29. Balas Dendam

4.1K 183 0
                                    

“Fotoin Fazha, Gus. Harus bener, jangan keliatan pendek!” titah Fazha.

“Kebiasaan, deh. Emang dasar pendek, tapi nggak mau keliatan pendek,” batin Gus Azhka.

“Nggak usah nge-batin, udah buruan!” ketus Fazha lalu sibuk mengatur pose.

Mereka sedang berada di pantai pagi itu. Salah satu tempat wisata yang selalu banyak pengunjungnya di sini. Tapi tidak untuk hari ini. Entah mengapa hanya ada beberapa pengunjung yang datang, mungkin karena masih terlalu pagi.

“Nih, udah bener,” ujar Gus Azhka lalu menyerahkan hasil foto.

“Jadi inget pas wisuda, ya,” jawab Fazha diiringi tawanya.

Saat sedang asyik menikmati waktu berdua, tiba-tiba datang seseorang yang merusak suasana mereka.

“Bugh!”

Tiba-tiba orang itu meninju Gus Azhka hingga jatuh tersungkur.

“Woy! Apa-apaan, lo?!” bentak Fazha.

“Dasar pembunUh!” Pria itu membentak Gus Azhka.

“Bang Varo," lirih Gus Azhka yang mencoba untuk berdiri.

“Siapa dia, Gus?” tanya Fazha.

“Lo yang udah bikin adek gw meninggal!” bentak orang yang di panggil Varo itu.

“Naura?! Dia bunUh diri, Bang!” jawab Gus Azhka dengan membentak pula.

“Ooh, lo Abangnya Naura, kah?” tanya Fazha.

“Nggak usah ikut campur, lo!” jawab Varo lalu mendorong Fazha agar menyingkir.

“Dia bunUh diri gara-gara lo, Azhka!” bentak Varo.

“Kok gara-gara gw?! Di mana salah gw?!” tanya Azhka.

“Lo terlalu jahat sama dia!” jawab Varo.

“Dia yang udah jahat sama gw, Bang! Dia udah ngerusak rumah tangga gw! Dia yang udah bikin istri gw keguguran. Sekarang siapa yang lebih pantas di sebut pembUnuh, Bang?!” Gus Azhka menarik kerah baju Varo lalu meninjunya tepat di wajahnya.

“Ya Allah,” ujar Fazha. Ia panik, dan tak tau harus berbuat apa. Kini telah terjadi adu jotos antara Gus Azhka dan Varo.

“Lagian adek lo aja, tuh, yang alay! Dia bunUh diri cuma gara-gara patah hati! Kaya di dunia ini nggak ada cowok lain selain gw. Padahal di sini posisinya gw udah jadi suami orang!” cibir Gus Azhka.

“Tapi secara nggak langsung, Naura bunuh diri juga gara-gara lo!” bentak Varo.

“Terserah lo mau bilang apa dan mau ngelakuin apa aja. Gw nggak peduli!” ketus Gus Azhka.

“Oh, lo nggak peduli? Liat aja, adek lo bakal m4ti di tangan gw!” jawab Varo lalu melangkah pergi.

Deg.

“Salwa,” lirih Gus Azhka. Perkataan Varo benar-benar menggetarkan hatinya. Mimpi buruk yang ia alami semalam, akankah itu menjadi nyata?

“Humaira, nggak papa 'kan kalo kita pulang ke Indonesia secepatnya?” tanya Gus Azhka.

“Ah, i-iya, nggak papa kok. Kita selesain masalah ini, Gus,” jawab Fazha.

____

Keesokan harinya….

Gus Azhka telah memesan tiket penerbangan untuk kembali pulang. Sementara Fazha sedang sibuk membereskan barang-barangnya, mereka berdua buru-buru hendak pergi ke bandara.

“Duh, pake acara kesiangan lagi,” gerutu Fazha.

“Udah beres semua?” tanya Gus Azhka.

“Udah, ayo berangkat,” jawab Fazha.



3 hari kemudian….

“Alhamdulillah…,” ucap Fazha dan Gus Azhka bersamaan setelah mereka berdua sampai di rumah pagi itu.

“Capek banget, Ya Allah,” gumam Fazha yang langsung merebahkan dirinya di ranjang.

Sementara Gus Azhka tak langsung bisa tenang, pikirannya melayang kemana-mana. Ia khawatir apa yang akan di lakukan Varo terhadap Ning Salwa.

“Gus Azhka, udahlah istirahat dulu. Pikirin nanti aja, lagipula … sejauh ini si Alvaro itu belom berbuat apa-apa,” ujar Fazha.

“Mana bisa tenang, Humaira,” jawab Gus Azhka.

Di sisi lain….

“Ini catatan belanjaan yang harus dibeli. Kamu bisa 'kan bawanya?” tanya Nyai Fatimah.

“Bisa, Ummi,” jawab Ning Salwa.

“Kenapa nggak minta ditemenin mba-mba ndalem?” tanya Gus Azhmi.

“Bisa sendiri, kok. Lagian 'kan tempatnya Deket. Ya udah, Salwa berangkat, ya. Assalamu'alaikum,” ucap Ning Salwa.

“Wa'alaikumussalam,” jawab Nyai Fatimah dan Gus Azhmi bersamaan.



Ning Salwa mengendarai motor matic kesayangannya itu menuju minimarket. Ia membeli beberapa barang sesuai dengan catatan yang diberi Umminya.
Setelah selesai berbelanja, ia mampir di sebuah cafe yang berada tepat di depan minimarket, hanya butuh menyeberangi jalan.

“Lo bakal ngerasain kehilangan sosok seorang adik, Azhka,” gumam seseorang yang sedari tadi diam-diam mengikuti Ning Salwa. Ya, siapa lagi kalau bukan Varo.

“Sepi banget ini cafe. Apa karena masih pagi?” batin Ning Salwa.

Ia memesan sarapan, lengkap dengan minuman favoritnya. Cukup lama ia menunggu, namun menu yang ia pesan belum juga datang.

“Lama banget, sih,” gerutu Ning Salwa.

Tak lama kemudian, akhirnya makanan pun datang. Tampak seorang pria yang sepertinya karyawan cafe itu yang mengantarkannya. Ning Salwa sempat bertatapan dengan pria bermasker itu.

“Ish, keliatannya genit,” batin Ning Salwa yang langsung menampakkan wajah juteknya.

Ning Salwa mulai menyantap makanan yang ia pesan. Suapan demi suapan ia nikmati, tak lupa pula dengan minumannya. Ia menghentikan makannya dan mulai menatap layar ponselnya. Sudah menjadi kebiasaannya bermain ponsel saat sedang makan.

“Duh," lirih Ning Salwa. Tiba-tiba pandangannya kabur dan kepalanya sedikit pusing. Ia melepas kacamatanya dan membersihkannya lalu memakainya kembali.

“Ih, kok tetep aja!” ujar Ning Salwa. Kepalanya semakin pusing dan pandangannya perlahan memudar, semuanya terasa berputar, hingga tiba-tiba….

                         ************

Gus HalalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang