Chapter 10

3.2K 190 3
                                        

Juju memandang ruangan di sekelilingnya dengan mata terbelalak dan mulut yang setengah terganga. Dirinya merasa seperti Si Upik Abu di antara kemewahan perabotan yang ada. Kenyataan bahwa lelaki itu memang dari keluarga super kaya memang bukanlah isapan jempol belaka. Dan melihatnya langsung seperti ini seakan sebuah tamparan untuknya agar segera bangun dari mimpinya.

"Kamar kamu di sebelah sana, Ju." Suara Gareth menyadarkannya. Juju melangkah pelan mengikuti lelaki itu dari belakang. Belum tuntas dari rasa terkejutnya, mulutnya menganga lebih lebar begitu berada di dalam kamar.

"Kamu kalau mau istirahat, istirahat aja dulu. Aku masak buat makan malam dulu, ya" ujar Gareth. 

Juju tak menyahut. Dirinyanya masih terbius dengan kemewahan di penthouse itu. Gareth pun terdiam memandang gadis yang seperti sedang hilang dalam dunianya sendiri. 

"G?" 

"Ya?"

"Kapan aku pulang ke Jakarta?"

"Kita perlu nunggu hasil rongsen dan lab dulu, supaya nanti kalau operasi di Jakarta nggak perlu tes apa-apa lagi. Mungkin dua harian lagi," ucapnya dengan lembut.

Juju menundukkan kepalanya seraya memainkan jari tangannya. Kelembutan lelaki itu hanya membuatnya semakin galau saja. Dia sudah memakinya belakangan ini. Meskipun makiannya hanya dalam hati dan di buku hariannya. Dia bisa saja datang sesekali ke rumah sakit tanpa harus menginap menemaninya. Rasanya tak adil kalau harus mengecap lelaki itu sebagai manusia yang jahat tak punya hati hanya karena dia sering gonta-ganti kekasih layaknya ganti baju. 

"Atau kamu mau makan malam dulu?" lagi-lagi suara Gareth mengejutkannya.

Juju menggeleng tersenyum kecut. "Nggak apa-apa kalau aku istirahat sebentar?"

"Of course," saut Gareth.

"Makasih G," kata Juju sebelum lelaki itu menutup pintu kamar. 

Gareth tersenyum. Dia teringat lagi buku harian yang dibacanya kemarin malam. Jadi kamu anggap aku tukang galon playboy yang jahat nggak punya hati, ya? Baiklah.

* * * 

Dilihatnya Emaknya sedang duduk di pinggir sumur lalu tiba-tiba ... byur! Emak terjatuh ke dalam sumur. Juju langsung panik. Dia bergegas mencari sesuatu dan berteriak, "Ember mana, ember!  Begitu melihat sebuah ember dengan tali panjang, Juju segera mengambilnya. Dia melemparkan ember itu ke dalam sumur dan berteriak memanggil Emak.

"Makkk!" Teriaknya dengan panik. 

"Ju! Juju!"

Suara gedoran pintu terdengar dari luar kamar. Juju terbangun. Napasnya tersengal. Dia meletakkan tangan di dadanya yang berdegung kencang. Rasanya seperti baru saja lari marathon.  Suara gedoran pintu terdengar kembali.

Suara gedoran pintu terdengar kembali. Juju menyibakkan selimutnya lalu bergegas membuka pintu.

"Kamu nggak apa-apa?" ujar Gareth begitu pintu terbuka.

Juju terdiam sesaat. "Gua mimpiin Emak," ucapnya akhirnya dengan kedua mata yang mulai menggenang. 

"That's okay. Cuma mimpi, Ju."

Juju menggeleng, "Tapi gua mimpi Emak kecebur sumur." Kali ini dia tak mampu menahan air matanya lagi.

Melihat air mata Juju yang mengalir deras, mau tak mau Gareth mendekatinya lalu menyentuh lengannya. Dia tak mengerti apa kaitannya mimpi kecebur sumur dengan kenyataan hidup gadis di depannya.

"Mungkin kamu berendam aja dulu. Biar lebih segar nanti. Biar aku siapin bathnya. Tunggu ya," ujar Gareth lalu bergegas masuk kedalam kamar mandi. 

Sambil sibuk menyeka air matanya, Juju hanya memandang lelaki itu tak mengerti. Dia sungguh tak mengerti apa kaitannya berendam di bak mandi dengan mimpi buruknya barusan. Dia pun mengempaskan tubuhnya di sofa. Dia begitu merindukan emaknya. Belum pernah dia merindukan emaknya seperti ini. Apakah dia akan mati sebentar lagi? Masih banyak dosa yang harus diampuni oleh emaknya sebelum dia mati. Dia belum mau mati. Dia masih banyak dosa. Dan masih perawan pula. Membayangkan itu, Juju pun terisak lagi.

Tanpa disadarinya Gareth sudah berdiri di sana, memandanginya penuh simpati. Lalu lelaki itu menghampiri Juju, berlutut di depannya.

"Hey," ujar Gareth seraya memegang lutut gadis itu. "Kamu berendam dulu ya. Nanti badan kamu lebih enak habis berendam." 

Juju menatap kedua mata lelaki itu. Kenapa gua jahat sekali selama ini sama dia. Cuma gara-gara dia nggak suka sama gua. Pasti gua banyak disumpahin sama orang makanya gua punya penyakit sekarang.

Juju terisak lagi.

Gareth menghela napasnya lalu beranjak seraya meraih kedua tangan Juju. "Ayo berendam dulu," katanya seraya menuntun Juju ke kamar mandi. Lelaki itu tak melepaskan tangannya hingga mereka tiba di dalam kamar mandi.

"Nanti kalau butuh apa-apa panggil aku, ya," ujar Gareth.

"G?" Panggil Juju sebelum lelaki itu menutup pintu.

"Ya?" 

"Thank you," katanya. Lelaki itu tersenyum.

Juju memandang kamar mandi yang ukurannya lebih besar dari kamar tidurnya di Jakarta. jari-jarinya menyentuh setiap barang yang ada di sana. Handuk, botol-botol dengan label berbahasa Perancis yang lidahnya keseleo saat mengucapkannya. Belum lagi aroma harum dan asing yang menelusup ke dalam indera penciumannya. Bahkan jari-jari tangannya yang kurus kering dan hitam itu malu untuk dibandingkan dengan botol sampo berbahasa Perancis. Juju memandang  wajahnya di cermin.

"Elo beneran kayak Upik Abu, Ju," bisiknya. Kemudian dia menanggalkan pakaiannya lalu masuk ke dalam bath up yang berbusa. Air hangat di tubuhnya seakan memaksanya untuk memejamkan mata. Bayangan berada dalam dekapan lelaki itu melintas kembali. 

Hingga suara ketukan pintu dari luar terdengar, Juju membuka matanya.

"Ju, kamu lapar?" 

Masih dalam keadaan setengah sadar, Juju mencari handuk di dekatnya. Dia segera beranjak melihat handuk yang masih terlipat rapih di tempatnya. Namun belum sempat meraihnya, Gareth menerobos masuk. 

"Gareth!" teriak Juju dengan terbelalak sambil menutupi bagian atas dan bawah tubuhnya dengan kedua tangannya.

Lelaki itu pun tak kalah terkejutnya. Dia hanya terpaku menatap gadis yang tanpa sehelai benang pun.

"Gareth?!" bentak Juju melihat lelaki itu masih bergeming di tempatnya.

"Sorry, sorry, sorry!" ujarnya dengan gugup dan bergegas meninggalkan kamar mandi. 

"Sorry, Ju! Aku takut ada apa-apa sama kamu, makanya aku langsung buka pintu. Habis, kamu nggak nyaut dipanggilin dari tadi," seru Gareth dari luar.

Juju tersenyum dari dalam kamar mandi. Dia membalut tubuhnya dengan handuk lalu membuka pintu. Lelaki itu memandangnya dengan raut bersalah. "Sorry, Ju," ujarnya. 

"Makasih ya, udah khawatir sama aku," saut Juju.

Gareth tersenyum membalasnya. "Kamu mau makan apa?" 

"Kamu bisa masak?" 

"Nggak terlalu jago tapi nggak mengecewakan juga," balas Gareth.

"Apa aja deh," ucap Juju. 

Setelah Gareth menghilang dari hadapannya, Juju termangu menyadari tubuhnya yang hanya berbalut di hadapan lelaki itu. 


* * *



KOPI HITAM JUJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang