Setelah hampir duapuluh empat jam lebih Juju baru menyadari kalau emak dan yang lainnya belum juga pulang dari makan malam. Diapun mulia panik.
"Ya ampun, emak sama Devi dan anak-anak pulang dari kemarin!" Katanya histeris. Juju meraih ponselnya disamping tempat tidur. Tak ada satupun panggilan atau pesan dari emak atau Devi.
"Aneh." Bisik Juju mengerutkan dahinya.
Gareth yang baru keluar dari kamar mandi segera menghampiri Juju lalu duduk ditepi tempat tidur.
"Aku udah suruh mereka kembali nanti malam. Mereka semua lagi menginap di cottage." Kata lelaki itu.
Juju terkejut mendengar ucapan lelaki itu. "Kapan kamu ketemu mereka?"
"Kemaren sore." Katanya tersenyum. Juju mengernyitkan dahinya lagi. Lelaki itu tersenyum lagi lalu meletakkan satu jari tangannya didahinya. "Jangan keseringan merengut begitu. Nanti cepet tua."
"Emang aku udah tua! Udah empat puluh tiga taun tau!" Saut Juju sambil bersungut.
Bibir Gareth lagi-lagi mengembang mendengar ucapannya. Ternyata usia tua tak menjamin karakter seseorang berubah, dimata lelaki itu watak Juju masih sama seperti saat pertama kali mereka bertemu, emosinya mudah meledak kapan saja. Sampai detik ini dia selalu mempertanyakannya kenapa wanita pemarah itu bisa membuatnya jatuh cinta, apakah ini yang namanya cinta buta?
"Nggak apa-apa udah tua yang penting masih cantik." Ujar Gareth lalu menyodorkan wajahnya. Juju merengut menghindari bibir lelaki itu.
"Kapan kamu ketemu mereka?" Tanya Juju dengan raut serius.
Gareth menghela napasnya. Sepertinya rasa penasaran Juju tak bisa dihentikan. Kenapa pula ini penting untuk diceritakan? Apakah kebersamaannya sekarang ini tidak cukup? Lelaki itu memandang Juju. "Kemaren sore." Lalu lelaki itu memasang kaki palsunya dan berdiri disisi tempat tidur.
"Kamu mau ngapain?" Tanyanya dengan kebingungan saat lelaki itu membungkukan badannya lalu perlahan mengangkat tubuhnya.
"G, kamu nggak apa-apa?" tanya Juju meragukan atau khawatir, entahlah. Dia hanya tak mau lelaki itu merasakan sakit dikakinya.
"Setiap hari aku angkat besi dan berat badan kamu belum ada setengah dari besi-besi yang aku angkat." Balas Gareth dengan bangganya. Lelaki itu ingin menunjukkan bahwa satu kaki palsunya tak mempengaruhi kekuatannya fisiknya. Jujupun hanya pasrah ketika lelaki itu membawa tubuhnya kekamar mandi dan merebahkannya didalam bath up yang sudah berbusa dengan aroma ceri jepang.
"Kamu juga beli sabun ceri ini?" Kata lelaki itu ketika mereka didalam bath up. Juju hanya berguman pelan, matanya terasa mulai mengantuk dan tubuhnya terasa lelah tetapi lelaki mengecupi telinganya dari belakang. Mata Juju terbuka perlahan, rasa kantuk yang menyerang seketika berubah menjadi rasa bergairah. Diapun menggeliat saat jari tangan lelaki itu mulai bermain dibagian bawah tubuhnya. Desahan Juju membuat jari lelaki itu semakin bergerilya dibawah sana hingga akhirnya ia mendengar erangan hebat dari bibir wanita itu.
Tubuhnya terkulai lemas diatas tubuh lelaki itu. Lelaki itu tersenyum dan menciumi kepala Juju dari belakang. Entah sudah yang keberapa kalinya wanita itu mencapai klimaksnya, yang pasti melebihi dirinya. Lelaki itu masih tak percaya kalau Juju mempertahankan keperawanannya hingga tadi malam. Jika wanita itu tak bertemu dirinya, apakah dia akan tetap perawan? Tak heran kalau seluruh tubuh wanita ini begitu sensitif saat disentuh olehnya.
"Ju ..?"
"Hmm .."
"Kenapa aku?" Tanya lelaki itu.
Juju tersenyum menoleh dan mencium bibir lelaki itu. "Karena kamu nyebelin." Lelaki itu tertawa kecil lalu mencium belakang kepala wanita itu lagi. "Kamu mau lagi?" Bisiknya ditelinga Juju. Wanita itu hanya mengulum bibirnya lalu meraih tangan lelaki itu dan mengarahkannya kebagian bawah tubuhnya, membuat kejantanan lelaki itu mengeras.
* * *
Entah sudah berapa jam dirinya tertidur pulas dan ini pertama kalinya ia tertidur tanpa bermimpi sama sekali, Juju seperti baru bangun dari tidur yang panjang. Diluar jendela kamar sudah menunjukkan gelapnya malam, begitupun dengan kamarnya. Hanya sinar lampu malam diluar taman menyinari gelapnya kamar. Juju sedikit panik saat melihat tak ada siapapun disampingnya. Bermimpi lagikah dirinya? Masih dengan tak mengenakan apapun, Juju bangkit dari tempat tidur lalu melangkah keluar.
Juju mengendap-endap turun ke ruang bawah. "G?" Panggilnya. Ruang tamu kosong dan gelap, diapun melanjutkan berjalan saat mendengar sebuah suara dari arah dapur. Sambil menutupi dadanya dengan satu tangan dan satu tangan lainnya menutupi bagian bawah tubuhnya, ia berjalan berjinjit menuju dapur. "G?" Panggilnya dipintu dapur.
Gareth menoleh dan tersenyum. "Kamu udah bangun?" Juju langsung menghampirinya namun lelaki itu terkejut saat melihat Juju masih tak mengenakan apapun, apalagi ketika wanita itu langsung merangkul dan merangkak naik keatas tubuhnya, dengan sigap diapun langsung menggendong tubuh telanjang itu.
Lelaki itu langsung melumat bibir wanita itu dan berbisik. "Kamu nggak lapar?"
Juju hanya menggeleng dan membalas. "Aku lapar ini." Lalu mengulum bibir lelaki itu, memainkan lidahnya didalam mulut lelaki itu. Masih dengan menggendong, Gareth mendekati kompor dan mematikannya.
Lelaki itu membawa tubuh yang tanpa sehelai benang itu kemeja dapur lalu meletakkannya disana. Keduanya masih saling melumat bibir dengan penuh gairah. Kemudian Gareth menggendong tubuh wanita itu menuju kamar atas lalu membaringkannya ditempat tidur. "Tunggu disini. Aku siapin makanan dulu."
Gareth tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat melangkah keluar meninggalkan kamar. Belum pernah dalam hidupnya dia bercinta dengan seorang wanita secara terus menerus, terlebih lagi wanita itu sudah berkepala empat puluh tiga dan baru pertama kalinya bercinta. Beruntung sekali dia rajin olahraga sejak muda, terutama setelah kecelakaan yang mengenaskan itu. Meskipun usianya sudah menjelang limapuluh, ia tak pernah melewatkan waktu olahraganya. Namun sejak kecelakaan itupula dirinya tak pernah merasakan bercinta lagi. Meskipun ada keinginan itu karena pada akhirnya dia hanyalah lelaki normal dengan kebutuhan biologis. Saat bersama Jeni, dia berulang kali pernah mencoba untuk bercinta dengan gadis itu. Namun tak ada getaran apapun yang membuat dirinya ingin melucuti pakaian gadis itu.
"Sorry Jen." Itulah kata yang akhirnya keluar dari mulutnya. Saat mencium gadis itu tiba-tiba wajah Juju membayanginya. Lelaki itu hampir mempercayai bahwa kejantanannya sudah tak berfungsi. Namun ketika pertama kali mencium bibir Juju kemarin malam, saat itu juga kejantanannya bereaksi dan mengeras, ia menginginkan wanita itu, melucuti pakaiannya, mencapai klimaks didalam tubuh wanita itu.
Bulu dileher Gareth berdiri saat membayangkan wanita yang membuatnya telah jatuh cinta itu seperti masih memiliki energi gadis muda, apa yang akan ia lakukan kepada wanita yang sedang kehausan bercinta itu?
Gareth kembali kekamar dengan nampan ditangannya. Ia menghampiri Juju yang berada ditempat tidur lalu meletakkan nampan itu ditempat tidur. Masih dengan bertelanjang, Juju bangkit dari tempat tidur lalu mengambil nampan itu dari tempat tidur dan meletakkannya dimeja yang terletak disisi jendela kamar.
Sesaat lelaki itu hanya memperhatikan apa yang sedang wanita itu lakukan. Lalu Juju menghampiri lelaki yang masih berdiri disisi tempat tidur dan mendorongya ke tempat tidur. Gareth tertawa kecil saat tubuhnya jatuh ketempat tidur. Juju duduk tepat di atas tubuh lelaki yang hanya mengenakan celana dalam pendek. Perlahan ia menundukkan wajahnya dan mencium bibir lelaki itu. Masih menciumi bibir lelaki itu, tangannya menjalar kebawah memasuki celana dalam lelaki itu. Gareth mengerang saat tangan lembut itu meremas sesuatu yang paling sensitif ditubuhnya. Bibir wanita itu turun kebawah, menciumi dadanya lalu melepaskan celananya. Daging lembut panjang yang sudah mengeras itu berada dalam genggaman tangan wanita itu dan ia membuat gerakan cepat dan lambat secara bergantian, dan sebelum lelaki itu menyadarinya, miliknya sudah berada didalam mahkota wanita itu. Gareth memejamkan matanya, mendesah dan mengerang, tersenyum dan tertawa.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
KOPI HITAM JUJU
RomanceTidak pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran Gareth kalau dia akan memiliki perasaan istimewa kepada gadis minimalis itu. Untuk memastikan perasaannya, dia pun pergi meninggalkan segala atribut yang melekat dalam dirinya: kekayaan, kete...