Sementara itu dibelahan benua lain, dinegeri paman sam dengan kotanya yang bernama New York, Gareth mencoba fokus dengan pekerjaannya namun percakapan dengan maminya kemarin malam ditelepon kembali terngiang.
"Mami tadi ketemu sama Tania di mall. Dia sudah menikah lho ternyata. Dia lagi sama anaknya. Anaknya perempuan, cantik sekali. Agak mirip sama kamu lho Gaz."
Dia tertawa mendengar ucapan maminya lalu bertanya. "Umur berapa anaknya, mi?"
"Lima tahun."
Usai percakapan dengan maminya dia mencoba mengingat kembali kapan terakhir bertemu Tania. Aha! tentu saja dia mengingatnya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian itu. Kejadian terakhir bertemu Tania adalah hari dimana Juju tidak mau lagi bicara dengannya.
Gareth segera membuka ponselnya dan mencari nomor wanita itu yang ternyata dia masih menyimpannya. Sesaat lelaki itu ragu untuk mengirim pesan tapi akhirnya jari-jarinya mulai mengetik diponselnya.
Gareth: Apa kabar Tan? Mami bilang katanya ketemu kamu dimall. Gareth.
Pesan terkirim. Satu jam sudah berlalu sejak pesan terkirim namun tak ada tanda-tanda balasan dari wanita itu. Sementara Gareth sangat gelisah menantikan balasan pesannya. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli tiket pesawat ke Indonesia meskipun dia masih merasakan jet lag dari perjalanan Indonesia tiga hari lalu. Namun rasa penasarannya sudah seperti telur diujung tunduk, dia harus mengetahui tentang anak itu.
* * *
Devi mengernyitkan dahinya begitu membaca pesan dari lelaki itu. Sebagai sekertaris bayangan dia ditugaskan untuk mengatur beberapa urusannya di Indonesia. Namun perjalanan Gareth kali ini terbilang sangat mendadak, apalagi dia sekarang tiba-tiba sudah di Jakarta dan meminta untuk bertemu. Ini sesuatu yang sangat tidak biasa dan membuatnya gelisah.
Devi mengecek jam tangannya lalu bergegas menuju ruangan Juju . "Ju, gua ijin keluar sebentar. Kira-kira dua jam lagi balik."
Juju mengangkat kepalanya dari dokumen yang sedang dibaca. "Ok. Lo nggak apa-apa?"
Sebelum Devi meninggalkan ruangan Juju berseru. "Lo nggak ketemuan sama cowok dionline kan?!"
Devi menoleh dan tersenyum. "Nggak doyan dating online!"
Juju tersenyum lega. Wanita itu ternyata masih semangat untuk mencari jodoh dalam dunia nyata dan itu membuatnya tenang. Mereka berdua pernah berjanji satu sama lain untuk tidak mencari pasangan dari dunia online. Lagipula keduanya bukan tipe gadis yang mahir memposting foto disosial media untuk menarik perhatian orang. Mereka lebih suka menjadi perawan tua dan hidup dalam khayalan kisah yang romantis ketimbang mencari pasangan online.
Devi memasuki sebuah gedung tinggi yang berada dikawasan pusat kantor di Jakarta. Kakinya melangkah menuju lobi dan begitu tiba dibagian resepsionis seorang wanita langsung menyapanya. "Selamat siang. Ada yang bisa saya dibantu?"
"Saya mau bertemu dengan Pak Gareth."
"Sudah ada janji?" Tanya resepsionis muda berparas cantik itu.
"Sudah."
Wanita cantik yang bertuliskan Sri di tag namanya itu dengan cekatan beralih ke komputer. Tak lama kemudian dia menelepon seseorang lalu mempersilahkan Devi untuk langsung menuju ke lantai duapuluh lima.
Begitu sampai dilantai duapuluh lima ia mengetuk pintu. Seorang wanita muda tinggi semampai dengan rambut disanggul rapih membuka pintu dan tersenyum.
"Ibu Devi, silahkan masuk. Mari saya antar ke ruangan bapak." Sapanya dengan ramah.
Devi mengikutinya dari belakang. Ini pertama kalinya Devi diminta kekantornya Gareth. Biasanya mereka hanya bertemu disebuah kafe atau restoran. Dia merasa gugup.
Semoga gua gak dipecat. Pikir Devi. Dipijatnya kepalanya dengan jarinya. Dia mulai membayangkan cicilan kredit yang harus ditanggungnya kalau kehilangan pekerjaan dari lelaki itu. Pekerjaan sekertaris bayangan inilah yang membuatnya memiliki kehidupan bercukupan. Dia berusaha menepis pikiran buruknya lalu menghela napas dalam sebelum kakinya memasuki ruang kerja lelaki itu.
"Bu Devi sudah disini, pak."
"Makasih." Balas Gareth.
Gareth bergegas beranjak dari kursinya lalu mempersilahkan wanita itu duduk bergabung dengan maminya disofa.
"Kamu masih ingat sama mami ya?" Ujar Gareth seraya menunjuk kearah maminya.
Devi segera menghampiri lalu mengulurkan tangannya ke mantan bosnya itu. "Apa kabar Bu?"
"Saya panggil kamu untuk meminta saran Dev." Kata Gareth mengawali percakapan.
Devi mengangguk. Oh thank God, cuma dimintain saran. Gua kira mau dipecat.
Lelaki itu seperti memahami kecemasan diraut Devi. Diapun mulai menceritakan perihal tentang masa lalunya. Masa enam tahun silam sebelum dirinya meninggalkan Indonesia. Hubungannya dengan Tania enam tahun yang lalu ternyata telah menghasilkan seorang anak. Wanita itu tak pernah memberitahu tentang kehamilannya hingga dua hari lalu akhirnya ia mengakuinya.
Setelah mendengarkan kisah itu Devi merasakan kedua tangannya mulai berkeringat dalam ruangan yang dingin itu.
Gareth menghela napasnya lalu melanjutkan. "Tania sekarang sudah menikah. Tapi saya merasa memiliki tanggung jawab moral ke anak itu."
Devi bisa memahami perasaan lelaki itu. Sejak menjadi sekertaris bayangan alias mata-matanya Gareth, dia mendedikasikan waktu hidupnya untuk melaporkan semua kegiatan Juju kepada lelaki itu. Ya, dia sudah mengira kalau lelaki itu mencintai sahabatnya namun lelaki itu tak pernah mau mengakuinya. Untuk apa seorang lelaki repot-repot menggaji seseorang hanya untuk mengetahui tentang keseharian seorang wanita? Sekarang permasalahannya adalah lelaki itu baru saja mengetahui bahwa dia memiliki anak dari wanita lain. Pasti dia sekarang bingung. Devi menghela napas dalam.
Ruangan menjadi sunyi untuk beberapa saat sampai akhirnya mami angkat bicara.
"Mami boleh kasih saran? Menurut mami sebaiknya kamu ngomong perasaan kamu ke Juju lalu ceritakan soal anak kamu. Kalau memang kamu parcaya bahwa Juju juga memiliki perasaan yang sama ke kamu, dia akan menerima kamu apa adanya. Tapi kalau dia nggak terima, ya memang bukan jodoh Gaz."
"Selesaikan masalahnya satu-satu dulu. Jangan sekaligus, apalagi ini urusan perasaan. Kamu nggak bisa gegabah Gaz. Lagian Juju itu anaknya sensitif kayaknya, kamu harus pelan-pelan sama dia." Lanjut mami.
Devi memandang keduanya bergantian. Sepertinya mantan bosnya itu mengenal cukup baik tentang sahabatnya. Dirinya tak bisa memberikan saran apapun mengenai hal ini, apalagi hubungan Gareth dan Juju tidak jelas dan lelaki itu belum pernah mengutarakan perasaannya kepada gadis itu.
"Kamu ikutin apa kata hati kamu yang menurut kamu itu benar. Niat baik kalau dikerjakan dengan baik kemungkinan hasilnya berakhir baik." Sambil berkata begitu mami beranjak dari sofa.
"Mami pergi dulu ya, mau ada meeting nanti sore." Mendengar itu Gareth segera bangkit dari sofa lalu menghampiri wanita itu dan mencium kedua pipinya.
Setelah Maminya pergi, Gareth kembali duduk di sofa.
"Sorry, sudah melibatkan kamu dalam masalah ini Dev. Saya nggak tahu harus share kesiapa kalau sudah menyangkut Juju."
Mendengar ucapan lelaki itu Devi merasa iba. Dari sekian banyaknya perempuan cantik di negeri ini dan di negeri sana, hatinya hanya terpaut kepada sahabatnya yang suka makan semur jengkol dan hanya berpenampilan seadanya. Ia tak habis pikir apa yang sudah merasuki hati lelaki itu.
Apa mungkin sahabatnya itu mulai main dukun supaya lelaki itu tergila-gila padanya? Devi mengernyitkan dahinya dan menarik napasnya sedalam mungkin. "Saya senang kalau bisa bantu mas Gareth dan Juju. Tapi omongan ibu benar mas, kalau sudah jodoh pasti nggak kemana."
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
KOPI HITAM JUJU
RomanceTidak pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran Gareth kalau dia akan memiliki perasaan istimewa kepada gadis minimalis itu. Untuk memastikan perasaannya, dia pun pergi meninggalkan segala atribut yang melekat dalam dirinya: kekayaan, kete...