Gareth tersenyum saat membaca pesan dari Devi. Juju pergi ke Singapura untuk mengantarkan dokumen. Yes!
Dia memang mengharapkannya. Namun, saat teringat cerita Devi tentang kondisi Juju yang tak sehat, dia pun merasa bersalah.
Ah, cuma sebentar. Besok diakan langsung pulang. She'll be okay. Lagian, kenapa gua jadi khawatir soal dia? Iya wajar dong gua khawatir, gua kan manusia yang punya rasa empati masa gua nggak kasian sama dia.
Logikanya mulai bertarung melawan perasaan aneh yang muncul. Ini pertama kalinya terjadi. Dia belum pernah mengalami konflik tentang perasaannya pada seorang wanita. Kalau dia ingin berkencan maka dia akan menunjukkannya dengan mudah. Dia akan memberikan semua yang wanita inginkan darinya tapi tidak untuk yang bernama cinta.
Gareth tidak pernah tertarik memberikan perasaannya. Dia hanya ingin bersenang-senang dan menikmati kekayaan dan kesuksesannya selagi bisa. Menjadi lelaki yang baik bukan berarti harus mencintai wanita. Itulah filosofinya dalam soal asmara.
Namun, dia mulai menanyakan perasaannya sendiri pada gadis minimalis itu. Padahal sudah jelas dia tidak akan menominasinya sebagai gadis idaman. Tetapi sikap aneh gadis itu sering membuatnya bertanya-tanya.
Is she for real? Is she flirting with me? Does she like me or what?
Dia tak bisa memastikannya. Sikap gadis itu membuat perasaannya seperti roller coaster dan itu membuatnya tak nyaman. Dia ingin menjauh tapi juga tak mau mendekat.
Dari awal perjumpaan mereka yang tak sengaja di dapur yayasan, gadis itu tak mengenalinya sama sekali. Perempuan mana di negeri ini yang tak mengenalinya? Anehnya lagi dia bekerja di kantor ibunya. Awalnya dia mengira kalau gadis itu hanya berpura-pura tak mengenalnya namun melihat reaksi wajahnya yang sangat kesal karena menumpahkan kopi di kemejanya, reaksi itu tidak mungkin hanya akting karena wanita pandai mengekspresikan emosinya.
Gadis itu satu-satunya yang tak mengenalinya dan berani membelalakan matanya kepadanya. Tak ada wanita di dunia ini yang melakukan itu padanya. Hidupnya terbiasa dengan tatapan wanita yang bergairah bukan tatapan sundel bolong seperti gadis itu.
Tentu saja dia berusaha tak mempedulikan sikap gadis itu. Tak ada yang spesial di antara mereka, terlebih gadis itu hanya seorang pegawai dengan gaji bulanan yang dibayar oleh ibunya. Gadis ini tak lebih istimewa dari wanita manapun yang pernah dia kencani. Namun logika apapun yang dia pikirkan tentang gadis itu, hatinya berkata lain. Dia peduli dengan gadis itu.
Lalu apa yang terjadi dengan dirinya dan gadis ini? Tak ada kencan yang resmi yang dia ucapkan kepada gadis ini seperti yang dia lakukan dengan wanita lain. Tetapi, mengapa dirinya bersikap seperti tak biasanya, menjadi seorang pengecut dengan mengacuhkan gadis itu? Kalau dirinya menyukainya kenapa tak diucapkan? Toh mudah untuk mengajaknya makan malam lalu mengencani gadis itu sampai bosan.
"Argh!" Gareth menyandarkan punggungnya di kursi dan menyandarkan kepalanya di belakang kepala. Gadis itu sudah hinggap di pikirannya beberapa hari ini dan itu sangat mengganggunya. Terutama perasaan aneh terhadap gadis itu, sungguh membuatnya tak nyaman.
* * *
Siapa sangka seorang Juju yang pemberani ternyata takut sekali untuk naik pesawat. Ketinggian dan turbulunce adalah dua hal yang membuat gadis ini gugup saat berada di dalam pesawat. Imaginasinya terlalu aktif saat berada diketinggian, membayangkan pesawat yang di tumpanginya jatuh dari ketinggian dan tercebur di kedalaman laut adalah bayangan yang selalu menghantuinya.
"Ya tuhan!" Detak jantungnya mulai tak beraturan saat membayangkan itu. Sebisa mungkin dia menghindari trasportasi udara. Dia lebih menikmati perjalanan dengan bus atau kereta untuk perjalanan jauh, seandainya bisa dengan kuda atau onta dia pasti sudah memilih itu sebagai alat transportasi.
Setelah hampir satu jam di udara, Juju mulai merasakan goncangan turbulunce. Tangannya mulai berkeringat, dia pun memegang erat pegangan bangkunya. Saat bayangan kecelakaan pesawat kembali dalam pikirannya, degup jantungnya berdetak kencang. Dadanya terasa seperti dihimpit bongkahan batu besar. Juju menekan tombol memanggil. Tak lama kemudian seseorang datang menghampiri.
"Can I help you?"
"I think I'm going to have a panick attack." Katanya dengan suara tersendat.
Wanita itu mengawasi kondisi Juju lalu berkata, "Wait a moment, please."
Juju merasakan sakit yang tiba-tiba timbul di dadanya. Penumpang wanita di sampingnya membantunya dengan menenangkan Juju dan menggengam tangannya. Namun Juju tak bisa lagi menahan badai panik serta rasa sakit yang menyerangnya bersamaan. Pandangannya mulai kabur dan dalam hitungan detik semuanya berubah menjadi gelap.
* * *
Juju membuka matanya, langit kamar itu nampak seperti awan putih. Begitu pun dengan tubuhnya yang di selimuti oleh kain serba putih. Juju merasakan sebuah tangan menyentuhnya. Dia menoleh.
"Hey," sapa lelaki itu.
"G?" Kening Juju berkerut.
Mungkihkah gua di surga bersama lelaki playboy ini? Nggak mungkin lelaki ini masuk surga. Atau gua yang masuk neraka bersama lelaki ini?!
Juju memejamkan matanya kembali seraya mengepalkan kedua tangannya.
"Ju?" Panggil lelaki itu lagi. Juju membuka matanya lagi lalu menoleh.
"G?"
"Iya Ju."
"Beneran Lo G? Bukan malaikat pencabut nyawa?"
"Nggak lucu," sungut lelaki itu.
Juju tersenyum melihat reaksi lelaki itu. Dia senang bisa mengatakan itu. Mana mungkin wajah tampan itu bisa menakuti dirinya?
Tapi, bagaimana gua bisa ada di sini? Kenapa dia tahu gua di sini? Sejak kapan dia pegang-pegang tangan gua? Apa dia gerayangin gua pas lagi tidur?
Juju menatap penuh curiga lelaki yang sedang duduk di sampingnya.
"Kenapa?" tanya lelaki itu heran.
"Siapa yang gantiin baju gua?"
Gareth tersenyum. Dia baru menyadari tatapan curiga gadis itu.
Lo pikir, gua yang gantiin baju Lo? Lo pikir gua penasaran sama tubuh Lo yang kurus kayak burung nyilet itu? Ngeres banget sih otak Lo, Ju.
"Ya suster lah. Masa tukang parkir," balasnya dengan ketus.
Juju tersenyum sambil menarik napas lega. Lelaki itu masih punya kehormatan ternyata, batinnya.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
KOPI HITAM JUJU
Roman d'amourTidak pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran Gareth kalau dia akan memiliki perasaan istimewa kepada gadis minimalis itu. Untuk memastikan perasaannya, dia pun pergi meninggalkan segala atribut yang melekat dalam dirinya: kekayaan, kete...