Chapter 2

6.1K 355 5
                                        

Gareth sudah bersiap-siap berangkat untuk menemui gadis itu. Hari ini dia begitu bersemangat, bahkan terlalu bersemangat. Lelaki itu tersenyum sendiri lalu menggaruk kepalanya saat melihat penampilannya di depan cermin.

"Nggak mungkin gua tertarik dengan gadis yang cuma punya rating tiga itu." Bisiknya kepada diri sendiri.

Baru saja kakinya mau melangkah keluar rumah, ponselnya berbunyi. Gareth tertegun begitu membaca nama pemanggil di layar ponselnya.

"Halo, Ika." 

"Hey Gaz. Ngelunch yuk." 

"Sorry, gua nggak bisa hari ini Ka. Mau bantu Mami di yayasan." 

"Oke gua ikut ke yayasan. Gua sudah di depan rumah lo kok." 

Gareth menghela napas lalu berjalan mendekati  jendela. Benar saja, mobil wanita itu sudah terparkir di depan rumahnya. Sesaat Gareth bimbang antara ingin membatalkan janji dengan Juju atau pergi bersama Ika. Yang pasti dia tak bisa menolak Ika karena karakternya yang tak bisa menerima penolakan. 

Kenapa cewek jaman sekarang menakutkan, sukanya ngejar-ngejar dan memaksa? 

Gareth merasakan bulu tenguknya berdiri saat membayangkan para perempuan yang mengejarnya seperti sekumpulan serigala yang siap mencabik tubuhnya untuk santapan makan malam. 

"Gua parkir mobil di sini saja ya," ujar Ika.

"Oke bos," saut Gareth. Bukanlah karakternya untuk menolak wanita yang sudah susah payah datang ke rumahnya. 

Di dalam mobil Ika mengawasi penampilan lelaki di sampingnya.

"Kenapa?" tanya Gareth yang  tak bisa berpura-pura tidak tahu kalau gadis  itu sedang memandangnya.

"Cuek sekali penampilan kamu mau ke yayasan." 

"Gua nggak ke yayasan tapi mau bantu Juju ambil baju sekolah untuk program anak yatim piatu." 

"Oh."

Ada proyek baru di yayasan?"  tanya Ika penasaran. Lelaki yang pernah dikencaninya selama dua bulan itu seperti  sedang diet kata-kata hari ini dan itu membuatnya merasa canggung. Tetapi, dia bukanlah wanita yang mudah mundur begitu saja. Selama lelaki itu tidak menolak untuk bertemu dengannya, dia akan terus berusaha mendekatinya dan membuat lelaki itu kembali kepelukannya.

"Iya. Proyek untuk anak-anak yang masuk ajaran baru." 

"Gua ganggu ya?"

Gareth mengenali nada itu. Nada yang mengandung perasaan dan emosi. Nada yang dia tak sukai. Untuknya, semua wanita sama saja di matanya. Semua wanita itu hanya ingin bersenang-senang karena ketampanan, kekayaan dan popularitasnya. Mereka ingin diperlakukan sebagai wanita yang istimewa olehnya dan dia tak pernah keberatan selama itu tak melibatkan perasaan. Tetapi dia akan mundur teratur jika wanita itu mulai banyak tingkah.

Gareth hanya tersenyum tak membalas pertanyaan Ika. Lalu dia menyalakan musik dari ponselnya. Sebuah lagu klasik dari Andrea Bocelli, lagu yang dia selalu putar ketika ingin mengatakan selamat tinggal kepada mantannya.

Time to say goodbye
To countries I never
Saw and shared with you
Now, yes, I shall see them
I'll go with you
Go on ships across seas
Which, I know,
No, no, don't exist anymore
It's time to say goodbye.

* * *

Hari ini penampilan Juju sedikit berbeda dari biasanya. Rambutnya yang panjang hitam dan biasa diikat, kini dibiarkannya tergerai. Dia juga mengenakan kemeja berwarna biru dengan motif bergaris yang baru dibelinya dua hari lalu. Kemeja itu sengaja dibelinya demi momen spesial ini. Kemeja yang dia beli dengan harga tawar menawar. Juju tersenyum memandang dirinya di depan cermin.

KOPI HITAM JUJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang