Gus!” jawab Erik dengan nafasnya yang terengah-engah.

“Ihs, jokesnya bapak-bapak! Apa yang lucu coba?! Padahal garing!” gerutu Qayla lalu melangkah pergi.

“Mas Azhka…,” panggil Ning Salwa dari arah dapur. Gus Azhka pun langsung pergi menuju dapur.

“Apa?” tanya Gus Azhka.

“Ini makanannya udah siap. Ayo ajak semuanya makan siang. Oh iya, ummi sama abi bilang, mungkin bakal pulang malem,” jawab Ning Salwa yang di angguki oleh Gus Azhka.



Sore harinya….

“Bye … kita pulang, ya…!!” teriak Qayla dari dalam mobil, ia melambaikan tangannya pada Gus Azhka, Fazha, dan Ning Salwa.

“Dada, Qay…!!” teriak Fazha.

“Huuftt … sepi lagi, nih,” lirih Gus Azhka.

“Tenang, Gus, nanti Fazha cosplay jadi mas Erik,” jawab Fazha yang membuat Gus Azhka terkekeh.

“Sal, kamu nggak papa kalo di rumah berdua sama mas Azhmi, 'kan? Soalnya Mas Azhka juga mau pulang,” ucap Gus Azhka.

“Nggak papa, Mas,” jawab Ning Salwa.

“Ya udah, nanti kalo kalian ada apa-apa telepon aja, ya.”

“Iya-iya, lagian nggak bakal ada apa-apa.”



“Mandi, Gus, udah sore!” titah Fazha.

“Nanti,” jawab Gus Azhka yang sedari tadi hanya melamun di balkon kamar dan terlihat murung.

‘Kenapa sih mas Azhka kok beda banget sama mas Azhmi?!’

Gus Azhka tiba-tiba teringat perkataan Ning Salwa kemarin.

“Aku memang beda,” ucap Gus Azhka dalam hati. Ia kembali teringat dengan dirinya yang dulu.

______

*Flash_Back_On

“Kamu udah dewasa, Azhka! Seharusnya kamu malu!” bentak Kiyai Faqih.

“Tap–” jawab Gus Azhka yang terpotong.

“Nggak usah jawab aja kalo di bilangin. Liat, tengah malem gini kamu baru pulang! Dari mana aja kamu?! Tau gitu nggak Abi bukain pintu!”

“Contoh tuh Azhmi! Rajin, nurut kalo dibilangin, pinter, nggak pernah aneh-aneh kaya kamu! Dia juga udah hafal 30 juz, kitab-kitab lain juga dia hafal. Sedangkan kamu?!”

“Kenapa?! Pasti Abi nyesel, ya, karena kenapa nggak Azhka aja yang diserahin ke umma Halimah?! Banding-bandingin aja terus, ambil lagi aja tuh si Azhmi!” bentak Gus Azhka dengan matanya yang berkaca-kaca. Ia lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan kasar.

“Jijik banget! Kenapa kehidupan gw dipenuhi sama orang-orang yang sok alim! Tapi mereka  semua nggak punya hati. Gw cuma pengen hidup bebas. Gw benci Azhmi, gw benci dibanding-bandingin…!!” teriak Gus Azhka.

“Kenapa gw di tuntut harus bisa ini, bisa itu! Padahal 'kan setiap orang itu beda-beda, gw capek…!!”

“Kamu bikin Abi merasa gagal mendidik kamu, Azhka!” bentak Kiyai Faqih dari luar kamar.

Di sisi lain….

“Siapa yang bisa merubah Azhka, ya, Rik. Ummi capek. Dengan cara apa lagi kita harus peringatin dia,” ucap Nyai Fatimah dengan berlinangan air mata.

“Sabar, Nyai. Sebenernya Gus Azhka mungkin hanya butuh ketenangan. Suatu saat dia bakal berubah kok,” jawab Erik.

“Tapi hati dia itu sekeras batu.”

“Kalo itu … bukan urursan kita, Nyai. Serahin aja ke Allah, bukankah Allah maha membolak-balikkan hati seorang hamba?”

“Tapi Allah juga tidak akan mengubah suatu kaum jika mereka tidak mau merubah dirinya sendiri, Rik.”

Erik terdiam mendengar perkataan Nyai Fatimah. Tapi di sisi lain, ia juga kasihan dengan Gus Azhka, mungkin mentalnya rusak, namun itu karena kesalahannya sendiri.

“Tapi pasti Gus Azhka bakal berubah, Nyai! Jika omongan adalah do'a, maka saya akan mengucapkan hal-hal baik untuk Gus Azhka. Suatu saat Gus Azhka akan berubah, akhlaknya baik, agamanya baik, sehingga dia menjadi sosok lelaki yang sholeh,” ucap Erik, sementara Nyai Fatimah hanya bisa mengaminkannya.

“Aamiinku yang paling serius, Ya Allah,” ucap Nyai Fatimah dalam hati.

*Flash_Back_Off

______

“Ya Allah … belom mandi juga?!” bentak Fazha yang membuyarkan lamunan Gus Azhka.

“Iya, lho, ihs!” jawab Gus Azhka dengan sewot lalu menuju kamar mandi. 

“Kenapa itu orang,” gerutu Fazha.

Beberapa menit kemudian….

“Jam berapa ini? Udah mau maghrib belom, sih?” tanya Gus Azhka.

“Setengah jam lagi,” jawab Fazha.

“Gus azhka.”

“Iya?”

“Fazha hamil tau!”

“Kok bisa?"

“Iihh Fazha serius…!!” teriak Fazha yang membuat Gus Azhka terkekeh.

“Saya udah tau,” jawab Gus Azhka lalu mendekati istrinya itu.

“Salwa yang bilang,” imbuhnya.

Fazha hanya bisa tersenyum malu-malu.

“Ekhem, saya mencium bau-bau happy ending,” jawab Gus Azhka.

“Aamiin, kebahagiaan Fazha udah lengkap, Gus. Fazha harap, nggak ada masalah setelah ini! Pokoknya harus nggak ada!” jawab Fazha yang langsung memeluk suaminya itu. Gus Azhka langsung menyeka air matanya yang hampir jatuh.

“Tenang, semuanya bakal baik-baik aja kok, nggak akan ada konflik lagi. Kalo gitu … saya ke masjid dulu, ya,” ucap Gus Azhka yang diangguki oleh Fazha.



“Ya Allah, ini aku, hamba-Mu yang penuh dengan dosa. Mungkin langit dan bumi pun tak akan mampu menampung dosa-dosaku yang begitu besar. Namun meskipun begitu, aku yakin ampunan-Mu jauh lebih besar di banding dengan dosa-dosaku, maka dari itu, ampunilah aku. Jika bukan kepada-Mu aku memohon, lantas kepada siapa lagi?”

Saat itu Gus Azhka baru selesai sholat maghrib. Namun ia tak langsung pulang ke rumah. Sedari tadi ia hanya duduk di sudut masjid dan kembali terhanyut dalam lamunannya. Ia hanya bisa berucap do'a dalam hatinya. Ia berniat pulang setelah sekalian sholat isya nanti.

“Ya Allah, terimakasih Engkau telah menyempurnakan agamaku serta kebahagiaanku. Engkau menghadirkan sosok wanita terbaik yang akan menemaniku ibadah hingga akhir hayatku. Maafkan ke-egoisanku. Tanpa disadari, aku telah banyak menyakiti wanitaku.”

        *******



Gus HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang