Sinar matahari pagi menyeruak dari balik tirai putih tipis. Gareth melangkah mendekati meja lalu meletakkan nampan berisi sarapan. Mendengar suara tirai dibuka, Juju menggeliat dan membuka matanya.
"Good morning." Sapa lelaki tersenyum lalu menghampiri wanita itu dan mencium keningnya.
"Morning." Balas Juju seraya mengerjapkan matanya.
"Sarapan yuk." Kata lelaki itu lalu membawa kembali nampan berisi sarapan ke tempat tidur. Juju bangun dari pembaringannya masih dengan setengah bertenaga lalu duduk bersandar dikepala tempat tidur berkayu mahagoni itu. Saat aroma kopi hitam yang ia kenali tercium, wanita itupun tersenyum.
Gareth menuangkan kopi lalu memberikannya ke wanita itu. Juju menggenggam cangkir putih itu, menikmati aromanya seraya memejamkan matanya. Gareth hanya tersenyum saat melihat itu. "Apa harus begitu kalau minum kopi?"
Juju membuka matanya dan tersenyum. "Aku pikir the best moment itu cuma pas lagi menghirup bau kopi hitam, ternyata ada yang lebih dari itu." Katanya tersipu.
"Apa yang lebih dari itu?" Tanya Gareth dengan senyum menggoda.
Juju masih tersipu, tak menjawab pertanyaan lelaki itu. Gareth memotong panekuk yang sudah dilumuri dengan lemon segar dan madu lalu menyuapi wanita itu. Juju memandangi lelaki itu lalu berkata: "G?"
"Ya?"
"Kamu nggak pergi lagi kan?" Tanya Juju.
Garet menatap wanita itu lalu tersenyum. "Aku nggak akan pergi kemana-mana." Mendengar ucapan lelaki itu ia tersenyum lalu membuka mulutnya. Sekonyong-konyong terdengar keributan diruang bawah. Sepontan saja juju langsung bangun dari tidurnya lalu berlari kekamar mandi.
"G, aku mandi dulu. Kamu keluar sana. Jangan sampai ketauan kamu ada dikamar ini. Cepetan keluar." Perintahnya seraya mengusir lelaki itu.
Really? Tadi takut gua pergi, sekarang gua disuruh pergi. Gareth memandang kesal wanita yang tanpa busana itu berlari menuju kamar mandi. Lelaki itupun mengenakan pakaiannya lalu keluar dari kamar.
Emak dan Devi menyambut Gareth dengan suka cita begitu lelaki itu muncul didapur. "Nak Gareth disini aja, jangan kemana-mana. Emak cuma mau ambil barang aja kok."
"Iya Mas Gareth. Anak-anak rewel mau ambil mainannya. Sorry ya ganggu." Timpal Devi.
"Maunya sih mak tapi Juju udah ngusir saya. Kayaknya saya harus pergi." Kata Gareth.
"Serius? Aduh, anak itu emang kebangetan. Biar emak jewer nanti dia." Kata emak dengan gusar.
Gareth tertawa mendengar ucapan emak, iapun memeluk wanita yang sudah semakin menua itu. "Nggak apa-apak mak. Nanti saya balik lagi." Lelaki itupun melangkah keluar meninggalkan rumah Juju.
Selesai mandi dan berdandan Juju turun kedapur menemui emak dan Devi. Dengan gugup ia menyapa keduanya. "Gimana makan malamnya?"
Devi dan emak hanya tertawa. "Makan malamnya udah basi!" Balas Devi. Juju tersipu malu tak tahu harus mengatakan apa. Matanya memperhatikan keluar ruangan mencari dimana lelaki itu.
"Udah pergi dia." Kata emak dengan suara dan wajah nampak kecewa, begitupun dengan Devi. Kedua wanita itu menunduk. Melihat kedua wanita didepannya nampak sedih, Jujupun mulai gelisah.
"Pergi kemana?" Tanyanya resah.
"Ya ke Amerika. Kemana lagi Ju, masa ke Ancol." Balas emak dengan serius.
"Nggak mungkin dia ninggalin begitu aja mak?! Emangnya Juju apaan, abis ditidurin trus ditinggalin kayak barang bekas?!" Kata Juju dengan penuh emosi. Ketika sadar apa yang barusan diucapkannya, wanita itu menutup mulutnya. Mendengar ucapan Juju yang terakhir, Devi dan emak hanya termangu memandanginya. Airmatanya berlinang, Juju mulai menangis dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Sementara emak dan Devi hanya saling pandang tersenyum memandangi wanita itu menangis.
"Cuma lima tahun lagi dia balik katanya, Ju." Kata Devi begitu tenangnya saat mengatakan kalimat itu. Tangis Jujupun semakin kencang saat mendengarnya.
"Bodo amat mau lima taun, seratus tahun, gua nggak peduli!" Katanya dengan penuh emosi lalu berjalan keluar pintu dapur. Namun saat membalikkan tubuhnya, lelaki itu sedang berdiri bersandar dipinggir pintu dapur, tersenyum melipat kedua tangannya didepan dadanya.
"Yakin nggak peduli?" kata lelaki itu.
"Kalian semua memang kejam!" katanya dengan gusar sambil jari telunjuknya mengarah ke emak dan Devi, lalu ia berlari meninggalkan dapur tetapi Gareth langsung mencegahnya , meraih tangan Juju dan memeluknya. Devi dan emak tersenyum, menahan bendungan dimata mereka saat melihat pemandangan itu. Tanpa bersuara keduanya meninggalkan pasangan itu didapur.
* * *
Sejak sore tadi Gareth sudah sibuk didapur mempersiapkan makam malam. Emak dan Devi turut serta membantu lelaki itu. Sementara Juju, menemani dua anak Devi bermain diruang tamu. Tanpa ia sadari, sepasang orang tua sudah berdiri didepan pintu ruang tamu. Anak-anak Devi memandang kedua orang asing itu, Juju menoleh mengikuti arah pandangan anak-anak, sepontan saja ia terperangah saat melihat siapa yang sedang berdiri disana. Juju langsung bergegas berlari mengarah ke orang tua itu.
"Mami!" Teriaknya lalu memeluk wanita itu dengan erat.
Juju melepaskan pelukannya dari wanita itu lalu bergantian memeluk lelaki yang berada disamping wanita itu.
Gareth, Devi dan emak berhamburan keluar dari dapur menuju ruang tamu. Begitu melihat siapa yang datang, Gareth menghampiri kedua orang tuanya lalu memeluknya bergantian. Airmata mengalir dikedua pipi mami, sementara lelaki tua disampingnya berusaha menahan bendungan airmatanya.
"Mami sama papi sudah tau Gareth disini?" Tanya Juju penasaran.
Mami tersenyum. "Iya Ju. Gareth telpon mami dua hari lalu. Kami langsung terbang kesini dari Amerika." Mendengar itu Juju tersenyum, tak disangkanya kalau lelaki akan menelpon kedua orang tuanya untuk datang jauh-jauh kepulau ini. "Pantas saja dia sibuk belanja untuk makan malam nanti. " Batinnya.
"Pasti lo sama emak tau kalau mami papi mau datang ya?" Tanya Juju seraya menunjuk ke Devi. Mereka selalu saja bekerja sama dengan Gareth dibelakangnya, sungut Juju.
Emak dan Devi hanya tersenyum mendengar tuduhan wanita itu. Mereka sudah sepakat untuk merahasiakan kejutan yang lebih besar dan Juju sama sekali tak tahu menahu soal kejutan selanjutnya. Mami dan papi diantar kekamar tamu, sementara Juju dan Gareth pindah ke cottage. Semuanya sudah disiapkan oleh lelaki itu dan Juju hanya mengikutinya.
Sementara Gareth masih menemani orang tuanya mengobrol dirumah, Juju pergi ke cottage menyiapkan diri untuk makan malam. Dipilihnya gaun berwarna biru muda polos tanpa lengan. Rambut panjang hitamnya dibiarkan terurai. Ia memandangi wajahnya dicermin, tersenyum membayangkan kalau tiga hari ini hidupnya seperti sebuah mimpi. Kedatangan lelaki itu bagai sebuah mimpi, tentu saja bukan mimpi buruk. Padahal dirinya sudah putus asa dan merelakan lelaki itu karena kalaupun bertemu mungkin saja dia sudah menikah. Lalu untuk apa penantiannya selama ini?
Juju tersenyum saat mengingat dua malam yang mereka lewatkan bersama. Saat ia mengoleskan lipstik berwarna merah jambu dibibirnya, terdengar suara pintu kamar diketuk. Juju menoleh kearah pintu kamarnya. "Ya?"
Pintu itu dibuka, Gareth tersenyum begitu melihat wanita itu. Ia menghampirinya dan memeluknya dari belakang lalu mencium pipinya. Masih dengan posisi duduk Juju membalikkan tubuhnya menghadap ke arah lelaki itu. Gareth duduk bersimpuh dihadapannya dan memandanginya. "Kamu cantik sekali." katanya sambil memegangi kedua tangan wanita itu. Lalu lelaki itu merogoh sesuatu dari sakunya. Juju hanya memperhatikan apa yang lelaki itu sedang lakukan. Juju terkesiap lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat lelaki itu membuka kotak kecil dan memegang sebuah cincin bermata berlian dan menatapnya. "Will you marry me?"
Juju bisa merasakan debaran jantungnya berpacu, sesuatu yang tak pernah ia berani impikan dalam hidupnya telah terjadi malam ini.
"YES!" Balasnya dengan tersenyum lebar. Gareth tersenyum lalu menyematkan cincin itu dijari manisnya. Masih dengan duduk bersimpuh lelaki itu mencium bibir tunangannya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KOPI HITAM JUJU
RomanceTidak pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran Gareth kalau dia akan memiliki perasaan istimewa kepada gadis minimalis itu. Untuk memastikan perasaannya, dia pun pergi meninggalkan segala atribut yang melekat dalam dirinya: kekayaan, kete...